Jumat, 20 Maret 2015

Cinta Atau Sahabat

Aku semakin mengeratkan pelukanku pada kedua kakiku saat petir yang menggelegar itu kembali terdengar dalam indra pendengaranku. Air mataku kembali mengalir saat hujan di luar sana kembali turun dengan derasnya seolah ikut merasakan apa yang tengah aku rasakan saat ini. Sesak, sungguh rasanya sangat sesak seakan aku sudah tidak bisa bernafas dengan benar saat ini karena air mata yang sudah tumpah membasahi wajahku sejak aku pulang sekolah dan mengurung diriku di kamar. Aku semakin mengeratkan pelukanku di kedua kakiku saat aku merasakan tubuhku yang semakin bergetar seiringan dengan air mata yang semakin mengalir dari mataku. Mereka? dua orang yang sangat berarti dalam hidupku dengan teganya membohongi dan mempermainkan perasaanku. Tidak masalah jika pria yang aku cintai mencintai gadis lain atau bahkan berpacaran dengan gadis lain, tapi tahukah kalian? bagaimana perasaan kalian jika kalian tahu bahwa orang yang dicintai oleh pria yang sangat kamu cintai itu adalah sahabatmu sendiri? sahabat yang sudah menjadi orang kepercayaanmu untuk bisa menolongmu mendapatkan cinta dari pria itu, tapi kini kenyataan yang harus kamu terima adalah ternyata di belakangmu sahabatmu itu diam-diam tengah menjalin hubungan dengan pria yang kamu cintai. Sakit bukan? dan itulah yang kini tengah aku rasakan, bahkan rasa sakit itu kini membuat dadaku terasa sangat sesak.
Aku menolehkan kepalaku saat aku mendengar getaran ponselku yang kuletakkan di atas meja. Aku mengambilnya perlahan dengan pandangan mata yang buram karena air mata yang belum mengering sepenuhnya. Aku mengusap air mataku dan melihat belasan sms masuk dan belasan panggilan tak terjawab dari sahabat-sahabatku yang lain. Aku kembali meneteskan air mataku saat membuka satu persatu pesan dari mereka yang menanyai bagaimana keadaanku saat ini. Aku menjatuhkan ponselku begitu saja dan kembali memeluk kedua kakiku dan kembali menangis yang membuat tubuhku terasa bergetar.
“Tuhan, kenapa rasanya sangat sakit dan sesak sepert ini”. Ucapku lirih dengan air mata yang semakin deras membasahi wajahku.

Aku melangkahkan kakiku memasuki gedung sekolahku dengan mata yang aku yakin masih sedikit sembab karena tangisanku semalam. Aku sudah berusaha mencuci wajahku beulang kali tapi tetap saja, mata sembab dan lingkaran hitam di bawah mataku masih terlihat. Aku berjalan menuju kelasku dengan langkah lesu tapi seketika kakiku tiba-tiba saja berhenti saat aku melihat pria yang aku cintai itu tengah berjalan berlawanan arah denganku. Aku menundukkan kepalaku dan merutuki perasaanku yang tidak pernah terkendali jika aku melihatnya berada di dekatku. Aku mengepalkan tanganku berusaha untuk menahan air mata yang sedang berlomba-lomba untuk keluar dari pelupuk mataku.
“Tidak, aku mohon jangan saat ini. Aku mohon jangan menangis saat ini” Ucapku pelan berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri dan tetap berjalan dengan kepala menunduk karena aku sama sekali tidak sanggup untuk melihat wajah itu lagi.
“Tasya…”. Aku menahan nafasku saat aku mendengar suara yang sangat aku hafal itu memanggil namaku. Dan kembali aku merutuki kebodohanku yang tidak bisa mengacuhkan panggilannya itu.
“Sya…”. Panggilnya lagi yang membuatku memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya aku berbalik badan dan menatapnya yang kini tengah melihatku dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Hemmm”. Jawabku dengan gumaman yang membuatnya kini menatapku dengan tatapan menyelidik.
“Kamu baik-baik saja?”. Tanyanya yang membuatku saat ini ingin sekali mengeluarkan air mataku. Aku tidak baik-baik saja bodoh, dan ini semua karena dirimu. Kenapa kamu tidak pernah peka terhadap perasaanku Adrian? apa sebegitu besarkah rasa ketidaksukaanmu kepadaku sehingga kamu tidak pernah peka dan tidak pernah perduli dengan perasaanku?.
“Eumm aku baik-baik saja”. Jawabku datar yang membuatnya menganggukan kepalanya pelan.
“Eumm kalau begitu aku duluan Sya”. Ucapnya dan setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan aku yang kini menatap punggungnya dengan pandangan sedikit buram karena mataku yang sudah berkaca-kaca. Pria itu, kenapa tega sekali membuatku hancur seperti ini?. Aku sangat tahu jika ia tidak mempunyai perasaan apapun padaku tapi bisakah ia menghargai perasaanku sedikit saja? bukankah selama ini ia sudah sangat jelas mengetahui perasaanku padanya tapi kenapa dengan teganya justru ia berpacaran dengan wanita lain dan lebih teganya lagi adalah ia berpacaran dengan sahabatku sendiri secara diam-diam. Aku menggigit bibir bawahku berusaha untuk menahan air mata dan rasa sakit yang kembali menjalar di dadaku ini, dan dengan cepat aku berlari menuju toilet untuk menumpahkan seluruh air mata yang sudah tak kuat untuk kutahan lagi. Aku memasuki salah satu toilet dan terduduk lemas di atas closet yang tertutup. Aku menutup mulutku dengan tanganku berusaha untuk menahan isakanku.
“Kamu bodoh Tasya, kamu bodoh sekali” Ucapku sambil memukul pelan kepalaku. “Kamu bodoh bagaimana bisa kamu tidak tahu jika selama ini kamu sudah dibohongi dan dipermainkan oleh mereka?”. Ucapku dengan air mata yang semakin deras mengalir membasahi wajahku dan seketika ingatanku saat aku mengetahui semua kebohongan mereka melalui ponsel sahabatku kembali tengingang di dalam ingatanku. Ya, aku mengetahui semua kebohongan mereka dariku saat aku tidak sengaja membaca salah satu pesan dari Adrian di ponsel Keyla, sahabatku itu. Satu pesan berisikan tulisan romantis yang membuat semua orang yang melihatnya pasti akan berpikiran jika mereka mempunyai hubungan, dan saat itulah aku mulai sadar jika aku sudah dibohongi oleh mereka dan sudah dikhianati oleh sahabatku sendiri. Sahabat yang dulu berkata ingin membantuku dekat dengan Adrian, tapi di belakangku justru ia mengambil kesempatan itu untuk dekat dengan pria yang kucintai dan berpacaran dengannya.

Setelah aku merapikan kembali penampilanku, aku berjalan memasuki ruang kelasku. Ruang kelas yang sebentar lagi akan aku tinggalkan karena aku akan lulus dari sekolah menengah atas, sekaligus meninggalkan sekolah yang membuatku merasakan cinta dan perasaan menyakitkan. Aku berjalan menuju mejaku dan aku tersenyum kecil saat melihat keempat sahabatku yang lain menatapku dengan tatapan khawatir. Ya, aku rasa aku beruntung karena aku masih mempunyai empat sahabat lagi walaupun satu sahabatku sudah menyakitiku. Aku meletakkan tasku di meja dan kini tatapanku teralih pada seorang gadis seusia denganku yang sedang menyandarkan kepalanya pada dinding kelas dengan mata terpejam. Gadis itu Keyla, entah kenapa melihatnya kembali membuatku ingin menangis tapi itu semua kembali aku tahan saat aku merasakan genggaman tangan yang cukup erat dari Andin, salah satu sahabatku yang membuatku menyunggingkan sedikit senyumku sebagai tanda jika aku baik-baik saja. Aku kembali mengalihkan pandanganku pada Keyla yang masih memejamkan matanya. Ku akui jika ia memang mempunyai wajah yang cantik, jadi apakah Adrian lebih memilihnya karena ia lebih cantik daripada diriku?. Aku menghela nafas beratku, mengingat Adrian kembali membuat dadaku sesak. Aku berniat untuk menghampiri Keyla, berniat untuk menyelesaikan permasalahan kami ini secepatnya tapi langkahku terhenti saat Rani menahan lenganku yang membuatku menoleh ke arahnya.
“Kita sebaiknya menyelesaikan permasalahan ini di luar sekolah Sya”. Ucapnya pelan yang akhirnya membuatku menganggukan kepala pelan. Aku kembali menatapnya sekilas lalu aku beranjak duduk di kursiku dan merebahkan kepalaku di meja. Harus kuakui karena permasalahan ini membuat hubunganku dan Keyla sedikit merenggang. Entah aku atau ia yang menghindar tapi aku dapat merasakan perubahan itu. Begitu juga dengan sahabatku yang lain, setelah mengetahui permasalahan ini mereka juga menjadi sedikit berbeda dengan Keyla, bukan menjauhinya tapi mungkin sahabat-sahabatku yang lain kecewa dengan dirinya karena adanya permasalahan ini.

Satu minggu telah berlalu dan hari ini aku melangkahkan kakiku memasuki gedung sekolahku dengan perasaan yang sedikit lebih ringan daripada hari-hari sebelumnya. Satu minggu sudah berlalu tapi hingga saat ini aku belum menyelesaikan permasalahan ini dengan Keyla karena kesibukan kami yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional membuatku lebih memfokuskan diriku untuk belajar terlebih dulu. Aku berniat memasuki kelasku saat aku melihat Rani dan Maya keluar dari kelas dengan pandangan yang terarah pada Andin dan Sarah yang berjalan menuju salah satu ruangan kosong yang ada di sekolah ini.
“Mau kemana?”. Tanyaku yang membuat Rani dan Maya menghentikan langkah mereka.
“Ada yang harus dibicarakan, ayo ikut”. Ucap Rani lalu ia mengapit lenganku dan membawaku mengikutinya dan Maya. Aku memandang mereka berdua dengan tatapan bingung.
Maya dan Rani membawaku ke sebuah ruang kelas yang sudah tidak terpakai di sekolah ini dan kini pandangan mataku teralih pada tiga orang gadis yang tengah berdiri di hadapanku saat ini. Andin dan Sarah mengangkat kedua bahunya dan memandangku dengan pandangan seolah-olah mengatakan ‘aku juga tidak tahu’.
“Semuanya sudah kumpul kan? jadi ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian”. Ucap Keyla yang membuatku kini menatapnya. Apakah ia akan membicarakan permasalahan kami disini?. “Aku tidak tahu apa yang sudah aku lakukan sampai-sampai kalian bersikap menjauhi aku seperti ini. Jadi kalau kalian ada masalah dengan aku bicara terus terang dan jangan bisanya hanya berbicara di belakang”. Ucap Keyla yang seketika langsung membuat Maya dan Sarah mendesis pelan.
“Sebelum kamu berbicara seperti itu, ada baiknya kamu tanya kepada diri kamu sendiri. Kamu pernah berbuat salah atau tidak dengan kami?”. Ucap Maya yang mendadak membuat hawa di ruangan ini menjadi tegang. Aku menghembuskan nafas beratku, sepertinya permasalahan ini harus diselesaikan saat ini juga.
“Aku? aku tidak merasa berbuat salah dengan kalian jadi…”
“Tidak berbuat salah? berpacaran dengan pria yang disukai oleh sahabatmu sendiri itu bukan masalah?”. Ucap Rani yang seketika langsung membuat Keyla terdiam dengan pandangan tak percayanya.
“Aku rasa kita memang harus membicarakannya sekarang Key”. Aku menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan ucapanku. “Kamu berpacaran dengan Adrian kan?”. Tanyaku yang membuatnya kini menatapku. “Jadi diam-diam kalian pacaran, bukankah kamu bilang kamu akan membantuku untuk bisa berpacaran dengan Adrian?”. Tanyaku lagi dengan mataku yang mulai terasa panas. Aku mohon jangan menangis saat ini, aku tidak mau terlihat lemah di hadapan gadis ini.
“Jadi ini masalahnya?”. Ucap Keyla yang seketika langsung membuatku menatapnya dengan wajah bingung. Ia melakukan kesalahan tapi dengan tenangnya ia mengatakan hanya ini masalahnya?. “Oke, aku tahu aku salah karena aku pacaran dengan Adrian diam-diam. Lalu apa aku juga salah sepenuhnya kalau ternyata Adrian lebih memilihku dari pada kamu Sya?”. Ucapnya yang seketika membuatku membulatkan mataku. Gadis ini? astaga apa ia tak punya malu terhadapku? sudah terbukti salah tapi kenapa ia sama sekali tidak menyesalinya dan hanya berbicara seperti itu.
“Aku tahu dan aku sangat paham Adrian memang tidak salah jika ia mencintai orang lain tapi satu hal yang membuat aku kecewa Key, kenapa harus kamu? kenapa harus kamu yang menjadi gadis yang ia cintai? kita bersahabat sudah lama kan Key? kenapa kamu tidak memikirkan perasaanku Key saat kamu menerima cintanya?”. Ucapku dengan suara parau. Runtuh sudah pertahanan yang aku bangun sejak tadi, pertahanan untuk tidak menangis akhirnya runtuh sudah membuat keempat sahabatku kini berusaha untuk menenangkanku. Ia terdiam, gadis itu terdiam dengan tatapan mata yang masih saja menatap lurus dalam retina mataku yang sudah mengabur karena air mata yang belum berhenti mengalir.
“Keyla haruskah kita bertengkar hanya karena masalah seperti ini?”. Ucap Maya yang membuat Keyla menundukkan kepalanya sejenak dan setelah itu ia mengangkat kepalanya lalu kembali menatapku.
“Tasya maaf jika aku tidak memikirkan perasaanmu, maaf jika aku juga menyakitimu dan maaf tapi aku juga mencintai Adrian”. Ucap Keyla yang berhasil membuat dadaku kembali terasa sesak dan berdenyut sakit. Aku menolehkan kepalaku kearahnya yang akan keluar dari ruangan ini.
“Keyla…”. Panggilku yang membuatnya menghentikan langkah kakinya. “Jadi persahabatan… persahabatan kita hanya sampai disini Key? jadi kamu lebih memilih dia dari pada persahabatan kita Keyla?”. Ucapku dengan suara yang bergetar dan merasakan tenggorokanku sakit saat aku harus mengucapkan kata-kata yang selama ini tak pernah terpikirkan dalam persahabatan kami. Gadis itu hanya diam, Keyla hanya terdiam dan setelah itu ia kembali melangkahkan kakinya keluar dari ruangan ini yang membuat aku dan keempat sahabatku menatapnya tak percaya. Aku menundukkan kepalaku dengan isakan yang lebih kencang. Kurasakan Andin memelukku dan ketiga sahabatku yang lain berusaha menenangkanku. Tidak… bukan seperti ini yang aku mau, bukan seperti ini akhir dari penyelesaian masalah ini. Haruskah aku melepaskan cintaku dan melepaskan sahabatku juga? haruskah seperti ini Tuhan?. Jika memang aku tidak bisa mendapatkan cintaku, aku akan berusaha untuk menerimanya tapi aku mohon Tuhan, jika takdir persahabatanku adalah seperti ini aku mohon rubah takdir itu dan kembalikan sahabatku itu kesisihku lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar