Aku semakin mengeratkan pelukanku pada kedua kakiku saat petir yang
menggelegar itu kembali terdengar dalam indra pendengaranku. Air mataku
kembali mengalir saat hujan di luar sana kembali turun dengan derasnya
seolah ikut merasakan apa yang tengah aku rasakan saat ini. Sesak,
sungguh rasanya sangat sesak seakan aku sudah tidak bisa bernafas dengan
benar saat ini karena air mata yang sudah tumpah membasahi wajahku
sejak aku pulang sekolah dan mengurung diriku di kamar. Aku semakin
mengeratkan pelukanku di kedua kakiku saat aku merasakan tubuhku yang
semakin bergetar seiringan dengan air mata yang semakin mengalir dari
mataku. Mereka? dua orang yang sangat berarti dalam hidupku dengan
teganya membohongi dan mempermainkan perasaanku. Tidak masalah jika pria
yang aku cintai mencintai gadis lain atau bahkan berpacaran dengan
gadis lain, tapi tahukah kalian? bagaimana perasaan kalian jika kalian
tahu bahwa orang yang dicintai oleh pria yang sangat kamu cintai itu
adalah sahabatmu sendiri? sahabat yang sudah menjadi orang kepercayaanmu
untuk bisa menolongmu mendapatkan cinta dari pria itu, tapi kini
kenyataan yang harus kamu terima adalah ternyata di belakangmu sahabatmu
itu diam-diam tengah menjalin hubungan dengan pria yang kamu cintai.
Sakit bukan? dan itulah yang kini tengah aku rasakan, bahkan rasa sakit
itu kini membuat dadaku terasa sangat sesak.
Aku menolehkan kepalaku saat aku mendengar getaran ponselku yang
kuletakkan di atas meja. Aku mengambilnya perlahan dengan pandangan mata
yang buram karena air mata yang belum mengering sepenuhnya. Aku
mengusap air mataku dan melihat belasan sms masuk dan belasan panggilan
tak terjawab dari sahabat-sahabatku yang lain. Aku kembali meneteskan
air mataku saat membuka satu persatu pesan dari mereka yang menanyai
bagaimana keadaanku saat ini. Aku menjatuhkan ponselku begitu saja dan
kembali memeluk kedua kakiku dan kembali menangis yang membuat tubuhku
terasa bergetar.
“Tuhan, kenapa rasanya sangat sakit dan sesak sepert ini”. Ucapku lirih dengan air mata yang semakin deras membasahi wajahku.
—
Aku melangkahkan kakiku memasuki gedung sekolahku dengan mata yang
aku yakin masih sedikit sembab karena tangisanku semalam. Aku sudah
berusaha mencuci wajahku beulang kali tapi tetap saja, mata sembab dan
lingkaran hitam di bawah mataku masih terlihat. Aku berjalan menuju
kelasku dengan langkah lesu tapi seketika kakiku tiba-tiba saja berhenti
saat aku melihat pria yang aku cintai itu tengah berjalan berlawanan
arah denganku. Aku menundukkan kepalaku dan merutuki perasaanku yang
tidak pernah terkendali jika aku melihatnya berada di dekatku. Aku
mengepalkan tanganku berusaha untuk menahan air mata yang sedang
berlomba-lomba untuk keluar dari pelupuk mataku.
“Tidak, aku mohon jangan saat ini. Aku mohon jangan menangis saat ini”
Ucapku pelan berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri dan tetap berjalan
dengan kepala menunduk karena aku sama sekali tidak sanggup untuk
melihat wajah itu lagi.
“Tasya…”. Aku menahan nafasku saat aku mendengar suara yang sangat aku
hafal itu memanggil namaku. Dan kembali aku merutuki kebodohanku yang
tidak bisa mengacuhkan panggilannya itu.
“Sya…”. Panggilnya lagi yang membuatku memejamkan mata sejenak sebelum
akhirnya aku berbalik badan dan menatapnya yang kini tengah melihatku
dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Hemmm”. Jawabku dengan gumaman yang membuatnya kini menatapku dengan tatapan menyelidik.
“Kamu baik-baik saja?”. Tanyanya yang membuatku saat ini ingin sekali
mengeluarkan air mataku. Aku tidak baik-baik saja bodoh, dan ini semua
karena dirimu. Kenapa kamu tidak pernah peka terhadap perasaanku Adrian?
apa sebegitu besarkah rasa ketidaksukaanmu kepadaku sehingga kamu tidak
pernah peka dan tidak pernah perduli dengan perasaanku?.
“Eumm aku baik-baik saja”. Jawabku datar yang membuatnya menganggukan kepalanya pelan.
“Eumm kalau begitu aku duluan Sya”. Ucapnya dan setelah itu ia kembali
melanjutkan langkahnya dan meninggalkan aku yang kini menatap
punggungnya dengan pandangan sedikit buram karena mataku yang sudah
berkaca-kaca. Pria itu, kenapa tega sekali membuatku hancur seperti
ini?. Aku sangat tahu jika ia tidak mempunyai perasaan apapun padaku
tapi bisakah ia menghargai perasaanku sedikit saja? bukankah selama ini
ia sudah sangat jelas mengetahui perasaanku padanya tapi kenapa dengan
teganya justru ia berpacaran dengan wanita lain dan lebih teganya lagi
adalah ia berpacaran dengan sahabatku sendiri secara diam-diam. Aku
menggigit bibir bawahku berusaha untuk menahan air mata dan rasa sakit
yang kembali menjalar di dadaku ini, dan dengan cepat aku berlari menuju
toilet untuk menumpahkan seluruh air mata yang sudah tak kuat untuk
kutahan lagi. Aku memasuki salah satu toilet dan terduduk lemas di atas
closet yang tertutup. Aku menutup mulutku dengan tanganku berusaha untuk
menahan isakanku.
“Kamu bodoh Tasya, kamu bodoh sekali” Ucapku sambil memukul pelan
kepalaku. “Kamu bodoh bagaimana bisa kamu tidak tahu jika selama ini
kamu sudah dibohongi dan dipermainkan oleh mereka?”. Ucapku dengan air
mata yang semakin deras mengalir membasahi wajahku dan seketika
ingatanku saat aku mengetahui semua kebohongan mereka melalui ponsel
sahabatku kembali tengingang di dalam ingatanku. Ya, aku mengetahui
semua kebohongan mereka dariku saat aku tidak sengaja membaca salah satu
pesan dari Adrian di ponsel Keyla, sahabatku itu. Satu pesan berisikan
tulisan romantis yang membuat semua orang yang melihatnya pasti akan
berpikiran jika mereka mempunyai hubungan, dan saat itulah aku mulai
sadar jika aku sudah dibohongi oleh mereka dan sudah dikhianati oleh
sahabatku sendiri. Sahabat yang dulu berkata ingin membantuku dekat
dengan Adrian, tapi di belakangku justru ia mengambil kesempatan itu
untuk dekat dengan pria yang kucintai dan berpacaran dengannya.
—
Setelah aku merapikan kembali penampilanku, aku berjalan memasuki
ruang kelasku. Ruang kelas yang sebentar lagi akan aku tinggalkan karena
aku akan lulus dari sekolah menengah atas, sekaligus meninggalkan
sekolah yang membuatku merasakan cinta dan perasaan menyakitkan. Aku
berjalan menuju mejaku dan aku tersenyum kecil saat melihat keempat
sahabatku yang lain menatapku dengan tatapan khawatir. Ya, aku rasa aku
beruntung karena aku masih mempunyai empat sahabat lagi walaupun satu
sahabatku sudah menyakitiku. Aku meletakkan tasku di meja dan kini
tatapanku teralih pada seorang gadis seusia denganku yang sedang
menyandarkan kepalanya pada dinding kelas dengan mata terpejam. Gadis
itu Keyla, entah kenapa melihatnya kembali membuatku ingin menangis tapi
itu semua kembali aku tahan saat aku merasakan genggaman tangan yang
cukup erat dari Andin, salah satu sahabatku yang membuatku
menyunggingkan sedikit senyumku sebagai tanda jika aku baik-baik saja.
Aku kembali mengalihkan pandanganku pada Keyla yang masih memejamkan
matanya. Ku akui jika ia memang mempunyai wajah yang cantik, jadi apakah
Adrian lebih memilihnya karena ia lebih cantik daripada diriku?. Aku
menghela nafas beratku, mengingat Adrian kembali membuat dadaku sesak.
Aku berniat untuk menghampiri Keyla, berniat untuk menyelesaikan
permasalahan kami ini secepatnya tapi langkahku terhenti saat Rani
menahan lenganku yang membuatku menoleh ke arahnya.
“Kita sebaiknya menyelesaikan permasalahan ini di luar sekolah Sya”.
Ucapnya pelan yang akhirnya membuatku menganggukan kepala pelan. Aku
kembali menatapnya sekilas lalu aku beranjak duduk di kursiku dan
merebahkan kepalaku di meja. Harus kuakui karena permasalahan ini
membuat hubunganku dan Keyla sedikit merenggang. Entah aku atau ia yang
menghindar tapi aku dapat merasakan perubahan itu. Begitu juga dengan
sahabatku yang lain, setelah mengetahui permasalahan ini mereka juga
menjadi sedikit berbeda dengan Keyla, bukan menjauhinya tapi mungkin
sahabat-sahabatku yang lain kecewa dengan dirinya karena adanya
permasalahan ini.
—
Satu minggu telah berlalu dan hari ini aku melangkahkan kakiku
memasuki gedung sekolahku dengan perasaan yang sedikit lebih ringan
daripada hari-hari sebelumnya. Satu minggu sudah berlalu tapi hingga
saat ini aku belum menyelesaikan permasalahan ini dengan Keyla karena
kesibukan kami yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional
membuatku lebih memfokuskan diriku untuk belajar terlebih dulu. Aku
berniat memasuki kelasku saat aku melihat Rani dan Maya keluar dari
kelas dengan pandangan yang terarah pada Andin dan Sarah yang berjalan
menuju salah satu ruangan kosong yang ada di sekolah ini.
“Mau kemana?”. Tanyaku yang membuat Rani dan Maya menghentikan langkah mereka.
“Ada yang harus dibicarakan, ayo ikut”. Ucap Rani lalu ia mengapit
lenganku dan membawaku mengikutinya dan Maya. Aku memandang mereka
berdua dengan tatapan bingung.
Maya dan Rani membawaku ke sebuah ruang kelas yang sudah tidak
terpakai di sekolah ini dan kini pandangan mataku teralih pada tiga
orang gadis yang tengah berdiri di hadapanku saat ini. Andin dan Sarah
mengangkat kedua bahunya dan memandangku dengan pandangan seolah-olah
mengatakan ‘aku juga tidak tahu’.
“Semuanya sudah kumpul kan? jadi ada yang ingin aku bicarakan dengan
kalian”. Ucap Keyla yang membuatku kini menatapnya. Apakah ia akan
membicarakan permasalahan kami disini?. “Aku tidak tahu apa yang sudah
aku lakukan sampai-sampai kalian bersikap menjauhi aku seperti ini. Jadi
kalau kalian ada masalah dengan aku bicara terus terang dan jangan
bisanya hanya berbicara di belakang”. Ucap Keyla yang seketika langsung
membuat Maya dan Sarah mendesis pelan.
“Sebelum kamu berbicara seperti itu, ada baiknya kamu tanya kepada diri
kamu sendiri. Kamu pernah berbuat salah atau tidak dengan kami?”. Ucap
Maya yang mendadak membuat hawa di ruangan ini menjadi tegang. Aku
menghembuskan nafas beratku, sepertinya permasalahan ini harus
diselesaikan saat ini juga.
“Aku? aku tidak merasa berbuat salah dengan kalian jadi…”
“Tidak berbuat salah? berpacaran dengan pria yang disukai oleh sahabatmu
sendiri itu bukan masalah?”. Ucap Rani yang seketika langsung membuat
Keyla terdiam dengan pandangan tak percayanya.
“Aku rasa kita memang harus membicarakannya sekarang Key”. Aku menghela
nafas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan ucapanku. “Kamu berpacaran
dengan Adrian kan?”. Tanyaku yang membuatnya kini menatapku. “Jadi
diam-diam kalian pacaran, bukankah kamu bilang kamu akan membantuku
untuk bisa berpacaran dengan Adrian?”. Tanyaku lagi dengan mataku yang
mulai terasa panas. Aku mohon jangan menangis saat ini, aku tidak mau
terlihat lemah di hadapan gadis ini.
“Jadi ini masalahnya?”. Ucap Keyla yang seketika langsung membuatku
menatapnya dengan wajah bingung. Ia melakukan kesalahan tapi dengan
tenangnya ia mengatakan hanya ini masalahnya?. “Oke, aku tahu aku salah
karena aku pacaran dengan Adrian diam-diam. Lalu apa aku juga salah
sepenuhnya kalau ternyata Adrian lebih memilihku dari pada kamu Sya?”.
Ucapnya yang seketika membuatku membulatkan mataku. Gadis ini? astaga
apa ia tak punya malu terhadapku? sudah terbukti salah tapi kenapa ia
sama sekali tidak menyesalinya dan hanya berbicara seperti itu.
“Aku tahu dan aku sangat paham Adrian memang tidak salah jika ia
mencintai orang lain tapi satu hal yang membuat aku kecewa Key, kenapa
harus kamu? kenapa harus kamu yang menjadi gadis yang ia cintai? kita
bersahabat sudah lama kan Key? kenapa kamu tidak memikirkan perasaanku
Key saat kamu menerima cintanya?”. Ucapku dengan suara parau. Runtuh
sudah pertahanan yang aku bangun sejak tadi, pertahanan untuk tidak
menangis akhirnya runtuh sudah membuat keempat sahabatku kini berusaha
untuk menenangkanku. Ia terdiam, gadis itu terdiam dengan tatapan mata
yang masih saja menatap lurus dalam retina mataku yang sudah mengabur
karena air mata yang belum berhenti mengalir.
“Keyla haruskah kita bertengkar hanya karena masalah seperti ini?”. Ucap
Maya yang membuat Keyla menundukkan kepalanya sejenak dan setelah itu
ia mengangkat kepalanya lalu kembali menatapku.
“Tasya maaf jika aku tidak memikirkan perasaanmu, maaf jika aku juga
menyakitimu dan maaf tapi aku juga mencintai Adrian”. Ucap Keyla yang
berhasil membuat dadaku kembali terasa sesak dan berdenyut sakit. Aku
menolehkan kepalaku kearahnya yang akan keluar dari ruangan ini.
“Keyla…”. Panggilku yang membuatnya menghentikan langkah kakinya. “Jadi
persahabatan… persahabatan kita hanya sampai disini Key? jadi kamu lebih
memilih dia dari pada persahabatan kita Keyla?”. Ucapku dengan suara
yang bergetar dan merasakan tenggorokanku sakit saat aku harus
mengucapkan kata-kata yang selama ini tak pernah terpikirkan dalam
persahabatan kami. Gadis itu hanya diam, Keyla hanya terdiam dan setelah
itu ia kembali melangkahkan kakinya keluar dari ruangan ini yang
membuat aku dan keempat sahabatku menatapnya tak percaya. Aku
menundukkan kepalaku dengan isakan yang lebih kencang. Kurasakan Andin
memelukku dan ketiga sahabatku yang lain berusaha menenangkanku. Tidak…
bukan seperti ini yang aku mau, bukan seperti ini akhir dari
penyelesaian masalah ini. Haruskah aku melepaskan cintaku dan melepaskan
sahabatku juga? haruskah seperti ini Tuhan?. Jika memang aku tidak bisa
mendapatkan cintaku, aku akan berusaha untuk menerimanya tapi aku mohon
Tuhan, jika takdir persahabatanku adalah seperti ini aku mohon rubah
takdir itu dan kembalikan sahabatku itu kesisihku lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar