Rabu, 18 Maret 2015

Sampai Jumpa Sahabatku

Namaku Raisa. Aku bersekolah di SD Global Andalan, kelas 5A. Aku mempunyai sahabat, yang bernama Anindya dan Naila. Kami bersahabat sejak kelas 4. Tetapi, semenjak Naila datang, berangsur-angsur Anindya mulai menjauhiku. Betapa sedihnya hatiku melihat ini semua. Tetapi, aku masih bisa bermain dengan yang lainnya. Disaat kelas 5, mereka semakin menjauhiku. Bahkan, mereka membicarakanku secara diam-diam. Seperti, “Manis di depan, busuk di belakang”. Aku tidak berkecil hati karena masih ada Karlina, yang biasa dipanggil Karin. Dia menemani hari-hariku dengan ceria. Dia tomboy, juara karate. Walaupun begitu, dia tidak sombong. Dia tidak terlalu pandai dalam pelajaran, jadi aku sering membantunya. Bukan membantu seperti mencontek ya, tetapi mengajarinya apa yang tidak dia pahami. Dia juga mengajariku untuk bisa karate. Walau terkadang terjatuh, aku tetap semangat.
Saat pelajaran Olahraga, kami mempelajari tentang Lari. Disitu, kami berlomba untuk mencapai garis finish. Aku melawan Anindya. Dengan tatapan sinisnya, dia berkata “Kau pasti akan kalah, Raisa!!” aku hanya menjawabnya dengan senyuman. Saat berlari, Anindya terjatuh. Dia berkata kepada Pak Hari, guru Olahragaku, bahwa akulah yang membuatnya terjatuh. Aku tidak terima. Aku membela diriku bahwa Anindya terjatuh dengan sendirinya. Tetapi, Pak Hari tidak mempercayaiku. Aku berlari menuju kelas. Disana, aku menangis. Mengapa Pak Hari tidak mempercayaiku? Disaat itu juga, datang Karin yang memberiku semangat dan mengatakan bukan aku yang salah. Aku berkata “Terima kasih Karin, kau telah percaya kepadaku.” Karin menjawab “Apapun untuk sahabatku.” Sambil tersenyum.
Suatu hari, papa mengatakan bahwa kami akan pindah ke Palembang karena papa akan pindah kerja. Kami akan pindah bulan depan. Aku mengatakan kepada papa “Papa, kok lama kali sih bilangnya? Kalau kemarin-kemarin bilangnya, Raisa pasti lebih siap.” Papa menjawab sambil tersenyum “Raisa, papa juga baru mendapat kabarnya sekarang.” Aku hanya menjawabnya dengan “Ooo.”
Dengan segera, aku langsung menelpon Karin dan menceritakan semuanya. “Hah? Kamu mau pindah Sa? Yah, aku jadi gak ada teman yang cerewet nih.” Karin bertanya-tanya. “Karin, kamu bisa bilang ini ke Anindya dan Naila tidak? Aku takut, mereka masih marah kepadaku. Kumohon.” Aku memohon kepada Karin. “Baiklah, akan kusampaikan ini kepada mereka. Sudah dulu ya, Raisa, aku mau pergi latihan karate. Bye.” Ucap Karin. Saat Karin mengatakan kepada Anindya dan Naila tentang kepergianku, mereka menjawab “Baguslah kalau Raisa pergi. Aku menjadi tidak punya musuh di sekolah. Begitu kan Naila?” Naila hanya mengangguk. Karin membalasnya dengan marah. “Hei kalian!! Raisa mau pergi, kalian kok malah senang?! Raisa malah berharap kalian akan memaafkannya! Padahal kan kalian yang salah! Teman yang jahat!”
Sebulan kemudian…
Raisa dan keluarganya sudah ada di bandara. Keluarga Karin juga ikut mengantarnya. Ternyata, keluarga Raisa dan Karin sangat dekat. “Raisa, jaga dirimu disana ya. Jangan lupain kami semua. Semoga kamu mendapat teman yang baik disana.” Ucap Karin sambil memeluk Raisa. Dia menangis. Raisa tidak tahu apakah dia akan mendapat teman sebaik Raisa. “Kamu juga ya, Rin. Jangan lupain aku. Ini, sebagai tanda persahabatan kita.” Raisa memberi Karin sebuah Album Foto. Foto mereka berdua. Saat akan Berangkat, Karin melambaikan tangan. Sampai jumpa, Sahabatku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar