Di sore itu aku dan Johan duduk di sebuah taman. Aku juga tidak tahu apa maksud dia mengajak ku ke tempat ini. Pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh johan kepada ku. Ku tatap wajahnya, kelihatan wajahnya penuh dengan pengharapan bersimba kalbu di sore itu. Suasana menjadi sunyi. Lalu kutatap mentari yang kian detik meninggalkan bumi. Ku tatap lagi wajahnya yang penuh dengan kebisuan. Hingga aku pun bosan menunggu dia untuk mengawali pembicaraan di sore itu. Aku helakan nafasku.
“Hem, han kamu kok diam dari tadi? Memangnya ada yang mau dibicarakan?, kalau memang ada sesuatu yang penting sebaiknya kita bahas sekarang”. Jelasku kepada Johan. Aku lihat dia mulai berani menatap wajah ku. Seuntai kalimat pun keluar dari bibirnya.
“Rica”. Panggilnya
“Ya Johan, ada apa?”. Tanya ku agak sedikit bingung.
“Rica, sebenarnya aku malu dan tak ada kata-kata untuk ku awali pembicaraan kita untuk menjelaskan perasaan ku kepadamu”. Aku seolah-olah belum begitu mengerti dari penjelasan si johan.
“Johan, aku masih bingung, jelasin donk biar aku ngerti”. Sedikit rayuku.
“Ric, sebenarnya aku mengajak kamu ke tempat ini untuk melihat keindahan taman ini”.
“hadehhh, kamu ahhh, kalau cuman ini mendingan kita pulang aja.” Tuturku dengan wajah cemberut.
“Bukan, maksudku kalau kamu mengerti dengan persahabatan kita selama ini. Di balik itu aku pengen kamu tahu kalau aku sayang dan cinta sama kamu ric seperti kupu-kupu di taman ini yang mengejar madu dari sekuntum bunga”. Jelasnya sambil menatap mawar yang sedang di hinggapi oleh kupu-kupu cantik.
“Cinta?, aduh gimana ya Johan selama ini kamu adalah sahabat baik aku. Aku gak punya perasaan cinta sama kamu”. Jelasku dengan nada lembut. Tak lama kemudian jari jemarinya menyentuh kedua tangganku. Begitu lembut sentuhan tangan Johan. Rasa dingin dari tanggannya itu sampai ke bilik jantungku. Seolah-olah memaksa hatiku untuk menerima cintanya.
“Aku tak bisa memaksa hati ku Johan.” Tutur ku sambil menatap dalam wajahnya.
“Ric, sedikit pun kau tak punya perasaan itu buatku?”.
“Ada, tapi hanya sebatas sahabat tidak lebih seperti yang kau bayangkan Johan, aku harap kamu mengerti”. Jelas ku dengan nada lembut. Aku lihat genggaman tangannya mulai dilepaskan. Aku pun berpaling arah melihat sekeliling taman yang menjadi saksi bisu di sore itu. Sambil menatap kearah langit senja aku pun mulai berkata.
“Han jangan kecawa ya atas keputusan hatiku. Semuanya ini demi kebaikan persahabatan kita yang selama ini kita jalani”.
“Ya, gak apa-apa kok, aku tahu perasaan wanita gak boleh dipaksa”. Jawabnya singkat. Aku pandang lagi wajah johan yang terpaku bisu. Kelihatanya dia hanya terdiam dengan wajah bersimbuh kecewa. Ya, aku hanya tak ingin memaksa kehendak hatinya. Percuma aku katakan ya sedangkan hati ku tak ada sama sekali buatnya. Jujur aku tidak tega melihat dia kecewa dengan keputusan hati ku. Tapi aku tak bisa lakukannya aku takut pada ahkirnya akan menjadi kecewa, karena bagi ku cinta itu membutuhkan perasaan yang sama.
“Hem, han kamu kok diam dari tadi? Memangnya ada yang mau dibicarakan?, kalau memang ada sesuatu yang penting sebaiknya kita bahas sekarang”. Jelasku kepada Johan. Aku lihat dia mulai berani menatap wajah ku. Seuntai kalimat pun keluar dari bibirnya.
“Rica”. Panggilnya
“Ya Johan, ada apa?”. Tanya ku agak sedikit bingung.
“Rica, sebenarnya aku malu dan tak ada kata-kata untuk ku awali pembicaraan kita untuk menjelaskan perasaan ku kepadamu”. Aku seolah-olah belum begitu mengerti dari penjelasan si johan.
“Johan, aku masih bingung, jelasin donk biar aku ngerti”. Sedikit rayuku.
“Ric, sebenarnya aku mengajak kamu ke tempat ini untuk melihat keindahan taman ini”.
“hadehhh, kamu ahhh, kalau cuman ini mendingan kita pulang aja.” Tuturku dengan wajah cemberut.
“Bukan, maksudku kalau kamu mengerti dengan persahabatan kita selama ini. Di balik itu aku pengen kamu tahu kalau aku sayang dan cinta sama kamu ric seperti kupu-kupu di taman ini yang mengejar madu dari sekuntum bunga”. Jelasnya sambil menatap mawar yang sedang di hinggapi oleh kupu-kupu cantik.
“Cinta?, aduh gimana ya Johan selama ini kamu adalah sahabat baik aku. Aku gak punya perasaan cinta sama kamu”. Jelasku dengan nada lembut. Tak lama kemudian jari jemarinya menyentuh kedua tangganku. Begitu lembut sentuhan tangan Johan. Rasa dingin dari tanggannya itu sampai ke bilik jantungku. Seolah-olah memaksa hatiku untuk menerima cintanya.
“Aku tak bisa memaksa hati ku Johan.” Tutur ku sambil menatap dalam wajahnya.
“Ric, sedikit pun kau tak punya perasaan itu buatku?”.
“Ada, tapi hanya sebatas sahabat tidak lebih seperti yang kau bayangkan Johan, aku harap kamu mengerti”. Jelas ku dengan nada lembut. Aku lihat genggaman tangannya mulai dilepaskan. Aku pun berpaling arah melihat sekeliling taman yang menjadi saksi bisu di sore itu. Sambil menatap kearah langit senja aku pun mulai berkata.
“Han jangan kecawa ya atas keputusan hatiku. Semuanya ini demi kebaikan persahabatan kita yang selama ini kita jalani”.
“Ya, gak apa-apa kok, aku tahu perasaan wanita gak boleh dipaksa”. Jawabnya singkat. Aku pandang lagi wajah johan yang terpaku bisu. Kelihatanya dia hanya terdiam dengan wajah bersimbuh kecewa. Ya, aku hanya tak ingin memaksa kehendak hatinya. Percuma aku katakan ya sedangkan hati ku tak ada sama sekali buatnya. Jujur aku tidak tega melihat dia kecewa dengan keputusan hati ku. Tapi aku tak bisa lakukannya aku takut pada ahkirnya akan menjadi kecewa, karena bagi ku cinta itu membutuhkan perasaan yang sama.
Johan adalah laki-laki yang baik, pintar dan tampan, sebenarnya di kelasku banyak wanita yang menyukainya. Tapi dia bukan tipe laki-laki yang mudah untuk jatuh cinta. Apa lagi dengan wajahnya yang bersih tanpa ada sedikit jerawat yang mengusik ketampanannya. Wanita mana yang tidak tertarik?. Ya, hanya perasaan aku saja yang tidak ada sama sekali ke dia walaupun banyak para kaum hawa mengatakan dia itu cowok yang sempurna. Aku hanya bisa menganggap dia adalah sahabat ku yang selalu hadir di setiap aku membutuhkannya. Bagi ku sulit sekali tali persahabatan yang sudah terjalin lama menjadi tali cinta. Hanya waktu sajalah yang mampu menjelaskannya nanti.
Pagi itu bel berbunyi. Memanggil seluruh siswa untuk masuk ke dalam kelas untuk mengawali jam pelajaran pertama. Pak Steven guru bahasa inggris pun mulai mengajar. 30 menit pelajaran berlangsung. Tiba-tiba mata ku berkunang-kunang pandangan menjadi tidak jelas. Seketika itu rungan kelas terasa menjadi gelap.
Ketika ku buka mata ku, aku telah berada di sebuah rungan kecil berukuran 3 x 4. Aku lihat ke samping kiriku. Ada johan yang sedang tak sadarkan diri di atas bangku. Ternyata dia sedang tertidur pulas menjagaku. Sambil mengerakan tubuhku yang lemas. Aku coba bangun dengan sisa tenagaku. Tapi aku tak bisa melakukanya. Ahh kalau aku paksa untuk bangun pasti akan bertambah parah. Akhirnya aku hempaskan lagi tubuhku di atas tilam.
“Johan Johan, Jo… Johan”. Panggilku dengan nada lemah. Johan tersentak kaget dari tidurnya. Ia langsung menghampiri ku.
“Rica, kamu udah sadar ya?”.
“Ia, aku di mana Han?”. Tanya ku
“Kamu di rumah sakit. Sekarang kamu istrirahat ya”.
“Kok bisa akunya ada disini?” Tanya ku dengan heran. Sambil menghapuskan keringat di dahiku. Dia coba menjelaskan kejadian yang telah menimpaku waktu di sekolah tadi.
“Kamu pingsan 12 jam yang lalu ka. Dan kamu lansung dibawah ke rumah sakit Elisabeth, selain aku, teman-teman kita tadi berdatangan waktu pulang sekolah tadi jengukin kamu. Hemm, udahlah sekarang kamu istrirahat aja ya, sambil menunggu ayah dan ibu mu datang”. Jelas Johan sambil memberi saran kepadaku. Aku tatap wajah Johan yang penuh dengan perhatian. Ku beri senyuman ke arah wajahnya. Wajahnya lusuh dan kotor akibat debu seharian. Baju yang dikenakan adalah baju sekolah. Rasa laparnya telah tergantikan dengan kesabaranya menungguku siuman. Terlalu baik Johan buat aku. Merelakan waktu hanya demi untukku. Tak lama kemudiaan seorang suster menghampiri kami berdua.
“Ini bubur hangat untuk pulihkan tenaga mu”. Sapa suster itu dengan rama.
“Ok, sus terima kasih. biar saya yang menjaganya untuk sementara ini”. Balas Johan. Aku mencoba bangun untuk mencicipi bubur hangat itu.
“Ric, biar aku suapin kamu ya, kamunya duduk aja di situ”. Paksaan johan. Aku pun coba mendengarkan saran darinya.
“Johan Johan, Jo… Johan”. Panggilku dengan nada lemah. Johan tersentak kaget dari tidurnya. Ia langsung menghampiri ku.
“Rica, kamu udah sadar ya?”.
“Ia, aku di mana Han?”. Tanya ku
“Kamu di rumah sakit. Sekarang kamu istrirahat ya”.
“Kok bisa akunya ada disini?” Tanya ku dengan heran. Sambil menghapuskan keringat di dahiku. Dia coba menjelaskan kejadian yang telah menimpaku waktu di sekolah tadi.
“Kamu pingsan 12 jam yang lalu ka. Dan kamu lansung dibawah ke rumah sakit Elisabeth, selain aku, teman-teman kita tadi berdatangan waktu pulang sekolah tadi jengukin kamu. Hemm, udahlah sekarang kamu istrirahat aja ya, sambil menunggu ayah dan ibu mu datang”. Jelas Johan sambil memberi saran kepadaku. Aku tatap wajah Johan yang penuh dengan perhatian. Ku beri senyuman ke arah wajahnya. Wajahnya lusuh dan kotor akibat debu seharian. Baju yang dikenakan adalah baju sekolah. Rasa laparnya telah tergantikan dengan kesabaranya menungguku siuman. Terlalu baik Johan buat aku. Merelakan waktu hanya demi untukku. Tak lama kemudiaan seorang suster menghampiri kami berdua.
“Ini bubur hangat untuk pulihkan tenaga mu”. Sapa suster itu dengan rama.
“Ok, sus terima kasih. biar saya yang menjaganya untuk sementara ini”. Balas Johan. Aku mencoba bangun untuk mencicipi bubur hangat itu.
“Ric, biar aku suapin kamu ya, kamunya duduk aja di situ”. Paksaan johan. Aku pun coba mendengarkan saran darinya.
Bubur hangat itu segera aku cicipi. Sambil disuap bubur itu, ditatap pula wajahku. Aku balas tatapnya yang penuh perhatian. Seketika itu aku dan Johan hanya bisa berbicara lewat senyuman. Aku merasa menjadi wanita yang paling manja di hadapanya. Ahh perhatian ini melebihi seorang pacar. Caranya melayaniku begitu lembut dan ditambah lagi dengan senyuman yang terpampang di wajah tampannya itu membuat aku semakin merasa sesuatu di dalam hatiku.
Selesai mencicipi bubur itu, akhirnya ayah dan ibuku datang juga.
“siapa ini?”. Tanya ibuku ingin tahu laki-laki itu.
“Johan bu, teman sekelas ku, dialah yang jagain aku sampai aku sadar sambil nunguin ibu dan ayah datang”.
“Johan toh bu”. Sapa ayah Sambil tersenyum mengejekku dan melirik matanya ke ibu.
“Johan”. Sambil memberi salam kepada ayah dan ibuku. Aku lihat meraka akrab sekali. Aku tersenyum senang melihat suasana itu.
“Makasih nak udah menghabisan waktu untuk menjaga putri kami”. Ucap ayahku dengan tatapan ramah kepada Johan.
“Sama-sama om” balas Johan dengan nada malu-malu. Walaupun dengan keadaan lemah. Aku berusaha berjalan menuju mobil ayah yang telah parkir di halaman RS Elisabeth. Setelah aku mengucapkan terima kasih dengan Johan, aku pun berangkat pulang menuju rumahku.
“siapa ini?”. Tanya ibuku ingin tahu laki-laki itu.
“Johan bu, teman sekelas ku, dialah yang jagain aku sampai aku sadar sambil nunguin ibu dan ayah datang”.
“Johan toh bu”. Sapa ayah Sambil tersenyum mengejekku dan melirik matanya ke ibu.
“Johan”. Sambil memberi salam kepada ayah dan ibuku. Aku lihat meraka akrab sekali. Aku tersenyum senang melihat suasana itu.
“Makasih nak udah menghabisan waktu untuk menjaga putri kami”. Ucap ayahku dengan tatapan ramah kepada Johan.
“Sama-sama om” balas Johan dengan nada malu-malu. Walaupun dengan keadaan lemah. Aku berusaha berjalan menuju mobil ayah yang telah parkir di halaman RS Elisabeth. Setelah aku mengucapkan terima kasih dengan Johan, aku pun berangkat pulang menuju rumahku.
Dua hari aku di rawat oleh dokter privatku. Untuk mengebalikan tenagaku agar benar benar fit kembali. Setelah diizinkan untuk melanjutkan aktifitas, aku pun masuk sekolah seperti biasa. Setiap kali ku pandang wajah Johan jantung ku berdetak cepat. Ahh ada apa ini, Padahal aku tak pernah mengalami hal seperti ini. Atau gara-gara kenangan dua hari yang lalu di rumah sakit Elisabeth?. Yang parahnya lagi kalau kami mengobrol berdua sepertinya aku tak bisa berbuat banyak, grogi dan grogi. Apakah aku telah jatuh cinta?. Aku tak boleh meremehkan namanya C I N T A.
Malamnya rindu semakin membara. Sambil memeluk bantal guling ku, aku coba membuang perasaan rinduku itu. Semuanya ini karena pristiwa di rumah sakit Elisabet. Pristiwa itu menjadi hantu sekaligus menjadi tunas-tunas cinta yang berakar kerinduaan. Ku telentangkan tubuhku, sambil tersenyum aku lihat plafon kamarku yang terukir indah. Pandanganku seolah-olah tembus ke langit malam. Bintang-bintang seolah sedang berkedip manja menertawakan keadaanku. Wajah Johan yang tampan itu menjadi pikiranku sepanjang malam. Tiap malam menjadi beban pikiran ku. Aku benar-benar jatuh cinta dengannya. Rasa sesal pun menyelimuti hatiku. Ketika aku teringat dia mengutarakan cintanya tapi, aku menolaknya tampa harus memberi waktu sedikitpun buat dia. Waktu sudah menjawab dan merubah perasaanku. Bagaimana ini?. Tanya ku kesal di dalam hati. Aku sadar aku telah disengat cinta yang berbisa.
Suasana kelas kami tampak sunyi. Ibu Rita guru Matematika tak kunjung datang. Tiga puluh menit berlalu. Tak lama kemudian loadspeker dari majelis guru memanggil Bertho ketua kelas kami. Untuk mengambil tugas titipan dari ibu Rita yang harus kami kerjakan. Kebetulan ia berhalangan hadir karena mendampingi suaminya ke Jakarta untuk meresmikan usaha baru suaminya itu. Ku tuju Johan yang sedang duduk sendiriaan di belakang yang Mengerjakan tugas dari ibu Rita.
“Hey Johan, boleh ditemanin?”. Rayuku dengan nada manja
“Ehh Rica, boleh kok”. Jawabnya singkat sambil tersenyum ke arah wajah ku. Ketika aku duduk di sampingnya, aku merasa nyaman dan damai. Ternyata aku telah jatuh cinta dengan Johan. Tapi aku merasa malu untuk mengawalinya. Sebab aku telah menolak cintanya waktu di taman. Apakah aku harus menunggu dia jatuh cinta lagi?. Aku yakin dia tidak berharap lagi akan cintaku. Lagi-lagi aku menyesal dengan keputusan yang aku buat yang sekarangnya berlawanan dengan perasaan cintaku. Karena tak tahan dengan gelitikkan cinta yang mengelora. Aku punya ide untuk berjumpa sekali lagi dengannya di taman. Dengan cara ini aku ingin ungkapkan rasa cinta ku ke dia. Mau tak mau harus ku ungkapkan, aku takut kalau dirinya nanti diambil orang. Dengan adanya rasa takut ini akhirnya rasa malu itu hilang seketika.
“Ehh Rica, boleh kok”. Jawabnya singkat sambil tersenyum ke arah wajah ku. Ketika aku duduk di sampingnya, aku merasa nyaman dan damai. Ternyata aku telah jatuh cinta dengan Johan. Tapi aku merasa malu untuk mengawalinya. Sebab aku telah menolak cintanya waktu di taman. Apakah aku harus menunggu dia jatuh cinta lagi?. Aku yakin dia tidak berharap lagi akan cintaku. Lagi-lagi aku menyesal dengan keputusan yang aku buat yang sekarangnya berlawanan dengan perasaan cintaku. Karena tak tahan dengan gelitikkan cinta yang mengelora. Aku punya ide untuk berjumpa sekali lagi dengannya di taman. Dengan cara ini aku ingin ungkapkan rasa cinta ku ke dia. Mau tak mau harus ku ungkapkan, aku takut kalau dirinya nanti diambil orang. Dengan adanya rasa takut ini akhirnya rasa malu itu hilang seketika.
“Johan mau gak nanti sore kita ketemuan di taman?” Tanyaku sambil berhenti berpikir saat sedang fokus menegerjakan tugas dari ibu Rita.
“Taman?, memang ada apa? Heheheh tumben gak biasanya sich kamu ngajakin aku”. Ejeknya sambil tersenyum ke arahku.
“Ihhh, kamu ahh. Gak boleh ya?” Tanyaku dengan nada cemberut.
“heheh, buat kamu boleh aja kok Ric. Terus kesana kita mau ngapain?”.
“ada yang pengen aku jelaskan Han.” Jelasku.
“Masalah kelompok belajar kita ya?”.
“hadeehh, kamu nich, cukup kita berdua aja yang tahu Han, asalkan kamu datang ntar juga kamu akan tahu kok.”
“Aduh Ric, sekarang aja dech.” Sambungnya dengan nada penasaran
“idihh kamu Johan, bawel banget. Disana aja ya? Kalau di sini gak baik kita bahasnya.”
“Ok, dech. Kalau gak ada halangan.”
“Oh ya, tapi jemputin aku ya Han” pintaku dengan nada manja.
“Okey, ntar aku jemputin kamu ya.” Balasnya singkat. Aku pun tersenyum lega ketika Johan tak menolak tawaranku itu. Inilah kesempatan buat aku untuk ungkapkan rasa cinta ku padanya. Ya, mudah-mudahan apa yang aku harapkan selama ini berhasil
“Taman?, memang ada apa? Heheheh tumben gak biasanya sich kamu ngajakin aku”. Ejeknya sambil tersenyum ke arahku.
“Ihhh, kamu ahh. Gak boleh ya?” Tanyaku dengan nada cemberut.
“heheh, buat kamu boleh aja kok Ric. Terus kesana kita mau ngapain?”.
“ada yang pengen aku jelaskan Han.” Jelasku.
“Masalah kelompok belajar kita ya?”.
“hadeehh, kamu nich, cukup kita berdua aja yang tahu Han, asalkan kamu datang ntar juga kamu akan tahu kok.”
“Aduh Ric, sekarang aja dech.” Sambungnya dengan nada penasaran
“idihh kamu Johan, bawel banget. Disana aja ya? Kalau di sini gak baik kita bahasnya.”
“Ok, dech. Kalau gak ada halangan.”
“Oh ya, tapi jemputin aku ya Han” pintaku dengan nada manja.
“Okey, ntar aku jemputin kamu ya.” Balasnya singkat. Aku pun tersenyum lega ketika Johan tak menolak tawaranku itu. Inilah kesempatan buat aku untuk ungkapkan rasa cinta ku padanya. Ya, mudah-mudahan apa yang aku harapkan selama ini berhasil
Sepulang dari sekolah. Langkah kakiku melaju menghampiri aneka hidangan makanan oleh mama. Ketika asyik menikmati makanan itu, tiba-tiba saja handphone ku berbunyi tanda ada sms masuk. Lalu aku buka dan aku baca isi pesan itu. Ternyata pesan itu dari Johan
“Ric, gue kayaknya gak bisa datang jmpt qmu.
Soalnya, aku mw ngtarin tante aku ke rumh oma ku.
Jadi kmu duluan ya Ric. Ak janji kok ntar ak ksna
Nysul kmu.”
Soalnya, aku mw ngtarin tante aku ke rumh oma ku.
Jadi kmu duluan ya Ric. Ak janji kok ntar ak ksna
Nysul kmu.”
Aku tersenyum setuju ketika membaca pesan singkat dari Johan
“Oke, dech Johan.” Balasku singkat.
Setelah aku balas pesan dari Johan. Aku beranjak menghabiskan sisa makanku tadi. Waktu itu sempat juga aku tidur siang. Selesai bangun tidur, aku lihat jam dinding menunjukan pukul tiga sore. Aku pun beranjak dari tempat tidurku. Aku tuju ke kamar mandi, Aku basuh seluruh tubuhku agar terasa segar. Setelah itu aku dandan serapi mungkin. Aneka parfum aku kenang kan agar aromanya semakin mengoda. Aneh memang tidak seperti biasanya. Huft, itulah namanya jatuh cinta semuanya ingin serba sempurna di depan orang yang kita cinta.
Sekitar pukul empat sore aku telah tiba di taman. Aku duduk sendiri di bangku kecil yang bermuatkan dua orang. Aku lepaskan pemandangan ke arah mawar-mawar yang indah. Banyak pasangan sejoli duduk bermesra di taman itu. Apa lagi suasana senja hari yang sangat bersahabat. Sedangkan aku hanya menunggu Johan yang tak kunjung tiba.
“Kemana sich Johan. Udah di sms kok gak di balas?.” Tanya ku di dalam hati.
“Kemana sich Johan. Udah di sms kok gak di balas?.” Tanya ku di dalam hati.
Tiga puluh menit sudah aku menunggunya. Ku coba menelpon ke nomor hpnya tapi nomor handphone sedang sibuk. Aneh tidak biasanya dia mengingkar janji. Dia itu terkenal cowok yang displin dan tepat waktu. Aku menjadi geliasah. Apa lagi di tambah dengan wajah langit senja berubah mendung. Perasaan semakin kacau. Tak lama kemudian handphone di balik saku celana ku berbunyi.
“Ani menelponku?.” tuturku di dalam hati. Ani adalah teman sekelas dengan aku.
“Hello Ani, ada apa ya?” Tanyaku penasaran. Sebab jarang sekali kalau Ani menelpon aku. kecuali ada masalah penting.
“Anuhh ka, kamu ke rumah sakit Emanuel sekarang ya.”
“Ada apa sich?” Tanyaku sedikit heran.
“Johan!. Johan kecelakaan Ric. Dianya sekarang sekarat Ric. Cepatan datang.” Aku langsung mematikan handphoneku. dengan wajah pucat pasi, aku hidupkan mioku. lalu aku tancap gas dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit Emanuel. Pikiranku mulai meracau. Tapi aku coba tenangkan pikiran sebab kendaraan di sore itu cukup ramai.
“Ani menelponku?.” tuturku di dalam hati. Ani adalah teman sekelas dengan aku.
“Hello Ani, ada apa ya?” Tanyaku penasaran. Sebab jarang sekali kalau Ani menelpon aku. kecuali ada masalah penting.
“Anuhh ka, kamu ke rumah sakit Emanuel sekarang ya.”
“Ada apa sich?” Tanyaku sedikit heran.
“Johan!. Johan kecelakaan Ric. Dianya sekarang sekarat Ric. Cepatan datang.” Aku langsung mematikan handphoneku. dengan wajah pucat pasi, aku hidupkan mioku. lalu aku tancap gas dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit Emanuel. Pikiranku mulai meracau. Tapi aku coba tenangkan pikiran sebab kendaraan di sore itu cukup ramai.
Setibanya aku di rumah sakit. Teman-teman kelasku telah ramai berkumpul di ruangan tunggu. Aku langsung menghampiri mereka.
“Ada apa dengan Johan?” Tanyaku tergesa-gesa. Sambil menangis Mia mendengkapku di dalam pelukannya.
“Johan Ka, Johan sekarat mengalami kecelakaan tadi sore sekitar jam empat.” Aku tak sanggup mendengarkan penjelasan Mia. Aku menaggis histris sambil memanggil nama Johan. Suasana sedih menyelimuti ruangan tunggu. Aku kesal karena aku, dia mengalami kecelakaan. Aku bersalah, di saat itu aku coba menyalahkan takdir sang kuasa.
“Sabar ya Ric. Kita doain aja ya, semoga dia baik-baik saja Ric.” Hibur Rico sahabat dekat Johan yang juga turut hadir.
“Ada apa dengan Johan?” Tanyaku tergesa-gesa. Sambil menangis Mia mendengkapku di dalam pelukannya.
“Johan Ka, Johan sekarat mengalami kecelakaan tadi sore sekitar jam empat.” Aku tak sanggup mendengarkan penjelasan Mia. Aku menaggis histris sambil memanggil nama Johan. Suasana sedih menyelimuti ruangan tunggu. Aku kesal karena aku, dia mengalami kecelakaan. Aku bersalah, di saat itu aku coba menyalahkan takdir sang kuasa.
“Sabar ya Ric. Kita doain aja ya, semoga dia baik-baik saja Ric.” Hibur Rico sahabat dekat Johan yang juga turut hadir.
Tak lama kemudian seorang Dokter keluar dari ruangan UGD menghampiri kami semua. Aku langsung mendekati dokter itu dan bertanya keadaan Johan.
“Bagaiman keadaan Johan dok.” Tanyaku sambil menjatuhkan air mata.
“Sabar ya. Kalian semua tenang Johan hanya membutuhkan waktu istrirahat.”
“Jadi kami boleh melihat keadaanya doc?” sambung Ani bertanya kepada docter.
“untuk beberapa saat ini belum bisa karena beberapa orang team medis sedang merawatnya” selesai menjelaskan keadaan Johan Docter itu pun meniggalkan kami di ruangan tunggu. Satu persatu teman-temanku pulang untuk siapkan diri, karena malam mereka ingin bersama-sama temankan Johan. Aku hanya bisa hempaskan diri ku di sebuah bangku kecil. Aku tetap menunggu kesadaran Johan. Aku hanya ingin dia baik-baik saja.
“Bagaiman keadaan Johan dok.” Tanyaku sambil menjatuhkan air mata.
“Sabar ya. Kalian semua tenang Johan hanya membutuhkan waktu istrirahat.”
“Jadi kami boleh melihat keadaanya doc?” sambung Ani bertanya kepada docter.
“untuk beberapa saat ini belum bisa karena beberapa orang team medis sedang merawatnya” selesai menjelaskan keadaan Johan Docter itu pun meniggalkan kami di ruangan tunggu. Satu persatu teman-temanku pulang untuk siapkan diri, karena malam mereka ingin bersama-sama temankan Johan. Aku hanya bisa hempaskan diri ku di sebuah bangku kecil. Aku tetap menunggu kesadaran Johan. Aku hanya ingin dia baik-baik saja.
Tak lama kemudian beberapa tim medis keluar dari ruangan UGD. Aku coba menghampiri dan bertanya keadaan Johan.
“Bagaimana dengan keadaan Johan dok.?” Tanyaku sambil tergesa-gesa.
“Silahkan masuk, dia baik-baik saja.” Aku pun langsung masuk keruangan UGD. Aku lihat bagian kepala Johan masih terbalut perban. Aku peluk dia sambil menaggis. Aku hanya ingin menghabisi waktu bersama dia. Seperti dia lakukan dulu waktu di RS Elisabeth. Biarlah aku tetap dalam pelukan ini, menunggu sampai dia sadar kembali dan tahu kalau aku juga mencintainya.
“Bagaimana dengan keadaan Johan dok.?” Tanyaku sambil tergesa-gesa.
“Silahkan masuk, dia baik-baik saja.” Aku pun langsung masuk keruangan UGD. Aku lihat bagian kepala Johan masih terbalut perban. Aku peluk dia sambil menaggis. Aku hanya ingin menghabisi waktu bersama dia. Seperti dia lakukan dulu waktu di RS Elisabeth. Biarlah aku tetap dalam pelukan ini, menunggu sampai dia sadar kembali dan tahu kalau aku juga mencintainya.
Dua bulan kemudian Johan diizinkan oleh dokter untuk kembali melakukan aktifitasnya. Untuk sementara aku tak bisa menjelaskan rasa cintaku ke padanya. Aku tunggu dia benar-benar fit kembali. Baru aku ungkapkan apa yang ada di dalam hatiku. walaupun udah dua bulan dia masih kelihatan lelah.
“Ric, boleh ngak aku minta sesuatu dari kamu.?” Tanya Johan dengan suara lembut.
“Boleh kok, kamu mau minta apa.” Tanyaku dengan rasa penasaran.
“Kita ketemu lagi yuk di taman, kamu mau?” Tanya Johan Sambil kedua tanganya memegang kedua bahu. Saat bicara matanya menatapku. Degup jantungku tak seperti biasanya. Wajah tampan itu seolah-olah menunggu jawabanku. hari yang paling bahagia buatku. dimana kedua tanggannya menyentuh bahuku dengan tatapan amat dalam. Teringat kembali kisah waktu di taman ketika dia menyentuh jari-jemari ku bersimbuh pengharapan. Tapi…? Akhh udahlah malas mau aku ingat-ingat lagi.
“Tapi Han keadaan mu itu.?” Tanya ku dengan nada ragu. Tanganya coba meninggalkan bahuku. sambil memberikan senyuman dan berkata kepadaku
“Aku baik-baik saja Rica. Aku pengen aja mau menepati janjiku dua bulan yang lalu.” Jelasnya
“Tapi Han, aku takut kamu” Di potongnya pembicaraanku sambil berkata
“Ya, udah lupain aja Ric aku baik-baik saja. Pulang sekolah kita langsung kesana ya.” Jelasnya sambl melontarkan senyuman manis yang sengaja diberikan buatku. Ahh senyuman yang menggemaskan, ingin aku cubuti pipinya dengan rasa cintaku. inilah kesempatanku untuk mengungkapkan perasaanku yang telah aku pendam dua bulan yang lalu. Aku harus dapatin dia. Gak mau remehin namanya cinta.
“Boleh kok, kamu mau minta apa.” Tanyaku dengan rasa penasaran.
“Kita ketemu lagi yuk di taman, kamu mau?” Tanya Johan Sambil kedua tanganya memegang kedua bahu. Saat bicara matanya menatapku. Degup jantungku tak seperti biasanya. Wajah tampan itu seolah-olah menunggu jawabanku. hari yang paling bahagia buatku. dimana kedua tanggannya menyentuh bahuku dengan tatapan amat dalam. Teringat kembali kisah waktu di taman ketika dia menyentuh jari-jemari ku bersimbuh pengharapan. Tapi…? Akhh udahlah malas mau aku ingat-ingat lagi.
“Tapi Han keadaan mu itu.?” Tanya ku dengan nada ragu. Tanganya coba meninggalkan bahuku. sambil memberikan senyuman dan berkata kepadaku
“Aku baik-baik saja Rica. Aku pengen aja mau menepati janjiku dua bulan yang lalu.” Jelasnya
“Tapi Han, aku takut kamu” Di potongnya pembicaraanku sambil berkata
“Ya, udah lupain aja Ric aku baik-baik saja. Pulang sekolah kita langsung kesana ya.” Jelasnya sambl melontarkan senyuman manis yang sengaja diberikan buatku. Ahh senyuman yang menggemaskan, ingin aku cubuti pipinya dengan rasa cintaku. inilah kesempatanku untuk mengungkapkan perasaanku yang telah aku pendam dua bulan yang lalu. Aku harus dapatin dia. Gak mau remehin namanya cinta.
Angin sepoi membelai rambutku di atas motornya yang berjalan pelan membuat suasana semaki indah. Walau cinta dan perasaanku belum kungkapkan kepadanya. Aku sandarkan kepalaku di belakang bahunya. Damai sekali rasanya. Ibarat kuda bersayap sedang membawa terbang pangeran dan bidadari menuju ke langit ke tujuh. Aduhai hayalanku terlalu tinggi.
Akhirnya aku dan Johan sampai di taman sekitar pukul empat sore. Maklum ada tugas di sekolah jadi pulangnya agak kesorean. Kupilih tempat yang agak sejuk sambil menunjukan arah ajriku. kulihat dia tersenyum mengisyaratkan kalau dia juga setuju dengan saranku. ku duduk dengannya sambil berhadapan. Mataku menatap tajam ke arah wajahnya. Tapi tatapan itu menjadi tumpul akibat senyuman manisnya itu. Bibirnya merekah indah. Dia terlihat tampan di sore itu. Aku berdoa dia adalah titipan dari Tuhan buatku.
“Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan Ric.?” Aku tersentak dari pemandangan wajahnya ketika Johan bertanya kepadaku. tidak biasanya kalau lagi berdua aku duluan yang mengawali pembicaraan. Tapi kali ini terbalik, seoalah-olah dia tahu isi hatiku. dia tidak terlalu tegang menghadapi ku. ku kuatkan perasaan mental ku untuk hati dan perasaan ku yang hampir dua bulan kusimpan buat dia.
“Han, aku ada dua permintaanku buat kamu, pertama aku minta senyuman dari kamu.” Pinta ku dengan manja. Kulihat jarinya memegang tanganku. ditatapnya wajahku semakin dalam. Tangannya begitu dingin menyentuh jariku. Aku palingkan wajahku kebawah tanah.
“aitss, Rica cantik tatap wajahku ini, katanya mau minta senyumanku.” Pintanya sambil memegang pipiku dan mengarahkan mataku ke arah wajahnya. Dia pun mulai tersenyum. Aduh senyuman luar biasa. Wajahnya tampan, bersih mulus itu membuat aku terhipnotis seketika. Aku kaget, ketika johan pingsan di hadapanku. kulihat hidungnya mengeluarkan darah segar. Ku jatuhkan air mataku. Aku peluk tubuhnya yang lemas itu. Matanya terpejam rapat. Sambil meninggalkan sisa senyuman itu buatku. Aku teriak histris memanggil namanya. Sekali lagi aku peluk erat tubuhnya tanda takut akan kehilangannya.
“Han, aku ada dua permintaanku buat kamu, pertama aku minta senyuman dari kamu.” Pinta ku dengan manja. Kulihat jarinya memegang tanganku. ditatapnya wajahku semakin dalam. Tangannya begitu dingin menyentuh jariku. Aku palingkan wajahku kebawah tanah.
“aitss, Rica cantik tatap wajahku ini, katanya mau minta senyumanku.” Pintanya sambil memegang pipiku dan mengarahkan mataku ke arah wajahnya. Dia pun mulai tersenyum. Aduh senyuman luar biasa. Wajahnya tampan, bersih mulus itu membuat aku terhipnotis seketika. Aku kaget, ketika johan pingsan di hadapanku. kulihat hidungnya mengeluarkan darah segar. Ku jatuhkan air mataku. Aku peluk tubuhnya yang lemas itu. Matanya terpejam rapat. Sambil meninggalkan sisa senyuman itu buatku. Aku teriak histris memanggil namanya. Sekali lagi aku peluk erat tubuhnya tanda takut akan kehilangannya.
Kelihatanya aku tidak sendirian menanggisi Johan. Aku buka mataku yang masih basah dengan air mata. Ohh ternyata aku sedang bermimpi di ruangan UGD. Aku lihat ruangan itu penuh dengan keluarga besar Johan dan teman-teamanku. mereka semua sedang menanggis. Kemudian aku berdiri sambil mengusap air mataku. Tersentak aku terkejut seketika itu. Kalau Johan tak bisa tertolong lagi. Mesin penghitung detak jantung berhenti. Aku tatap wajah Johan seperti di dalam mimpiku itu. Dia meninggal dalam keadaan damai. Dia tak sempat mengetahui kalau aku juga mencintainya. Aku rebah di atas jasadnya yang bernyawa itu. Tak tahan air mata berlinang. Melepaskan kepergian orang yang aku sayang. Kali ini aku mengerti arti sebuah K E H I L A N G G AN.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar