Jumat, 20 Maret 2015

Pemberi Harapan Palsu

Sangat menyakitkan saat berada di posisi seperti ini dimana ketika kita telah diberikan harapan oleh seseorang hingga kita yakin dengan harapan itu, tetapi kemudian orang itu menghilang dengan tiba tiba. Itulah yang kurasakan saat ini, namaku Maya umurku 14 tahun aku duduk di bangku SMP dan baru saja merasakan yang namanya arti mencintai dan menyayangi.
Ujian tengah semester akan segera dimulai, aku telah siap untuk melaksanakannya. Rambutku kubiarkan ku ikat tanpa berlebihan kemudian aku bergegas memakai tas untuk berangkat ke sekolah.
Sesampainya di sekolah aku mencari ruanganku dan tempat duduk yang telah ditentukan, saat ku melihat daftar nama ternyata aku duduk dengan kaak kelasku laki-laki dia bernama Ardy sifatnya yang sangat jutek tidak mau berbicara sama sekali tidak peduli dengan sekitarnya. membuatku ragu untuk mengajaknya berbicara karena aku takut dia tidak akan jawab, hingga hari itu..
Hari ketiga ujian tengah semester tanpa disengaja ternyata kami saling berkenalan lewat jejaring sosial pada saat malam hari, ternyata dia termasuk orang yang tidak jutek dan sangat baik. Semakin lama kami semakin dekat tanpa ragu saat ulangan aku suka bertanya tentang jawaban, hari terakhir ujian adalah hari yang sangat berkesan karena kami saling mengobrol banyak hal dan sangat semakin dekat.
Walaupun ujian telah selesai tapi kami masih sering mengobrol lewat jejaring sosial bahkan kami sangat dekat melebihi teman, hingga muncullah rasa suka di hati kecilku ini. Dan sepertinya dia pun begitu karena dari cara dia berbicara hingga mengucapkan salam manis sebelum ku tidur, aku sangat ingin dia menyatakan cinta padaku, lebih dari tiga bulan ku menunggu.
Hari ini kabar dari dia satu pun tidak ada sapaan manis yang selalu membuatku tersenyum sendiri saat membaca sudah tidak ada lagi, dia menghilang tanpa mengucapkan salam perpisahan. Hingga aku memberanikan untuk menyapanya duluan tetapi tidak ada respon satu pun dari dia, dan akhirnya aku tau bahwa dia telah punya kekasih teman sekelasnya aku sangat sedih mendengarnya dada ini serasa hancur, jantung ini serasa tak berdetak sekalipun. Kenapa ini semua terjadi padaku kenapa dia begitu kejam meninggalkanku sendiri kesepian lagi… Harapan yang dia berikan hanya sekedar harapan palsu.

Mengalah Untuk Teman



Sore itu, aku berjalan di sekitar taman kota bersama temanku. Aku Fergy dan temanku Aji, dia anak yatim, ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu karena mengalami kecelakaan, kami berdua sudah berteman sejak kami masih duduk di bangku SD, kini kami sudah beranjak remaja dan duduk di bangku SMA kelas 3 di salah satu SMA di kotaku Majalengka, dan hubungan kami sebagai teman begitu akrab, kami tidak pernah bertengkar, dan kami tidak pernah berselisih. Aku sengaja mengajaknya ke taman, agar dia tidak merasa terlalu tertekan dengan ulangan Kimia Minggu depan, ya kami mengambil jurusan IPA. Tapi inti cerita bukanlah mengenai pelajaran, tetapi ini semua mengenai cinta dan solidaritas, kisah dimana aku merasa begitu dilema, dan kisah dimana aku merasakan sebuah kebahagiaan.
“Fer, aku begitu takut!”
“Maksudmu, ulangan Minggu depan?”
“Ya kau benar, aku sama sekali belum siap. Aku tidak yakin akan lulus…” keluhnya.
“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan, itu hanya akan membuatmu semakin gila…”
“Huh, bicara memang mudah bung, tetapi melakukannya itu sulit…”
“Ya, aku mengerti bagaimana perasanmu sekarang..” Ujarku.
Tak lama setelah kami berbicara, aku melihat Dewi, wanita yang aku cintai, sayang, aku belum berani mengungkapkan perasaanku padanya, karena aku masih merasa belum siap. Kami berdua berada di satu kelas, di XII Ipa 1. Begitu juga dengan Aji, dia satu kelas dengan kami…
“Hey Aji, itu Dewi ‘kan?”
“Kau benar, ayo kita hampiri…!”
“Baik…”
Beberapa saat kemudian, kami menghampiri Dewi yang sedang duduk sendiri.
“Hey Dewi!”
“Fergy, Aji!? Sedang apa kalian berdua disini?”
“Justru itu yang ingin kami tanyakan. Sedang apa kamu disini sendirian?”
“Oh, aku sedang menikmati suasana sore yang cerah ini. Kalian?”
“Kami hanya berjalan-jalan saja…” Jawabku padanya dengan gugup. Sesaat, aku melihat ekspresi Aji yang tadinya begitu ketakutan dan panik, berubah menjadi senyum gembira, wajahnya pun memerah.
“Eh Dewi, bagaimana kalau kamu ikut kami saja?” Tanyaku.
“Oh enggak ah, kebetulan sekarang aku juga mau pulang..”
“Baik, sampai besok..”
“Sampai besok”
Kami berdua meninggalkan Dewi, dan aku begitu merasa senang bisa bertemu dengannya, walaupun hanya sesaat, tapi itu membuatku nyaman.
“Jadi Fer, mau kemana kita sekarang?”
“Aku sendiri juga tidak tahu Aji…”
“Sudahlah, lebih baik kita pulang saja…!”
“Kau benar, ayo kita pulang..”
Kami memutuskan untuk pulang, karena sore sudah semakin gelap.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah menggunakan motor, dan tak sengaja aku melihat Dewi di simpang tiga.
“Hey Dewi? Sedang apa kamu disini?”
“Hey Fer!? Aku sedang menunggu angkutan umum…”
“Yang benar saja, ayo kita berangkat bersama!”
“Emm, baiklah..”
Saat itu, aku begitu merasa gugup, wanita yang aku cintai duduk tepat di belakangku, setiap detik merupakan sebuah kenangan yang berharga bagiku. 15 menit kemudian, kami tiba di sekolah, dan secara kebetulan Aji pun tiba pada saat yang sama.
“Hey kawan!”
“Apa ?”
“Tunggu aku sobat…!”
“Terserah…!”
“Hey Dewi, aku pergi duluan yah..”
“Oke”
Tak lama kemudian, aku mengejar Aji yang sudah pergi terlebih dahulu.
“Aji, kau ini kenapa?”
“Tidak ada apa-apa…”
Saat itu, aku merasakan ada yang berbeda dengannya. Beberapa saat kemudian, bel sekolah berbunyi, dan ini waktunya kami memulai pelajaran.
Selama pelajaran berlangsung, Aji terlihat begitu murung, sedih, sama sekali bukan seperti Aji yang sebelumnya. Jam 10.00 WIB bel istirahat berbunyi.
“Aji, ayo kita pergi ke perpustakaan!”
“Tidak kali ini Fer, kau pergi saja sendiri.”
“Ayolah kawan, kau ini kenapa?”
“Aku sudah bilang, tidak ada apa-apa…”
“Hey, kalau aku mempunyai satu kesalahan, aku minta maaf…”
“Terserah…”
Beberapa saat kemudian, Aji mengajakku ke taman dekat laboratorium, dimana tempat itu merupakan tempat kami selalu bersama.
“Lebih baik kita pergi ke taman saja Fer…”
“Baiklah kalau begitu..”
5 menit kemudian kami tiba di taman tempat kami berdua selalu bersama.
“Jadi untuk apa kau mengajakku kemari Aji?”
“Ada sesuatu yang ingin aku katakan…”
“Silakan…”
“Apa hubunganmu dengan Dewi?”
“Maksudmu?”
“Apa kau menjalin cinta dengannya?”
“Hey, apa yang sedang kau bicarakan!?”
“Aku tahu, kau telah menjadi kekasihnya ‘kan?”
“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan Aji…”
“KAU! Kau adalah kekasih Dewi! Wanita yang aku cintai!”
Sesaat, aku ‘shock’ dengan kata-katanya, ternyata selama ini, Aji pun menyimpan perasaan yang sama denganku, yaitu mencintai Dewi.
“Aku bukan kekasihnya…”
“Kau bohong, tadi pagi aku melihatmu bersamanya!”
“Oh, kami hanya berangkat bersama, karena saat aku berangkat, aku melihat Dewi di simpang tiga sedang menunggu angkutan umum!”
“Jadi…”
“Ya, kami hanya sebatas teman, dan…”
“Dan apa!?”
“Dan aku sama sekali tidak mencintainya…”
“Benarkah?”
“Ya kawan..”
“Fergy, maafkan aku!” Teriaknya sambil memeluk erat tubuhku.
“Sudahlah, aku mengerti…”
“Terima kasih…”
“Jadi kau mencintainya?”
“Ya, tapi aku mohon, jangan katakan pada siapapun..”
“Kau bisa pegang janjiku kawan. Tapi, kenapa kau tidak pernah bilang?”
“Aku begitu takut, aku terlalu gugup untuk mengakuinya Fer.”
“Bahkan pada temanmu sendiri?”
“Ya, maafkan aku..”
“Jika kau mencintainya, kenapa tidak kau katakan saja?”
“Aku sudah bilang, aku terlalu gugup…”
“Tenang saja, pasti ada jalan…”
“Benarkah?”
“Ya…”
Setelah momen itu, kami pun kembali ke kelas. Pulang sekolah, aku mengajak Dewi pergi ke sebuah kedai. Aku sengaja mengajaknya, agar aku bisa memberitahu perasaan temanku Aji padanya.
“Jadi, ada apa?”
“Kau menikmati makanannya?”
“Ya Fer, terima kasih…”
“Jadi begini, ini mengenai Aji..”
“Oh Aji, memang kenapa?”
“Sebenarnya, dia mencintaimu Dewi..”
“Apa?”
“Ya, hanya saja dia takut membuatmu risih dengan perilakunya, jadi dia sengaja tidak memperlihatkan bahwa dia mencintaimu..”
“Kamu serius ‘kan?”
“Ya, aku serius. Bagaimana perasaanmu sendiri padanya?”
Sesaat dia terdiam, lalu dia mulai berbicara…
“Aku pun mencintainya…”
Aku begitu hancur, hatiku tersayat, dan perasaanku dipenuhi oleh emosional. Apakah aku harus merelakannya? Aku sama sekali tidak tahu. Tetapi, peristiwa itu membuat hatiku sakit. Aku terdiam, memandang matanya yang indah, dan mengingat temanku Aji, mungkin ini yang harus aku lakukan, mempersatukan mereka. Tanpa sadar, aku menjatuhkan air mataku di depan Dewi.
“Fergy, kenapa kamu menangis?”
“Oh tidak, ini sangat sempurna! Aji mencintaimu, dan kau pun mencintainya, ini akan menjadi sangat bagus!”
“Menurutmu begitu?” Tanyanya dengan senyum malu.
“Ya, aku akan membuat rencananya. Tenang saja…”
Setelah itu, kami pulang. Malam harinya, aku memikirkan mereka berdua, hatiku dipenuhi oleh dilema, Aji adalah teman yang begitu baik, selain itu dia adalah seorang yatim, dan Dewi, dia wanita yang begitu sempurna di mataku. Tetapi pada akhirnya, aku tetap ingin mempersatukan mereka. Keesokkan harinya, Minggu 5 Februari 2011 sore hari, aku mempertemukan mereka.
“Hey Fergy, kau mengajakku kemana?”
“Diamlah Aji, kau akan menyukai ini…”
Aku membawa Aji ke taman kota, dimana Dewi sudah menunggu seperti yang sudah direncanakan.
“Cepat Aji!”
“Baik, tunggu kawan…”
“Ini dia…”
“Dewi…?” Aji terdiam dan terpaku.
“Hey Aji…”
“Aji, ini waktumu. Aku sudah bilang padanya, bahwa kau mencintainya. Tetapi, Dewi ingin melihat kau mengungkapkan sendiri perasaanmu itu.”
“Fergy!!, kau…”
“Sudahlah, ayo cepat katakan bung..”
Aku melihat Aji begitu gugup, tetapi Dewi, dia terlihat begitu manis dengan senyumnya.
“Dewi, sebenarnya… Sebenarnya sudah sejak lama aku mencintamu, tetapi mungkin aku terlalu takut untuk mengungkapkannya. Tapi, inilah faktanya, aku mencintaimu Dewi Lestari…”
“Aku pun mencintaimu…” Balas Dewi pada Aji.
“Jadi…”
“Ya, aku menerima cintamu Aji…”
Aji begitu senang dengan respon Dewi kepadanya, wajahnya memerah, begitu pun dengan Dewi.
“Baiklah, mungkin aku harus meninggalkan kalian berdua disini…” Ujarku.
“Fergy, terima kasih!!! Terima kasih teman…” Ungkap Aji padaku dengan mata berkaca-kaca.
“Kembali kasih, kawan..”
Kemudian, aku pergi meninggalkan mereka berdua. Dalam hatiku aku berkata ‘Mungkin ini memang menyakitkan, tetapi justru inilah yang membuat semuanya menjadi lebih baik. Aku merasa begitu senang melihatmu gembira Aji, walaupun aku harus mengalah untukmu teman…’
Sejak saat itu, Aji dan Dewi selalu bersama, dan mereka telah menjadi pasangan yang begitu serasi…

Tak Akan Terlupakan

Ya tanggal 16 September 2012 – 25 Mei 2013 tanggal yang tak pernah ku lupakan. Perkenalkan nama ku Kholila salsabila biasa dipanggil lila. aku sekarang kelas 1 SMA. aku dulu mempunyai seorang kekasih. kami sama sama mencintai. Tapi ada kesalahpahaman di antara kami berdua.
Ketika itu libur sekolah untuk lulusan dia SMA Dan aku SMP kami sama sama kelas 3, dia liburan ke pekan baru. dia selalu menghubungiku tapi jarang ku angkat telpon nya. karena ayah ku sakit sakitan tapi dia tak paham dia marah pada ku.
“Kenapa tidak diangkat telpon ku sayang?” sms dari dia.
“Maaf sayang lagi sibuk” Kubalas smsnya
“sayang mau oleh oleh apa?”
“tidak usah. aku hanya ingin sayang pulang dengan selamat itu sudah membuat ku bahagia”.
“oke sayang. uda dulu ya mau tidur ni. good night sayang”.
“good night too”
Aku pun kembali merawat ayah ku. tapi dia tak tau ayah ku sakit parah. dari situ kami mulai bertengkar terus. Dia menanyakan aku mau jam atau boneka. aku memilih jam. tapi dia tidak membeli kan jam dia telah ingkar janji kepadaku. Kami bertengkar malam itu. dia marah besar padaku. boneka itu pun diberikannya kepada sepupunya. Andai saja dia tau aku mau menerima boneka itu. tapi dia tak mengerti aku.
Tanggal 1 Mei dia pulang dari pekan baru. aku sering menelponya tapi dia tak pernah mengangkat telponku. dari Facebook selalu ku chat tapi dia tak pernah membalasnya. apa dia marah smaku tak menerima bonekanya atau ada wanita lain.
Hari hari ku semakin sepi. apalagi ayah ku sakit dan nenek ku meninggal pada tanggal 12 Mei padahal hari itu aku mengikuti ujian masuk bersama untuk sekolah SMA. aku mintak jemput oleh nya tapi dia tak mau menjemputku akhirnya aku pulang bersama teman kakak ku yang seperti ku anggap abang sendiri. aku pun tak pernah lagi komunikasi sama dia.
Tanggal 18 Mei hari sabtu dia ingin datang ke rumah ku tapi nanti malam malam minggu aku menyuruh nya datang nanti malam. dia tak berjanji dia akan datang.
Dia pun. tak datang malam itu alasannya ada acara sama temannya aku maklumi.
Dia pun tak pernah lagi menghubungiku aku bertanya tanya pada diriku sendiri. tanggal 25 malam minggu dia ku ajak untuk pergi jalan jalan tapi smsnya mengatakan “Maaf ya dek aku gak bisa untuk melanjutkan hubungan kita aku ingin fokus aku ingin sendiri dulu jika nanti aku sudah sukses akan ku jemput kau kembali. maaf ya sayang”. sms dari dia membuat aku kaget. ku balas sms nya “kenapa apa kau tak mencintaiku lagi. apa ada orang lain. yang bisa mengantikan. posisi ku di hatimu”. dia pun membalas “tidak. aku masih mencintaimu tapi aku tak bisa melanjutkan hubungan kita, kau akan ku jemput jika aku sukses nanti”.
Aku pun tak membalas sms nya aku hanya menangis mataku sembab aku tak tidur aku tetap menanggis.
Tapi setelah hubungan ku berakhir dengannya dia masih saja seperti pacarku. tapi tak lebih aku hanya mantannya.
Aku sampai sekarang tak bisa melupakannya. aku mencintainya. aku sakit hati mendengar dia telah bersama orang lain saat itu hatiku hancur. ketika dia putus aku sangat senang masih ada peluang untukku. tapi kudengar lagi dia telah bersama teman sendiri dan dia pun tetangga ku sendiri hatiku hancur berkeping keping. Dia telah putus dengan temanku. tapi dia sekarang berubah drastis dia tak seperti yang ku kenal dulu. tapi sampai kapan pun. hatiku tetap untuknya. Aku mencintaimu A. Ritonga

Ketika Cinta Harus Move On

“Sya, sebenarnya aku… aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu!!!”
DEGGG seketika aku terkaget mendengar perkataannya. jantungku pun mulai berdetak tak karuan. Lucaz, cowok yang selama ini dekat denganku, saat ini dia sedang menyatakan perasaannya padaku. Dan ini membuatku gelagapan harus berbuat apa. Memang, selama ini cuma dia satu-satunya cowok yang bisa membuatku nyaman saat bersamanya. Perhatiannya, pengertiannya, membuatku benar-benar memberikan nilai lebih padanya. Saat aku mengeluh, bersedih, seketika dia bisa menjadi seorang kakak yang selalu memberikan nasihatnya. saat aku butuh seseorang untuk mendengar ceritaku, dia pun bisa menjadi seorang teman yang menyenangkan. Tak bisa aku pungkuri, jauh di lubuk hatiku, aku pun menyukai dan menyayanginya. tapi untuk saat ini aku belum yakin dengan perasaanku sendiri terhadapnya.
“Sya, aku harap kamu mau jadi pacar aku” Ucapnya lagi membuyarkan lamunanku. kini matanya memandang sayu ke arahku.
“a.. aku” Ucapku ragu. sekarang aku dihadapkan pada permasalahan dimana aku harus menjawab iya atau tidak.
Aku pun memejankan mataku, menarik nafas dalam agar bisa sedikit perlahan. “Maaf” Ucapku perlahan. “Maafin aku Caz, aku… aku gak bisa jadi pacar kamu. bukan aku gak mau atau gak suka sama kamu. Jujur aku sayang banget sama kamu, tapi untuk saat ini aku belum bisa” ucapku lirih tanpa berani menoleh ke arahnya.
Aku tak mendengar satu kata pun yang keluar dari mulutnya. saat itu aku hanya mendengar nafasnya yang menderu. Dia terdiam mendengar jawabanku yang mungkin mengecewakannya.
“kamu kan tau, kalau aku… ”
“aku tau kok, dan aku ngerti” sahutnya memotong ucapanku.
“aku tau Sya, untuk saat ini kamu belum bisa menjalin hubungan dengan cowok siapapun itu, termasuk aku” ucapnya tersenyum.
ya aku memang berkomitmen kalau untuk saat ini aku belum bisa menjalin hubungan berpacaran dengan siapapun itu dan rupanya dia mengerti. Aku pun tersenyum lega mendengar jawabannya.
“makasih Caz, makasih kamu udah mau ngertiin aku”.
“tapi perlu kamu tau Sya, aku akan tetap menunggu. aku akan menunggu sampai kamu mau nerima aku”. tambahnya
“eu gak perlu Caz, gak perlu seperti itu. aku takut nantinya kamu kecewa”
“nggak Sya, aku akan tetep nunggu kamu”
“baiklah, terserah kamu saja” Senyumku padanya.
Sejak hari itu, kami pun masih menjadi teman baik. Selalu bercanda, bergurau dan aku senang bisa semakin dekat dengan Lucaz. Tapi akhir-akhir ini kita jarang berkomunikasi, mungkin karena kesibukan kita masing-masing. Aku pun mulai merasakan Rindu, aku selalu gelisah setiap kali memikirkannya. kemana dia? kenapa sekarang dia jarang menghubungiku? ingin sekali rasanya aku menghubunginya terlebih dahulu. tapi rasa malu memaksaku untuk tidak melakukan apa-apa. dan aku hanya bisa menunggunya menghubungiku.
Hari ini aku sangat dikejutkan dengan apa yang aku lihat di depanku sekarang. Aku melihat Lucaz sedang bersama seseorang yang sudah tidak asing bagiku. Dia sedang bersama Lirie, teman sekolahku dulu, tapi kami tidak terlalu akrab. Seribu pertanyaan pun berkecamuk dalam otakku. apa yang sedang mereka lakukan berdua disini? pikiranku langsung berpikir jauh. rupanya ini alasan kenapa akhir-akhir ini dia jarang menghubungiku. Aku tak sanggup membayangkan itu semua, apa mereka pacaran? Dan benar saja, firasatku ini tidak salah. sahabatku sendiri yang membenarkan kenyataan itu.
“Ra, si Lirie pacaran ya sama Lucaz?” tanyaku dengan menahan rasa sesak didada.
“iya Sya, mereka udah Jadian seminggu yang lalu”
bagai tersambar petir, jawaban Dira sahabatku benar-benar membuatku terpaku. Seketika hatiku berguncang hebat, mataku mulai berkaca-kaca. Aku tak tau, kenapa aku seperti ini. sakit rasanya mendengar kenyataan itu.
Tiap kali mengingat mereka, nafasku terasa sesak. api cemburu menjalar di seluruh tubuhku. Kadang ingin sekali aku memaki perempuan itu dan menyingkirkannya, agar hanya aku yang bisa dekat dengan Lucaz. Tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapa Lucaz. Aku hanya seorang wanita yang hanya bisa mengaguminya dalam diam, menatapnya dari jauh dan mengharapkannya dalam sepi.
Kini aku hanya bisa melihat orang yang aku cintai bersama dengan orang lain yang tak lain adalah temanku sendiri. Sakit memang mencintai seseorang tapi tak bisa memilikinya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, ini memang salahku. Aku yang salah pernah menyia-nyiakan kesempatan yang datang padaku untuk memilikinya. Sebenarnya yang paling menyakitkan buatku adalah Aku terlalu bodoh tidak mengatakan yang sebenarnya tentang apa yang selama ini aku rasakan padanya. Kini semua sudah terlambat, semua sudah terjadi. Aku juga tak pernah menginginkan untuk mencintainya. Rasa cinta ini tercipta karena kuasa Tuhan. Aku juga tidak tau, kapan aku mulai mencintainya. karena semuanya mengalir begitu saja.
“sabar Sya, mungkin nanti kamu bisa punya kesempatan lagi untuk memilikinya” sahut Dira menghiburku.
Yupp mungkin benar apa yang dikatakan Dira. Mungkin suatu saat nanti kesempatan itu akan datang lagi. Dan andai itu benar, aku pastikan, aku akan mengatakan semuanya tentang perasaanku terhadapnya selama ini, tanpa berharap untuk memilikinya. Hanya saja aku akan mengatakan padanya bahwa aku pernah menjadikannya sebagai Hal Terindah dalam hidupku. Karena mungkin, ketika kesempatan itu datang, aku telah mendapatkan pengganti Lucaz.
Jika benar Cinta itu tak harus memiliki, melihatnya bahagia pun itu sudah cukup.
- THE END -

Cinta Bukan Pilihan

Cerita ini dimulai saat usiaku genap 17 tahun. Saat ini aku adalah seorang siswi di sebuah sekolah ternama di surabaya, SMA Gemilang. Aku dilahirkan dan dibesarkan dari sebuah keluarga yang berada, papaku seorang pengusaha batubara di kalimantan sedangkan mamaku seorang owner sebuah restoran mewah. Ya, seperti kebanyakan anak orang kaya yang selalu dimanjakan dengan uang namun kurang kasih sayang. Padahal masih teringat dengan jelas masa-masa kecilku yang begitu indah bersama kedua orangtuaku, meskipun saat itu keluargaku belum sesukses ini. Tapi setidaknya aku masih bersyukur karena memiliki orangtua yang lengkap, dan itu sudah lebih dari cukup untukku. Cerita tentang keluargaku memang tidak ada habisnya, karena itu adalah cerita panjang dan tidak ada akhirnya. Hehe.
Namaku adalah Syaila Aquilla Moor lahir di Tokyo, Jepang namun berkebangsaan Indonesia. Aku dilahirkan dari pasangan David Moor dan Kariza Dinora yang merupakan kedua orangtuaku. Semenjak papa tinggal di Kalimantan, mama hampir tak pernah di rumah. Alhasil tak ada yang menemaniku di rumah kecuali Si mbok Darti, pembantu keluarga kami dari 25 tahun yang lalu.
Hari ini adalah awal masuk sekolah setelah libur panjang yang membosankan. Aku melangkah menyusuri koridor sekolah menuju ruang pengumumun untuk mengetahui dimana letak kelasku. Tiba-tiba dari arah belakang kudengar suara bawel dua orang cewek yang sangat aku kenal, Zahra Aisyah dan Agnessa Viara mereka adalah sahabatku semenjak aku bersekolah di sini.
“Hai Syil, lama banget kita nggak ketemu tapi kamu makin cantik aja.” Komentar Agnes, sahabatku yang paling bawel seantero dunia. Haha..
Jam pelajaran telah habis, kini waktunya istirahat. Aku dan dua orang sahabatku tanpa dikomando langsung beranjak dari tempat duduk dan melenggang dengan senangnya menuju kantin sekolah. Setelah kami memesan makanan yang kita mau, kami langsung membicarakan apapun yang ingin kita bicarakan kecuali liburan semester ini, karena mereka tidak ingin membuatku tersinggung. Namun perhatian mereka beralih ketika ada segerombolan cewek yang mengerubuti sesuatu. Ternyata sesuatu itu adalah seorang anak baru pindahan dari Bandung, yang kata semua cewek di sini seperti ada pangeran jatuh dari kerajaan.
Sekolah sudah sepi ketika aku masih menunggu Mang Diman yang belum juga menjemputku, entah sudah berapa lama aku di sini sampai-sampai aku tidak menyadari kehadiran seseorang yang duduk di sampingku. Dia hanya diam dan memejamkan matanya, namun saat kutanya dia tidak langsung menanggapinya. “hmm, aku Gerald murid baru di sini.” Ucapnya kemudian sambil menjabat tanganku. Pertemuan yang begitu singkat karena aku sudah dijemput Mang Asep supir pribadi Mama. Hari kedua di sekolah aku dijemput Willi, kapten tim basket di sekolah sekaligus idaman cewek-cewek Gemilang jauh sebelum Gerald datang. Sesampainya di sekolah semua perhatian tertuju pada kami, mungkin mereka iri karena mereka pikir kita sudah menjadi pasangan kekasih.
Bel istirahat telah berbunyi, seperti biasa kami langsung menuju kantin seolah-olah hanya itu tempat yang bisa kami tuju. Di tengah lapangan kulihat Willi sedang latihan basket dengan teman-temannya. Entah kenapa dan ada angin apa kurasakan ada seseorang duduk di sebelahku, setelah kulihat ternyata Gerrald. Aku heran kenapa dia ada di sini padahal masih banyak bangku yang kosong, dan dia seolah-olah tidak memperdulikan kalau dia menjadi bahan pembicaraan di sini. Dari arah lapangan basket kudengar irama langkah kaki yang sangat kukenal, William. Perhatian semua orang kini benar-benar tertuju kepadaku, apalagi dua cewek centil di depanku.
Aku sudah tahu apa yang akan terjadi, bukan karena aku bisa meramal tapi karena aku tahu sifat Willi yang selalu ingin melindungiku dari apapun yang mengancam ketenangan dan kebahagiaanku. Namun tanpa kusangka gerald segera beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan kantin dengan tenangnya. Aku bingung dengannya terkadang dia muncul tiba-tiba dan pergi pun dengan tiba-tiba, begitu misterius.
Hari demi hari telah kulalui, seperti biasa Willi menjemputku dengan mobil sportnya. Tidak seperti biasa istirahat kali ini aku berada di perpustakaan dan tentunya tanpa ditemani dua cewek centil yang biasanya selalu bersamaku. Entah sejak kapan mereka begitu alergi dengan buku-buku yang menjadi penghuni perpustakaan ini. Di sudut perpustakaan aku melihat gerald yang sedang menyendiri ditemani setumpuk buku sastra. “Ternyata kita bertemu di sini, apa kabar? Sudah lama aku tak melihatmu setelah insiden di kantin satu minggu yang lalu.” Sapanya kepadaku yang membuatku kaget. Bagaimana dia tahu aku di sini padahal aku berada di belakangnya, aku rasa dia punya indra keenam karena dia selalu tahu apa isi hatiku. “Kenapa tak menjawab salamku, are you ok Syaila?” ucapnya lagi padaku yang langsung aku jawab, “Emm, yeah of course I’m ok.” Dan terjadilah pembicaraan singkat di antara kami.
Aku terusik tentang perkataannya tadi di perpus yang membuatku tidak bisa tidur malam ini “Apa kau tahu, di sini aku tidak memiliki teman. Aku hanya ingin belajar di sini dan tentunya ada seseorang yang menemaniku sebagai seorang teman. Apa aku salah kalau aku ingin berteman denganmu? Aku pikir kau siswi populer di sekolah ini, mangkanya aku ingin lebih dekat denganmu. Tapi aku rasa aku harus menjaga jarak denganmu karena kau memiliki popularitas yang terlalu tinggi.” Kata-kata itu selalu terngiang dalam ingatanku. Bagaimana bisa orang sekeren dia tidak memiliki teman, apa dia bercanda? Mungkin karena dia terlalu keren mangkanya banyak anak yang minder untuk mencoba mendekatinya, apalagi menjadi temannya.
Istirahat kali ini aku mencarinya, tapi dia tidak ada di manapun. Aku rasa dia sedang berada di suatu tempat yang tidak ingin diketahui oleh siapapun. Tanpa berpikir panjang aku mengajak dua cewek centil menemui Fahlan, ketua perpustakaan yang cukup keren untuk seukuran anak kutu buku. Dua cewek centil itu menunggu di luar perpus, sementara aku masuk menemui Fahlan. “Aku ingin bicara denganmu sebentar, bisa?” tanyaku tanpa basa-basi. Fahlan menoleh dan dia terkejut melihat aku di sini, “Waw primadona SMA Gemilang, tidak kusangka kau ingin menemuiku dan bicara denganku.” Ucapnya dengan lembut. Setelah sepuluh menit berlalu dia tahu apa yang aku rasakan, dan dia akan mencoba untuk membantu masalah yang aku hadapi tentang Gerald.
Ternyata kegelisahanku tentang Gerald yang butuh seorang teman dirasakan juga oleh Willi. “Akhir-akhir ini kau seperti sedang memikirkan sesuatu.” Tanya Willi tiba-tiba. “Tidak, aku hanya sedikit pusing.” Jawabku berkilah. “Aku mengenalmu tidak sehari dua hari Syil, sudah hampir tiga belas tahun. Aku tahu pasti apa yang kau rasakan sekarang, hanya saja aku tidak tahu apa masalahnya.” Timpalnya. Obrolan kami terhenti ketika mobil Willi memasuki gerbang sekolah. Dari arah berlawanan kulihat Fahlan sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya dan juga Gerald, aku tidak menyangka akan secepat ini. Bagaimana Fahlan melakukannya?
Sms diterima “Sama-sama Syaila, aku senang bisa membantumu. Dan sekarang aku memiliki teman baru yang pikirannya sejalan denganku. Aku juga sangat berterimakasih padamu.” Itu yang diucapkan Fahlan setelah aku mengucapkan terimakasih lewat sms. Perasaanku sekarang sudah lebih tenang. Tanpa kusadari sedari tadi dua sahabatku yang centil ini memperhatikan tingkah lakuku yang senyum-senyum sendiri. “Tadi kau begitu murung, sekarang keceriaanmu sudah pulih kembali. Apa yang terjadi, kau tidak menceritakannya pada kami?” tanya Agnes penasaran.
“Apa?” tanya mereka ketika aku sudah menceritakan semua masalah Gerald. “Bagaimana mungkin anak sekeren dia tidak memiliki teman, kau bercanda Syil?” ungkap Zahra yang mulai ikut terbawa suasana. “Ya memang itu yang terjadi, kalian tahu aku tidak pernah membohongi kalian kan?” jawabku seraya membaca buku. Kini mereka mengerti bahwa tidak selamanya cowok keren dan tampan memiliki banyak teman. Namun mereka masih tidak habis pikir kenapa Gerald hanya bercerita padaku, kenapa tidak kepada mereka atau yang lainnya.
Satu bulan telah berlalu. Kini kebahagiaanku semakin bertambah karena Gerald sudah mulai menemukan titik kebahagiaannya sendiri. “Aku tahu semua ini adalah perbuatanmu.” Ucap sebuah suara di belakangku. Tanpa menoleh aku menjawab “Apa kau ingin mengucapkan terimakasih padaku?”. “Tentu, ternyata kau benar-benar sangat populer di sekolah.” Jawabnya tanpa basa-basi. Setelah aku duduk di sebuah bangku kayu sudah cukup tua usianya diapun ikut duduk di sebelahku. Aku sudah tahu kalu dia Gerald, dari gaya bicaranya sangat khas dan lembut.
Dia mengantarkanku pulang ke rumah, karena jarak antara taman kota dan kompleks rumahku lumayan jauh. Willi yang melihatku bersama Gerald langsung menghampiriku dan bertanya “Apa dia mengganggumu?”. “Kami tidak sengaja bertemu di taman sewaktu aku sedang jogging, dan dia mengantarkanku karena dia tahu aku tidak membawa kendaraan sendiri.” Jawabku dengan polos. Gerald pun memohon pamit untuk menghindari terjadinya permasalahan yang lebih besar dengan Willi. Ternyata dia cukup dewasa, tanpa aku sadari aku mulai memikirkannya.
Weekend kali ini aku dijemput Gerald. Dia bilang ingin mengajakku ke suatu tempat. Ini adalah kali pertama aku jalan dengannya. Sepanjang perjalanan kami tidak banyak mengobrol, mungkin tidak ada bahan pembicaraan atau bahkan kami sama-sama gugup. Setelah perjalanan yang melelahkan akhirnya kami sampai di suatu tempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya. Tempat ini begitu indah dan sejuk, aku seperti telah dibius oleh keindahan tempat ini sampai-sampai aku tidak memperdulikan orang yang mengajakku kesini.
“Aku tahu kau akan menyukai tempat ini. Kau boleh datang kesini kapanpun dan selama yang kau mau, aku akan memberikan kuncinya untukmu.” Ucap Gerald yang membangunkan lamunanku. “Kenapa kau mengajakku kesini? Dan kenapa juga kau ingin menyerahkan kunci tempat ini untukku, bukankah seharusnya kau melakukan ini kepada orang yang benar-benar kau sayang?” tanyaku bertubi-tubi. “ arena kau orangnya, Syaila. Sejak pertama kali aku melihatmu aku sudah merasakan ada yang salah dengan perasaanku, dan ketika kau menjawab semua pertanyaanku di perpustakaan waktu itu bukan dengan ucapan melainkan dengan perbuatan, aku semakin yakin bahwa aku telah jatuh cinta padamu.” Jawabnya dengan gamblang.
Sejak kejadian weekend kemarin, aku merasa canggung bila bertemu Gerald. Pernyataan tentang perasannya begitu mendadak, aku bahkan tidak sempat menjawabnya. Kumainkan sebuah kunci dengan gantungan boneka dolpin kecil yang cantik, kunci pemberian Gerald yang entah kenapa ada di tanganku. Sudah seminggu ini aku selalu memikirkannya, kemisteriusannya membuatku semakin penasaran tentang bagaimana kehidupan pribadinya. Pikiranku semakin kacau kala mengingat pernyataan perasaan William kepadaku tiga belas tahun yang lalu, dan sampai sekarang pun Willi masih menyimpan perasaan itu.
Aku terjebak di antara dua orang pria yang sangat berbeda perilaku dan sifatnya, sebenarnya mereka mempunyai kesamaan yaitu sama-sama mencintaiku. Tapi aku tidak bisa memilih karena cinta itu bukan soal pilihan, hanya saja terkadang orang melakukan pilihan untuk menjadikan semuanya mudah. Aku bukan tipe orang yang pemilih, karena semua hal tentang hidupku telah ditentukan orangtuaku kecuali cinta tentunya. Mereka pikir untuk masalah yang satu itu harus aku sendiri yang menentukan, entah kenapa.
Ini sudah lima bulan berlalu dan sekarang aku dihadapkan dengan dua orang pria yang hendak meminta pertanggungjawaban perasaan mereka padaku. “Aku tidak bisa memilih di antara kalian, karena memang dari awal pilihan ini tidak seharusnya ada. Aku sudah menganggapmu seperti kakakku sendiri Willi, dan untuk kau Gerald aku tulus berteman denganmu.” Kataku memecah kesunyian. “Lalu siapa nantinya yang akan menjadi kekasihmu kalau bukan salah satu di antara kami?” Timpal Willi. Dari arah pintu masuk seseorang yang sangat aku kenal wangi tubuhnya masuk ke dalam rumahku. “Akulah nantinya yang akan menjadi bintang di hati Syaila.” Jawab orang itu sambil duduk di dekatku.
“Perkenalkan ini Azka Immanuel Shan, calon pendamping hidupku.” Ujarku menjelaskan. “Kau tidak pernah bercerita tentangnya padaku, bahkan aku sama sekali tidak menyadari kehadirannya di hidupmu.” Ungkap Willi. Azka menjelaskan semua awal mula pertemuan kami dan sampai kami mengucap sebuah janji untuk bersama. Gerald hanya terdiam membisu, dan setelah dia tahu semua dia langsung meninggalkan rumahku dengan tersenyum simpul. Sedangkan Willi bisa menerima semua ini dengan lapang dada, baginya yang terpenting untuknya adalah kebahagiaanku. Itulah yang aku sukai dari Willi sebagai seorang teman bahkan sebagai seorang kakak.
Semenjak kelulusan sekolah diumumkan, aku tidak mendengar kabar tentang Gerald. Dia seperti hilang di telan bumi. Pulang dari wisuda sekolah aku langsung mengajak Willi ke tempat dimana Gerald menyatakan perasaannya padaku. Namun tempat ini tak seindah saat pertama kali aku kesini, keindahan tempat ini seperti ikut dibawa pergi olehnya. Tempat ini dulu melukiskan tentang semua perasaan cintanya padaku dan sekarang tempat ini juga masih melukiskan tentang semua perasaannya, meskipun itu adalah kekecewaan dan kesedihannya. Aku berdo’a semoga dia mendapat seseorang yang lebih baik dariku, amien…
NOTE: cinta bukan soal pilihan, karena cinta tak memilih untuk siapa dia akan berlabuh.

Kukira Itu Cinta

Aku memandang ponsel BBku dengan geram. Kini, ponsel bukanlah sarana penyemangat, hiburan ataupun komunikasi bagiku khususnya. BB ini menjadi suram bagiku. Dentingan dan LED BBku pun tak pernah ku hiraukan. Percuma saja! Jika aku memandang BBku, BBM darimu, Telfon darimu, SMS darimu ataupun Skype darimu tidak lagi kan kudapatkan. Aku merasa benar-benar kacau. Lewat BBM, kau memaki, mencaci, membentak dan menyalahkanku. Sementara aku sendiri tidak tau dosa apa yang telah ku perbuat padamu hingga berakibat seperti ini.
Kau mengawali segalanya. Kau memulai perkenalan kita. Perkenalan yang aku lupa kapan itu terjadi. Dan entah bagaimana bisa terjadi. Aku sudah melupakannya. Yang ku tau dan ku ingat, kau begitu menyenangkan saat itu. Kita tertawa, bercanda dan bercerita apapun yang menarik. Penting ataupun tidak penting. Kau selalu memiliki topik untuk dibicarakan lewat pesan BBM. Kita pun saling bertukar foto. Foto masa lalu kita yang konyol dan lucu.
Foto itu adalah foto kita saat berumur 5 tahun. Foto kita yang unyu dan imut itu sukses membuat kita tertawa lepas di tempat masing-masing. Dan tentunya di depan ponsel BB masing-masing. Kemudian kau mengirim gambar macan dan menyamakanku dengan gambar menyeramkan itu. Aku tak mau kalah. Aku membalas dengan mengirimimu gambar pocong. Kau tidak terima dan marah-marah tak jelas padaku.
Semakin lama aku merasakan ada gejolak dalam relung hatiku, ikut menari riang gembira, bergoyang-goyang, serta terbang melayang. Aku bahagia. Perhatian yang kau berikan padaku kurasa tulus. Kau bercerita tentang cinta. Segala pendapatmu tentang cinta kau ceritakan padaku. Dengan caramu. Caramu yang sangat menyentuh hatiku. Caramu yang membuatku semakin terpesona oleh sosokmu.
Pada suatu saat kita saling menceritakan pengalaman cinta kita. Cinta pertamamu begitu indah. Kau menceritakan dengan gaya laksana sang pujangga cinta. Kau juga bercerita tentang mantan-mantan pacarmu. Bercerita tentang kau yang pernah menjadi ‘Kekasih Gelap’. Di dalam hati aku merutuki kebodohanmu yang dengan santai menjadi Selingkuhan. Betapa cerobohnya dirimu. Bagaimana jika pacar asli dari pacarmu itu tau? Entahlah. Itu bukan urusanku. Jika kamu milikku, aku berjanji takkan pernah menduakanmu.
Di setiap malam harinya, kita selalu bersapa ria lewat skype, twitter, facebook, line dan Sosial Media lainnya. Melalui skype, saat itulah wajahmu dan wajahku bertemu secara dekat dengan perantara webcam. Matamu memancarkan elok nirmala kesejukan fajar dalam hatiku. Suara lembutmu yang mengucapkan “Good Night” berhasil menarik bibir ini hingga mengukir sebuah senyuman manis. Walau hanya 2 kata, tapi aku tak bisa untuk tidak mengartikan itu wujud perhatianmu padaku. Aku terlelap dalam tidurku bersama mimpiku. Kulihat bayanganmu tersenyum manis di mimpiku. Ya Tuhan! Kurasa aku mulai menyukainya dan menyayanginya.
Dan lagi terjadi, di lain hari. Kau adalah seorang pemain bola. Aku tahu itu, karena kita memang satu sekolah. Dan aku mencari berbagai informasi tentangmu dari teman-teman dekatmu. Aku juga sangat menyukai sepak bola. Kita membicarakan tentang tim favorit kita. Pemain idola kita. Kau menyukai Arsenal, sedangkan aku menyukai Barcelona. Di hari sabtu dan minggu adalah hari latihanmu. Kau selalu mengabariku. Apa yang sedang kau lakukan, dimana keberadaanmu, bersama siapa dirimu saat itu. Kau mengabariku. Seusai ataupun sebelum latihan kau mengirimiku BBM. Dan yang semakin membuatku kaget adalah, kau memanggilku ‘SAYANG’.
Aku kira aku memang orang bodoh. Karena hubungan kita berangsur-angsur tanpa ikatan yang jelas. Di malam minggu setelah kemenangan tim sepak bolamu yang mendapat juara 1, kau mengajakku jalan, dinner dan ini adalah kali pertamaku ngedate denganmu. Ah apa ini bisa dibilang kencan? Yaaa kurasa memang begitu. Kau menghampiri langsung di rumahku, dengan motor sportmu tentunya. Dan tak ketinggalan kau meminta izin kepada ayahku tersayang untuk mengajakku keluar. Betapa bahagianya diriku. Bagaimana bisa aku hanya menganggap ini semua wajar sebagai teman. Semua kaum perempuan pun akan merasa benar-benar dicintai saat seseorang yang disayangi melakukan hal itu.
Aku membonceng di belakang mu dengan perasaan campur aduk. Kau melajukan motormu itu sangat kencang. Ah laki-laki memang modus. Itu taktik agar perempuan takut jatuh lalu akan merangkul pinggangnya dengan erat. Mau tak mau aku merangkul pinggangmu. Semakin kencang lajumu, semakin erat tanganku melingkari pinggangmu. Denyut jantungku begitu kencang, darah terpompa dari bilik kiri ke seluruh tubuh, arteri di tanganku mengalir deras, aku merasa seperti lari maraton. Aku berharap kau bisa merasakannya.
2 hari setelah malam itu, kau menghilang tak berjejak. Pesan BBM darimu kutunggu-tunggu juga tak kunjung datang. Aku berfikir, mungkinkah kenangan malam itu hanya mimpi? Tidak mungkin! Aku merasakan itu semua benar-benar nyata! Aku mencubit lenganku waktu itu, dan rasanya sakit. Ah atau… mungkinkah malam itu adalah perayaan perpisahan kita? Oh Ya Tuhan… Kumohon jangaaan!
Hingga suatu ketika kabar burung terdengar oleh telingaku. Kau memiliki kekasih baru. Yang tak lain adalah temanku. Aku mencoba meminta penjelasan padamu, dan kau mengakuinya. Aku juga meminta penjelasan padanya, tapi dia tetap mengelak tak mau mengakuinya. Aku mendesaknya dan akhirnya ia mengakui itu. Bahwa dia -yang merupakan temanku- adalah kekasihmu. Aku memintanya menceritakan bagaimana dia bisa jadian denganmu. Aku tak bisa mengontrol emosiku saat itu. Aku luapkan padanya. Sementara kau dengan santai justru membelanya dan terus-terusan menyudutkanku, menyalahkanku, membentakku, bahkan mencaci maki diriku.
Air mataku terus berlinang. Hati ini terasa sakit dan perih. Bagai tertusuk belati. Aku ingin sekali berteriak saat itu, tapi aku menyadari keberadaanku yang kini di dalam kamar. Aku khawatir orang-orang akan menyangka aku ini GILA. Ku urungkan niatku berteriak dan terus menangis tersendu. BB yang kini kupegang terasa menggetarkan. Lewat BBM, Chat, DM dan pesan singkat kalian berterus terang saja meminta maaf kepadaku atas dosa yang kalian perbuat. Dentingan BBku berbunyi tanpa henti, Flipnya pun berkedip-kedip merah, biru, hijau. Aku tak kuasa! Tanpa pikir panjang, kumatikan saja ponsel BBku ini. BB keramat yang menyisakan luka mendalam bagiku.