Jumat, 20 Maret 2015

Terima Kasih Sahabatku

Sekolah baru, teman baru dan mungkin juga sahabat baru. aku baru saja pindah ke Jakarta. setelah 14 tahun berada di Surabaya. aku yang meminta untuk tinggal di Jakarta, sebab aku tak suka suasana disana, semua sombong dan semua memilih-milih teman. dan aku berharap disini tak seperti yang sudah ku alami disana.
Pastinya ini juga suana baru. pagi hari aku bersemangat untuk ke sekolah baru, semua serba baru pastinya. tapi, pagi itu aku kena sial. sebuah mobil mewah menyemprotku dengan air yang masih tergenang dekat torotoar jalan bekas banjir. orang itu segera turun dan meminta maaf padaku. aku tak boleh ke sekolah dengan pakaian kotor seperti ini. orang itu pun mengajakku ke rumahnya dan memberikan ku sebuah seragam sekolah seperti punyaku. orang itu juga bersekolah sama denganku.
“Maaf sekali lagi”. katanya menyesal.
“Tak apa, lagi pula aku sudah mendapatkan seragam baru darimu!”. kataku sambil tersenyum menghibur.
“Kau kelas berapa?”.
“Satu, dan kau?”.
“Dua. tapi aku tak melihatmu sewaktu MOS”.
“Tentu saja, aku tak ikut MOS saat itu, aku masih berada di Surabaya. ayahku sudah meminta izin ke kepala sekolah”.
“Oh jadi kau perempuan itu. kau sungguh cantik”.
“Benarkah? terimakasih”.
“Mmm.. siapa namamu?”.
“Tiara, panggilannya Ara. kau?”.
“Annisa, panggil saja Nisa”.
Dia sangat baik. ku kira orang Jakarta sombong, ternyata aku salah.
Dua menit kemudian aku sampai ke sekolah. dia mengantarku ke kelas yang akan ku tempati belajar bersama teman baru..
“Terima kasih sekali lagi”.
“Ok”.
Semua memperhatikanku, apa ada yang salah denganku? sepertinya tidak ada. laki-laki menatapku, perempuan membicarakanku. mengapa? tapi tak apa lah, aku akan berusaha untuk cepat akrab dengannya. aku akan duduk di bangku paling belakang.
Di Rumah
“Bagaimana harimu?”. tanya seorang pemuda yang baru saja keluar dari kamar mandi. aku tak mengenalnya, apa dia juga keluarga ku? lantas, mengapa aku tidak tahu itu?
“Baik, kau siapa?”.
“Hahah, kau tak tau aku? aku ini Om mu. saudara dari ibumu. ya pasti kau tak mengenalku. aku baru pulang dari New york. kau sudah besar rupanya”. katanya sambil tertawa kecut.
“Oh, tapi kau tampak muda. apa kau memakai ramuan awet muda?”.
“Kau ini. aku masih berusia 19 tahun”.
“Oh, maaf!”.
Di Sekolah
Siapa dia? pria memkai topi berwarna merah dan memakai kacamata baca, kemudian membuka topinya, wow orang itu sungguh keren. tapi apa dia mau bergaul dengan wanita? menurutku dari gayanya yang keren itu dan banyak perempuan yang mendekatinya, dia seorang pria yang mempunyai sebuah kelompok, atau bisa dibilang geng bermotor atau apalah. dan aku tak punya kesemepatan untuk mendekatinya.
‘HAAPPP’ seseorang membuatku terkejut dari belakang. “Nisa”. kataku sambil tersenyum.
“kau sedang apa?”.
“aku sedang melihat pria yang sedang duduk sambil membaca buku disana”.
“Ryan (Rayen Bacanya)? kau menyukainya?”.
“Ryan? ah tidak. kau mengenalnya? apa dia anggota geng?”.
“Bukan, Ryan itu sahabat dekatku. ayo ku kenalkan kau dengannya”
Nisa mengajakku kesana. jujur, aku suka padanya, tapi aku tak mau bilang dulu pada Nisa.
“Hey!”. kata Nisa menepuk pundak Ryan dari belakang kemudian duduk di sampaing Ryan.
“Hey! tadi aku mencarimu”.
“Aku datang telat. eh ini teman baru ku, siswi kelas satu, namanya Tiara, panggilannya Ara!”.
“Ara!”. kataku sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
“Ryan”. jawabnya sambil tersenyum. akupun duduk disamping Nisa.
lewat tiga bulan, aku sudah akrab dengan Ryan, aku sudah tau semua tentang Ryan dan Nisa. mereka kini menjadi sahabatku. meski beda umur dan kelas, tapi itu tak memisahkan kita untuk menjalin sebuah hubungan ‘SAHABAT’
hingga suatu malam, aku mencurahkan semua pada Nisa, aku mengakui kalau aku menyukai Ryan sejak pandangan pertama.
“Oh, jadi kau suka dengan Ryan?”.
“Iya. hehe. bagaimana menurutmu?”.
“Bagus. apa kau mau minta bantuan kepadaku?”.
“Apakah boleh”. tanya ku bersemangat.
“Tentu saja”.
Aku senang bisa mengenal Nisa. dia sangat mengerti dengan perasaanku. seminggu telah berlalu. Ryan mengatakan cinta padaku. dengan perasaan senang aku menerimanya. tapi aku melihat aada yang berbeda dengan Nisa, Nisa tak pernah bersamaku lagi setelah aku jadian dengan Ryan. aku pun ke kelasnya dan mengajaknya makan sebagai tanda terimakasih.
“Nisa. kau kenapa? mengapa kau tak pernah gabung dengan ku dan Ryan?”.
“Hahah, tak apa. nanti kata orang aku akan mengganggu hubungan kalian, atau ada orang ketiga maksudku”.
“Hahah, tidak apa Nisa. nah itu Ryan. ayo kesana”.
Mereka berdua tak berbicara sama sekali, aku heran. apa mereka punya masalah tanpa aku ketahui?
“Kalian kenapa? apa kalian marahan?”. tanyaku sambil menatap keduanya.
“Tidak, kami tak punya masalah. tenanglah!”. jawab Nisa. Ryan hanya membaca bukunya. tiba-tiba Nisa sesak dan pingsan, Ryan membawa Nisa ke ruang UKS. ryan tampak begitu perhatian dengan Nisa, Ryan menjaga ketat Nisa dan memegang tangan Nisa.
Muncul sebuah kecemburuan, tapi tak apa. mereka sahabat. jadi apa salahnya.
Esok harinya Nisa tidak masuk sekolah, Ryan juga tak menemuiku hari ini. aku melihat ada yang berbeda dengan Ryan. dan aku mendengar kalau Nisa meninggal dunia hari ini, aku segara ke rumahnya. disana ada Ryan yang sedang menangis sambil menyuruhnya bangun dan mengguncangkan tubuhnya. nisa sudah berbaring tak bernyawa disana, aku mendekat dan berusaha untuk menghibur Ryann.
Ibu Nisa memberiku selembar surat, aku membacanya setelah pulang dari pemakaman.
ISI SURAT NISA
“To. Ara
kalau kau sudah membaca surat ini, berarti aku sudah beristirahat untuk selama-lamanya. makasih untuk kamu Ara yang sudah menjadi sahabtku selama beberapa bulan terakhir ini. aku senang bisa mengenalmu.
ada yang ingin aku bicarakan padamu. tapi maafkan aku baru bisa memberitahumu sekarang. aku tak ingin mematahkan harapanmu. sebenarnya dua hari setelah kau bilang kau suka pada Ryan, aku sudah jadian dengannya, sengaja aku tak memberitahumu malam itu, karena aku peduli dengan perasaanmu. aku berpesan jaga Ryan untukku, jangan kau membuatnya menangis, hibur dia jika bersedih, dan alihkan pembicaraannya jika ia memulai membicarakan tentangku. ini demi kau juga. sampaikan salam terakhirku untuk Ryan.
Annisa
Apa? a..aku.. aku sudah membuat mereka memutuskan sebuah hubungan yang spesial, aku.. aku seorang yang jahat, aku tak tahu kalau mereka menjalin hubungan, maafkan aku Nisa, maaf.. aku tak tahu itu, seandainya aku tau, aku tak akan membuatmu berpisah dengan Ryan. mengapa kau melakukan itu?
Baiklah, aku akan melakukan semua demi kau, karena kau sudah banyak berkorban padaku, terutama berkorban Ryan untukku.
Aku harus menemui Ryan besok.
“Apa kau menyukaiku?”. Tanyaku sambil duduk di sampingnya.
“Maksudmu?”.
“Iya, aku bertanya. kau suka padaku?”.
“Mengapa kau bertanya begitu”.
“Jawab yang jujur”.
“Iya!”.
“Jawab yang jujur, aku tau kau berbohong, aku tau ini semua ide Nisa untuk mempersatukan kita dan membuat hubungan mu putus dengannya. maaf, maafkan aku. aku tak akan mengganggumu lagi. tapi aku harus mengabulkan perintah Nisa, meski itu sulit, yaitu membuatmu tersenyum. baiklah, aku pergi”.
“Tunggu”. kata Ryan memegang tanganku. “Aku akan berusaha untuk mencintaimu, aku akan berusaha untuk terbiasa padamu, meski itu sulit. kau tak perlu pergi dariku. kita tetap satu, sebagai sahabat dan sepasang kekasih”.
“Apa itu karena Nisa?”.
“Tidak, ini karena hatiku”. katanya tersenyum dan memelukku. Aku sungguh sayang pada Ryan, ini bukan karena Nisa, tapi karena hatiku juga. aku takkan melupakanmu Nisa, dari semua pengorbananmu untukku.
TERIMAKASIH SAHABATKU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar