Jumat, 20 Maret 2015

Pemberi Harapan Palsu

Sangat menyakitkan saat berada di posisi seperti ini dimana ketika kita telah diberikan harapan oleh seseorang hingga kita yakin dengan harapan itu, tetapi kemudian orang itu menghilang dengan tiba tiba. Itulah yang kurasakan saat ini, namaku Maya umurku 14 tahun aku duduk di bangku SMP dan baru saja merasakan yang namanya arti mencintai dan menyayangi.
Ujian tengah semester akan segera dimulai, aku telah siap untuk melaksanakannya. Rambutku kubiarkan ku ikat tanpa berlebihan kemudian aku bergegas memakai tas untuk berangkat ke sekolah.
Sesampainya di sekolah aku mencari ruanganku dan tempat duduk yang telah ditentukan, saat ku melihat daftar nama ternyata aku duduk dengan kaak kelasku laki-laki dia bernama Ardy sifatnya yang sangat jutek tidak mau berbicara sama sekali tidak peduli dengan sekitarnya. membuatku ragu untuk mengajaknya berbicara karena aku takut dia tidak akan jawab, hingga hari itu..
Hari ketiga ujian tengah semester tanpa disengaja ternyata kami saling berkenalan lewat jejaring sosial pada saat malam hari, ternyata dia termasuk orang yang tidak jutek dan sangat baik. Semakin lama kami semakin dekat tanpa ragu saat ulangan aku suka bertanya tentang jawaban, hari terakhir ujian adalah hari yang sangat berkesan karena kami saling mengobrol banyak hal dan sangat semakin dekat.
Walaupun ujian telah selesai tapi kami masih sering mengobrol lewat jejaring sosial bahkan kami sangat dekat melebihi teman, hingga muncullah rasa suka di hati kecilku ini. Dan sepertinya dia pun begitu karena dari cara dia berbicara hingga mengucapkan salam manis sebelum ku tidur, aku sangat ingin dia menyatakan cinta padaku, lebih dari tiga bulan ku menunggu.
Hari ini kabar dari dia satu pun tidak ada sapaan manis yang selalu membuatku tersenyum sendiri saat membaca sudah tidak ada lagi, dia menghilang tanpa mengucapkan salam perpisahan. Hingga aku memberanikan untuk menyapanya duluan tetapi tidak ada respon satu pun dari dia, dan akhirnya aku tau bahwa dia telah punya kekasih teman sekelasnya aku sangat sedih mendengarnya dada ini serasa hancur, jantung ini serasa tak berdetak sekalipun. Kenapa ini semua terjadi padaku kenapa dia begitu kejam meninggalkanku sendiri kesepian lagi… Harapan yang dia berikan hanya sekedar harapan palsu.

Mengalah Untuk Teman



Sore itu, aku berjalan di sekitar taman kota bersama temanku. Aku Fergy dan temanku Aji, dia anak yatim, ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu karena mengalami kecelakaan, kami berdua sudah berteman sejak kami masih duduk di bangku SD, kini kami sudah beranjak remaja dan duduk di bangku SMA kelas 3 di salah satu SMA di kotaku Majalengka, dan hubungan kami sebagai teman begitu akrab, kami tidak pernah bertengkar, dan kami tidak pernah berselisih. Aku sengaja mengajaknya ke taman, agar dia tidak merasa terlalu tertekan dengan ulangan Kimia Minggu depan, ya kami mengambil jurusan IPA. Tapi inti cerita bukanlah mengenai pelajaran, tetapi ini semua mengenai cinta dan solidaritas, kisah dimana aku merasa begitu dilema, dan kisah dimana aku merasakan sebuah kebahagiaan.
“Fer, aku begitu takut!”
“Maksudmu, ulangan Minggu depan?”
“Ya kau benar, aku sama sekali belum siap. Aku tidak yakin akan lulus…” keluhnya.
“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan, itu hanya akan membuatmu semakin gila…”
“Huh, bicara memang mudah bung, tetapi melakukannya itu sulit…”
“Ya, aku mengerti bagaimana perasanmu sekarang..” Ujarku.
Tak lama setelah kami berbicara, aku melihat Dewi, wanita yang aku cintai, sayang, aku belum berani mengungkapkan perasaanku padanya, karena aku masih merasa belum siap. Kami berdua berada di satu kelas, di XII Ipa 1. Begitu juga dengan Aji, dia satu kelas dengan kami…
“Hey Aji, itu Dewi ‘kan?”
“Kau benar, ayo kita hampiri…!”
“Baik…”
Beberapa saat kemudian, kami menghampiri Dewi yang sedang duduk sendiri.
“Hey Dewi!”
“Fergy, Aji!? Sedang apa kalian berdua disini?”
“Justru itu yang ingin kami tanyakan. Sedang apa kamu disini sendirian?”
“Oh, aku sedang menikmati suasana sore yang cerah ini. Kalian?”
“Kami hanya berjalan-jalan saja…” Jawabku padanya dengan gugup. Sesaat, aku melihat ekspresi Aji yang tadinya begitu ketakutan dan panik, berubah menjadi senyum gembira, wajahnya pun memerah.
“Eh Dewi, bagaimana kalau kamu ikut kami saja?” Tanyaku.
“Oh enggak ah, kebetulan sekarang aku juga mau pulang..”
“Baik, sampai besok..”
“Sampai besok”
Kami berdua meninggalkan Dewi, dan aku begitu merasa senang bisa bertemu dengannya, walaupun hanya sesaat, tapi itu membuatku nyaman.
“Jadi Fer, mau kemana kita sekarang?”
“Aku sendiri juga tidak tahu Aji…”
“Sudahlah, lebih baik kita pulang saja…!”
“Kau benar, ayo kita pulang..”
Kami memutuskan untuk pulang, karena sore sudah semakin gelap.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah menggunakan motor, dan tak sengaja aku melihat Dewi di simpang tiga.
“Hey Dewi? Sedang apa kamu disini?”
“Hey Fer!? Aku sedang menunggu angkutan umum…”
“Yang benar saja, ayo kita berangkat bersama!”
“Emm, baiklah..”
Saat itu, aku begitu merasa gugup, wanita yang aku cintai duduk tepat di belakangku, setiap detik merupakan sebuah kenangan yang berharga bagiku. 15 menit kemudian, kami tiba di sekolah, dan secara kebetulan Aji pun tiba pada saat yang sama.
“Hey kawan!”
“Apa ?”
“Tunggu aku sobat…!”
“Terserah…!”
“Hey Dewi, aku pergi duluan yah..”
“Oke”
Tak lama kemudian, aku mengejar Aji yang sudah pergi terlebih dahulu.
“Aji, kau ini kenapa?”
“Tidak ada apa-apa…”
Saat itu, aku merasakan ada yang berbeda dengannya. Beberapa saat kemudian, bel sekolah berbunyi, dan ini waktunya kami memulai pelajaran.
Selama pelajaran berlangsung, Aji terlihat begitu murung, sedih, sama sekali bukan seperti Aji yang sebelumnya. Jam 10.00 WIB bel istirahat berbunyi.
“Aji, ayo kita pergi ke perpustakaan!”
“Tidak kali ini Fer, kau pergi saja sendiri.”
“Ayolah kawan, kau ini kenapa?”
“Aku sudah bilang, tidak ada apa-apa…”
“Hey, kalau aku mempunyai satu kesalahan, aku minta maaf…”
“Terserah…”
Beberapa saat kemudian, Aji mengajakku ke taman dekat laboratorium, dimana tempat itu merupakan tempat kami selalu bersama.
“Lebih baik kita pergi ke taman saja Fer…”
“Baiklah kalau begitu..”
5 menit kemudian kami tiba di taman tempat kami berdua selalu bersama.
“Jadi untuk apa kau mengajakku kemari Aji?”
“Ada sesuatu yang ingin aku katakan…”
“Silakan…”
“Apa hubunganmu dengan Dewi?”
“Maksudmu?”
“Apa kau menjalin cinta dengannya?”
“Hey, apa yang sedang kau bicarakan!?”
“Aku tahu, kau telah menjadi kekasihnya ‘kan?”
“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan Aji…”
“KAU! Kau adalah kekasih Dewi! Wanita yang aku cintai!”
Sesaat, aku ‘shock’ dengan kata-katanya, ternyata selama ini, Aji pun menyimpan perasaan yang sama denganku, yaitu mencintai Dewi.
“Aku bukan kekasihnya…”
“Kau bohong, tadi pagi aku melihatmu bersamanya!”
“Oh, kami hanya berangkat bersama, karena saat aku berangkat, aku melihat Dewi di simpang tiga sedang menunggu angkutan umum!”
“Jadi…”
“Ya, kami hanya sebatas teman, dan…”
“Dan apa!?”
“Dan aku sama sekali tidak mencintainya…”
“Benarkah?”
“Ya kawan..”
“Fergy, maafkan aku!” Teriaknya sambil memeluk erat tubuhku.
“Sudahlah, aku mengerti…”
“Terima kasih…”
“Jadi kau mencintainya?”
“Ya, tapi aku mohon, jangan katakan pada siapapun..”
“Kau bisa pegang janjiku kawan. Tapi, kenapa kau tidak pernah bilang?”
“Aku begitu takut, aku terlalu gugup untuk mengakuinya Fer.”
“Bahkan pada temanmu sendiri?”
“Ya, maafkan aku..”
“Jika kau mencintainya, kenapa tidak kau katakan saja?”
“Aku sudah bilang, aku terlalu gugup…”
“Tenang saja, pasti ada jalan…”
“Benarkah?”
“Ya…”
Setelah momen itu, kami pun kembali ke kelas. Pulang sekolah, aku mengajak Dewi pergi ke sebuah kedai. Aku sengaja mengajaknya, agar aku bisa memberitahu perasaan temanku Aji padanya.
“Jadi, ada apa?”
“Kau menikmati makanannya?”
“Ya Fer, terima kasih…”
“Jadi begini, ini mengenai Aji..”
“Oh Aji, memang kenapa?”
“Sebenarnya, dia mencintaimu Dewi..”
“Apa?”
“Ya, hanya saja dia takut membuatmu risih dengan perilakunya, jadi dia sengaja tidak memperlihatkan bahwa dia mencintaimu..”
“Kamu serius ‘kan?”
“Ya, aku serius. Bagaimana perasaanmu sendiri padanya?”
Sesaat dia terdiam, lalu dia mulai berbicara…
“Aku pun mencintainya…”
Aku begitu hancur, hatiku tersayat, dan perasaanku dipenuhi oleh emosional. Apakah aku harus merelakannya? Aku sama sekali tidak tahu. Tetapi, peristiwa itu membuat hatiku sakit. Aku terdiam, memandang matanya yang indah, dan mengingat temanku Aji, mungkin ini yang harus aku lakukan, mempersatukan mereka. Tanpa sadar, aku menjatuhkan air mataku di depan Dewi.
“Fergy, kenapa kamu menangis?”
“Oh tidak, ini sangat sempurna! Aji mencintaimu, dan kau pun mencintainya, ini akan menjadi sangat bagus!”
“Menurutmu begitu?” Tanyanya dengan senyum malu.
“Ya, aku akan membuat rencananya. Tenang saja…”
Setelah itu, kami pulang. Malam harinya, aku memikirkan mereka berdua, hatiku dipenuhi oleh dilema, Aji adalah teman yang begitu baik, selain itu dia adalah seorang yatim, dan Dewi, dia wanita yang begitu sempurna di mataku. Tetapi pada akhirnya, aku tetap ingin mempersatukan mereka. Keesokkan harinya, Minggu 5 Februari 2011 sore hari, aku mempertemukan mereka.
“Hey Fergy, kau mengajakku kemana?”
“Diamlah Aji, kau akan menyukai ini…”
Aku membawa Aji ke taman kota, dimana Dewi sudah menunggu seperti yang sudah direncanakan.
“Cepat Aji!”
“Baik, tunggu kawan…”
“Ini dia…”
“Dewi…?” Aji terdiam dan terpaku.
“Hey Aji…”
“Aji, ini waktumu. Aku sudah bilang padanya, bahwa kau mencintainya. Tetapi, Dewi ingin melihat kau mengungkapkan sendiri perasaanmu itu.”
“Fergy!!, kau…”
“Sudahlah, ayo cepat katakan bung..”
Aku melihat Aji begitu gugup, tetapi Dewi, dia terlihat begitu manis dengan senyumnya.
“Dewi, sebenarnya… Sebenarnya sudah sejak lama aku mencintamu, tetapi mungkin aku terlalu takut untuk mengungkapkannya. Tapi, inilah faktanya, aku mencintaimu Dewi Lestari…”
“Aku pun mencintaimu…” Balas Dewi pada Aji.
“Jadi…”
“Ya, aku menerima cintamu Aji…”
Aji begitu senang dengan respon Dewi kepadanya, wajahnya memerah, begitu pun dengan Dewi.
“Baiklah, mungkin aku harus meninggalkan kalian berdua disini…” Ujarku.
“Fergy, terima kasih!!! Terima kasih teman…” Ungkap Aji padaku dengan mata berkaca-kaca.
“Kembali kasih, kawan..”
Kemudian, aku pergi meninggalkan mereka berdua. Dalam hatiku aku berkata ‘Mungkin ini memang menyakitkan, tetapi justru inilah yang membuat semuanya menjadi lebih baik. Aku merasa begitu senang melihatmu gembira Aji, walaupun aku harus mengalah untukmu teman…’
Sejak saat itu, Aji dan Dewi selalu bersama, dan mereka telah menjadi pasangan yang begitu serasi…

Tak Akan Terlupakan

Ya tanggal 16 September 2012 – 25 Mei 2013 tanggal yang tak pernah ku lupakan. Perkenalkan nama ku Kholila salsabila biasa dipanggil lila. aku sekarang kelas 1 SMA. aku dulu mempunyai seorang kekasih. kami sama sama mencintai. Tapi ada kesalahpahaman di antara kami berdua.
Ketika itu libur sekolah untuk lulusan dia SMA Dan aku SMP kami sama sama kelas 3, dia liburan ke pekan baru. dia selalu menghubungiku tapi jarang ku angkat telpon nya. karena ayah ku sakit sakitan tapi dia tak paham dia marah pada ku.
“Kenapa tidak diangkat telpon ku sayang?” sms dari dia.
“Maaf sayang lagi sibuk” Kubalas smsnya
“sayang mau oleh oleh apa?”
“tidak usah. aku hanya ingin sayang pulang dengan selamat itu sudah membuat ku bahagia”.
“oke sayang. uda dulu ya mau tidur ni. good night sayang”.
“good night too”
Aku pun kembali merawat ayah ku. tapi dia tak tau ayah ku sakit parah. dari situ kami mulai bertengkar terus. Dia menanyakan aku mau jam atau boneka. aku memilih jam. tapi dia tidak membeli kan jam dia telah ingkar janji kepadaku. Kami bertengkar malam itu. dia marah besar padaku. boneka itu pun diberikannya kepada sepupunya. Andai saja dia tau aku mau menerima boneka itu. tapi dia tak mengerti aku.
Tanggal 1 Mei dia pulang dari pekan baru. aku sering menelponya tapi dia tak pernah mengangkat telponku. dari Facebook selalu ku chat tapi dia tak pernah membalasnya. apa dia marah smaku tak menerima bonekanya atau ada wanita lain.
Hari hari ku semakin sepi. apalagi ayah ku sakit dan nenek ku meninggal pada tanggal 12 Mei padahal hari itu aku mengikuti ujian masuk bersama untuk sekolah SMA. aku mintak jemput oleh nya tapi dia tak mau menjemputku akhirnya aku pulang bersama teman kakak ku yang seperti ku anggap abang sendiri. aku pun tak pernah lagi komunikasi sama dia.
Tanggal 18 Mei hari sabtu dia ingin datang ke rumah ku tapi nanti malam malam minggu aku menyuruh nya datang nanti malam. dia tak berjanji dia akan datang.
Dia pun. tak datang malam itu alasannya ada acara sama temannya aku maklumi.
Dia pun tak pernah lagi menghubungiku aku bertanya tanya pada diriku sendiri. tanggal 25 malam minggu dia ku ajak untuk pergi jalan jalan tapi smsnya mengatakan “Maaf ya dek aku gak bisa untuk melanjutkan hubungan kita aku ingin fokus aku ingin sendiri dulu jika nanti aku sudah sukses akan ku jemput kau kembali. maaf ya sayang”. sms dari dia membuat aku kaget. ku balas sms nya “kenapa apa kau tak mencintaiku lagi. apa ada orang lain. yang bisa mengantikan. posisi ku di hatimu”. dia pun membalas “tidak. aku masih mencintaimu tapi aku tak bisa melanjutkan hubungan kita, kau akan ku jemput jika aku sukses nanti”.
Aku pun tak membalas sms nya aku hanya menangis mataku sembab aku tak tidur aku tetap menanggis.
Tapi setelah hubungan ku berakhir dengannya dia masih saja seperti pacarku. tapi tak lebih aku hanya mantannya.
Aku sampai sekarang tak bisa melupakannya. aku mencintainya. aku sakit hati mendengar dia telah bersama orang lain saat itu hatiku hancur. ketika dia putus aku sangat senang masih ada peluang untukku. tapi kudengar lagi dia telah bersama teman sendiri dan dia pun tetangga ku sendiri hatiku hancur berkeping keping. Dia telah putus dengan temanku. tapi dia sekarang berubah drastis dia tak seperti yang ku kenal dulu. tapi sampai kapan pun. hatiku tetap untuknya. Aku mencintaimu A. Ritonga

Ketika Cinta Harus Move On

“Sya, sebenarnya aku… aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu!!!”
DEGGG seketika aku terkaget mendengar perkataannya. jantungku pun mulai berdetak tak karuan. Lucaz, cowok yang selama ini dekat denganku, saat ini dia sedang menyatakan perasaannya padaku. Dan ini membuatku gelagapan harus berbuat apa. Memang, selama ini cuma dia satu-satunya cowok yang bisa membuatku nyaman saat bersamanya. Perhatiannya, pengertiannya, membuatku benar-benar memberikan nilai lebih padanya. Saat aku mengeluh, bersedih, seketika dia bisa menjadi seorang kakak yang selalu memberikan nasihatnya. saat aku butuh seseorang untuk mendengar ceritaku, dia pun bisa menjadi seorang teman yang menyenangkan. Tak bisa aku pungkuri, jauh di lubuk hatiku, aku pun menyukai dan menyayanginya. tapi untuk saat ini aku belum yakin dengan perasaanku sendiri terhadapnya.
“Sya, aku harap kamu mau jadi pacar aku” Ucapnya lagi membuyarkan lamunanku. kini matanya memandang sayu ke arahku.
“a.. aku” Ucapku ragu. sekarang aku dihadapkan pada permasalahan dimana aku harus menjawab iya atau tidak.
Aku pun memejankan mataku, menarik nafas dalam agar bisa sedikit perlahan. “Maaf” Ucapku perlahan. “Maafin aku Caz, aku… aku gak bisa jadi pacar kamu. bukan aku gak mau atau gak suka sama kamu. Jujur aku sayang banget sama kamu, tapi untuk saat ini aku belum bisa” ucapku lirih tanpa berani menoleh ke arahnya.
Aku tak mendengar satu kata pun yang keluar dari mulutnya. saat itu aku hanya mendengar nafasnya yang menderu. Dia terdiam mendengar jawabanku yang mungkin mengecewakannya.
“kamu kan tau, kalau aku… ”
“aku tau kok, dan aku ngerti” sahutnya memotong ucapanku.
“aku tau Sya, untuk saat ini kamu belum bisa menjalin hubungan dengan cowok siapapun itu, termasuk aku” ucapnya tersenyum.
ya aku memang berkomitmen kalau untuk saat ini aku belum bisa menjalin hubungan berpacaran dengan siapapun itu dan rupanya dia mengerti. Aku pun tersenyum lega mendengar jawabannya.
“makasih Caz, makasih kamu udah mau ngertiin aku”.
“tapi perlu kamu tau Sya, aku akan tetap menunggu. aku akan menunggu sampai kamu mau nerima aku”. tambahnya
“eu gak perlu Caz, gak perlu seperti itu. aku takut nantinya kamu kecewa”
“nggak Sya, aku akan tetep nunggu kamu”
“baiklah, terserah kamu saja” Senyumku padanya.
Sejak hari itu, kami pun masih menjadi teman baik. Selalu bercanda, bergurau dan aku senang bisa semakin dekat dengan Lucaz. Tapi akhir-akhir ini kita jarang berkomunikasi, mungkin karena kesibukan kita masing-masing. Aku pun mulai merasakan Rindu, aku selalu gelisah setiap kali memikirkannya. kemana dia? kenapa sekarang dia jarang menghubungiku? ingin sekali rasanya aku menghubunginya terlebih dahulu. tapi rasa malu memaksaku untuk tidak melakukan apa-apa. dan aku hanya bisa menunggunya menghubungiku.
Hari ini aku sangat dikejutkan dengan apa yang aku lihat di depanku sekarang. Aku melihat Lucaz sedang bersama seseorang yang sudah tidak asing bagiku. Dia sedang bersama Lirie, teman sekolahku dulu, tapi kami tidak terlalu akrab. Seribu pertanyaan pun berkecamuk dalam otakku. apa yang sedang mereka lakukan berdua disini? pikiranku langsung berpikir jauh. rupanya ini alasan kenapa akhir-akhir ini dia jarang menghubungiku. Aku tak sanggup membayangkan itu semua, apa mereka pacaran? Dan benar saja, firasatku ini tidak salah. sahabatku sendiri yang membenarkan kenyataan itu.
“Ra, si Lirie pacaran ya sama Lucaz?” tanyaku dengan menahan rasa sesak didada.
“iya Sya, mereka udah Jadian seminggu yang lalu”
bagai tersambar petir, jawaban Dira sahabatku benar-benar membuatku terpaku. Seketika hatiku berguncang hebat, mataku mulai berkaca-kaca. Aku tak tau, kenapa aku seperti ini. sakit rasanya mendengar kenyataan itu.
Tiap kali mengingat mereka, nafasku terasa sesak. api cemburu menjalar di seluruh tubuhku. Kadang ingin sekali aku memaki perempuan itu dan menyingkirkannya, agar hanya aku yang bisa dekat dengan Lucaz. Tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapa Lucaz. Aku hanya seorang wanita yang hanya bisa mengaguminya dalam diam, menatapnya dari jauh dan mengharapkannya dalam sepi.
Kini aku hanya bisa melihat orang yang aku cintai bersama dengan orang lain yang tak lain adalah temanku sendiri. Sakit memang mencintai seseorang tapi tak bisa memilikinya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, ini memang salahku. Aku yang salah pernah menyia-nyiakan kesempatan yang datang padaku untuk memilikinya. Sebenarnya yang paling menyakitkan buatku adalah Aku terlalu bodoh tidak mengatakan yang sebenarnya tentang apa yang selama ini aku rasakan padanya. Kini semua sudah terlambat, semua sudah terjadi. Aku juga tak pernah menginginkan untuk mencintainya. Rasa cinta ini tercipta karena kuasa Tuhan. Aku juga tidak tau, kapan aku mulai mencintainya. karena semuanya mengalir begitu saja.
“sabar Sya, mungkin nanti kamu bisa punya kesempatan lagi untuk memilikinya” sahut Dira menghiburku.
Yupp mungkin benar apa yang dikatakan Dira. Mungkin suatu saat nanti kesempatan itu akan datang lagi. Dan andai itu benar, aku pastikan, aku akan mengatakan semuanya tentang perasaanku terhadapnya selama ini, tanpa berharap untuk memilikinya. Hanya saja aku akan mengatakan padanya bahwa aku pernah menjadikannya sebagai Hal Terindah dalam hidupku. Karena mungkin, ketika kesempatan itu datang, aku telah mendapatkan pengganti Lucaz.
Jika benar Cinta itu tak harus memiliki, melihatnya bahagia pun itu sudah cukup.
- THE END -

Cinta Bukan Pilihan

Cerita ini dimulai saat usiaku genap 17 tahun. Saat ini aku adalah seorang siswi di sebuah sekolah ternama di surabaya, SMA Gemilang. Aku dilahirkan dan dibesarkan dari sebuah keluarga yang berada, papaku seorang pengusaha batubara di kalimantan sedangkan mamaku seorang owner sebuah restoran mewah. Ya, seperti kebanyakan anak orang kaya yang selalu dimanjakan dengan uang namun kurang kasih sayang. Padahal masih teringat dengan jelas masa-masa kecilku yang begitu indah bersama kedua orangtuaku, meskipun saat itu keluargaku belum sesukses ini. Tapi setidaknya aku masih bersyukur karena memiliki orangtua yang lengkap, dan itu sudah lebih dari cukup untukku. Cerita tentang keluargaku memang tidak ada habisnya, karena itu adalah cerita panjang dan tidak ada akhirnya. Hehe.
Namaku adalah Syaila Aquilla Moor lahir di Tokyo, Jepang namun berkebangsaan Indonesia. Aku dilahirkan dari pasangan David Moor dan Kariza Dinora yang merupakan kedua orangtuaku. Semenjak papa tinggal di Kalimantan, mama hampir tak pernah di rumah. Alhasil tak ada yang menemaniku di rumah kecuali Si mbok Darti, pembantu keluarga kami dari 25 tahun yang lalu.
Hari ini adalah awal masuk sekolah setelah libur panjang yang membosankan. Aku melangkah menyusuri koridor sekolah menuju ruang pengumumun untuk mengetahui dimana letak kelasku. Tiba-tiba dari arah belakang kudengar suara bawel dua orang cewek yang sangat aku kenal, Zahra Aisyah dan Agnessa Viara mereka adalah sahabatku semenjak aku bersekolah di sini.
“Hai Syil, lama banget kita nggak ketemu tapi kamu makin cantik aja.” Komentar Agnes, sahabatku yang paling bawel seantero dunia. Haha..
Jam pelajaran telah habis, kini waktunya istirahat. Aku dan dua orang sahabatku tanpa dikomando langsung beranjak dari tempat duduk dan melenggang dengan senangnya menuju kantin sekolah. Setelah kami memesan makanan yang kita mau, kami langsung membicarakan apapun yang ingin kita bicarakan kecuali liburan semester ini, karena mereka tidak ingin membuatku tersinggung. Namun perhatian mereka beralih ketika ada segerombolan cewek yang mengerubuti sesuatu. Ternyata sesuatu itu adalah seorang anak baru pindahan dari Bandung, yang kata semua cewek di sini seperti ada pangeran jatuh dari kerajaan.
Sekolah sudah sepi ketika aku masih menunggu Mang Diman yang belum juga menjemputku, entah sudah berapa lama aku di sini sampai-sampai aku tidak menyadari kehadiran seseorang yang duduk di sampingku. Dia hanya diam dan memejamkan matanya, namun saat kutanya dia tidak langsung menanggapinya. “hmm, aku Gerald murid baru di sini.” Ucapnya kemudian sambil menjabat tanganku. Pertemuan yang begitu singkat karena aku sudah dijemput Mang Asep supir pribadi Mama. Hari kedua di sekolah aku dijemput Willi, kapten tim basket di sekolah sekaligus idaman cewek-cewek Gemilang jauh sebelum Gerald datang. Sesampainya di sekolah semua perhatian tertuju pada kami, mungkin mereka iri karena mereka pikir kita sudah menjadi pasangan kekasih.
Bel istirahat telah berbunyi, seperti biasa kami langsung menuju kantin seolah-olah hanya itu tempat yang bisa kami tuju. Di tengah lapangan kulihat Willi sedang latihan basket dengan teman-temannya. Entah kenapa dan ada angin apa kurasakan ada seseorang duduk di sebelahku, setelah kulihat ternyata Gerrald. Aku heran kenapa dia ada di sini padahal masih banyak bangku yang kosong, dan dia seolah-olah tidak memperdulikan kalau dia menjadi bahan pembicaraan di sini. Dari arah lapangan basket kudengar irama langkah kaki yang sangat kukenal, William. Perhatian semua orang kini benar-benar tertuju kepadaku, apalagi dua cewek centil di depanku.
Aku sudah tahu apa yang akan terjadi, bukan karena aku bisa meramal tapi karena aku tahu sifat Willi yang selalu ingin melindungiku dari apapun yang mengancam ketenangan dan kebahagiaanku. Namun tanpa kusangka gerald segera beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan kantin dengan tenangnya. Aku bingung dengannya terkadang dia muncul tiba-tiba dan pergi pun dengan tiba-tiba, begitu misterius.
Hari demi hari telah kulalui, seperti biasa Willi menjemputku dengan mobil sportnya. Tidak seperti biasa istirahat kali ini aku berada di perpustakaan dan tentunya tanpa ditemani dua cewek centil yang biasanya selalu bersamaku. Entah sejak kapan mereka begitu alergi dengan buku-buku yang menjadi penghuni perpustakaan ini. Di sudut perpustakaan aku melihat gerald yang sedang menyendiri ditemani setumpuk buku sastra. “Ternyata kita bertemu di sini, apa kabar? Sudah lama aku tak melihatmu setelah insiden di kantin satu minggu yang lalu.” Sapanya kepadaku yang membuatku kaget. Bagaimana dia tahu aku di sini padahal aku berada di belakangnya, aku rasa dia punya indra keenam karena dia selalu tahu apa isi hatiku. “Kenapa tak menjawab salamku, are you ok Syaila?” ucapnya lagi padaku yang langsung aku jawab, “Emm, yeah of course I’m ok.” Dan terjadilah pembicaraan singkat di antara kami.
Aku terusik tentang perkataannya tadi di perpus yang membuatku tidak bisa tidur malam ini “Apa kau tahu, di sini aku tidak memiliki teman. Aku hanya ingin belajar di sini dan tentunya ada seseorang yang menemaniku sebagai seorang teman. Apa aku salah kalau aku ingin berteman denganmu? Aku pikir kau siswi populer di sekolah ini, mangkanya aku ingin lebih dekat denganmu. Tapi aku rasa aku harus menjaga jarak denganmu karena kau memiliki popularitas yang terlalu tinggi.” Kata-kata itu selalu terngiang dalam ingatanku. Bagaimana bisa orang sekeren dia tidak memiliki teman, apa dia bercanda? Mungkin karena dia terlalu keren mangkanya banyak anak yang minder untuk mencoba mendekatinya, apalagi menjadi temannya.
Istirahat kali ini aku mencarinya, tapi dia tidak ada di manapun. Aku rasa dia sedang berada di suatu tempat yang tidak ingin diketahui oleh siapapun. Tanpa berpikir panjang aku mengajak dua cewek centil menemui Fahlan, ketua perpustakaan yang cukup keren untuk seukuran anak kutu buku. Dua cewek centil itu menunggu di luar perpus, sementara aku masuk menemui Fahlan. “Aku ingin bicara denganmu sebentar, bisa?” tanyaku tanpa basa-basi. Fahlan menoleh dan dia terkejut melihat aku di sini, “Waw primadona SMA Gemilang, tidak kusangka kau ingin menemuiku dan bicara denganku.” Ucapnya dengan lembut. Setelah sepuluh menit berlalu dia tahu apa yang aku rasakan, dan dia akan mencoba untuk membantu masalah yang aku hadapi tentang Gerald.
Ternyata kegelisahanku tentang Gerald yang butuh seorang teman dirasakan juga oleh Willi. “Akhir-akhir ini kau seperti sedang memikirkan sesuatu.” Tanya Willi tiba-tiba. “Tidak, aku hanya sedikit pusing.” Jawabku berkilah. “Aku mengenalmu tidak sehari dua hari Syil, sudah hampir tiga belas tahun. Aku tahu pasti apa yang kau rasakan sekarang, hanya saja aku tidak tahu apa masalahnya.” Timpalnya. Obrolan kami terhenti ketika mobil Willi memasuki gerbang sekolah. Dari arah berlawanan kulihat Fahlan sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya dan juga Gerald, aku tidak menyangka akan secepat ini. Bagaimana Fahlan melakukannya?
Sms diterima “Sama-sama Syaila, aku senang bisa membantumu. Dan sekarang aku memiliki teman baru yang pikirannya sejalan denganku. Aku juga sangat berterimakasih padamu.” Itu yang diucapkan Fahlan setelah aku mengucapkan terimakasih lewat sms. Perasaanku sekarang sudah lebih tenang. Tanpa kusadari sedari tadi dua sahabatku yang centil ini memperhatikan tingkah lakuku yang senyum-senyum sendiri. “Tadi kau begitu murung, sekarang keceriaanmu sudah pulih kembali. Apa yang terjadi, kau tidak menceritakannya pada kami?” tanya Agnes penasaran.
“Apa?” tanya mereka ketika aku sudah menceritakan semua masalah Gerald. “Bagaimana mungkin anak sekeren dia tidak memiliki teman, kau bercanda Syil?” ungkap Zahra yang mulai ikut terbawa suasana. “Ya memang itu yang terjadi, kalian tahu aku tidak pernah membohongi kalian kan?” jawabku seraya membaca buku. Kini mereka mengerti bahwa tidak selamanya cowok keren dan tampan memiliki banyak teman. Namun mereka masih tidak habis pikir kenapa Gerald hanya bercerita padaku, kenapa tidak kepada mereka atau yang lainnya.
Satu bulan telah berlalu. Kini kebahagiaanku semakin bertambah karena Gerald sudah mulai menemukan titik kebahagiaannya sendiri. “Aku tahu semua ini adalah perbuatanmu.” Ucap sebuah suara di belakangku. Tanpa menoleh aku menjawab “Apa kau ingin mengucapkan terimakasih padaku?”. “Tentu, ternyata kau benar-benar sangat populer di sekolah.” Jawabnya tanpa basa-basi. Setelah aku duduk di sebuah bangku kayu sudah cukup tua usianya diapun ikut duduk di sebelahku. Aku sudah tahu kalu dia Gerald, dari gaya bicaranya sangat khas dan lembut.
Dia mengantarkanku pulang ke rumah, karena jarak antara taman kota dan kompleks rumahku lumayan jauh. Willi yang melihatku bersama Gerald langsung menghampiriku dan bertanya “Apa dia mengganggumu?”. “Kami tidak sengaja bertemu di taman sewaktu aku sedang jogging, dan dia mengantarkanku karena dia tahu aku tidak membawa kendaraan sendiri.” Jawabku dengan polos. Gerald pun memohon pamit untuk menghindari terjadinya permasalahan yang lebih besar dengan Willi. Ternyata dia cukup dewasa, tanpa aku sadari aku mulai memikirkannya.
Weekend kali ini aku dijemput Gerald. Dia bilang ingin mengajakku ke suatu tempat. Ini adalah kali pertama aku jalan dengannya. Sepanjang perjalanan kami tidak banyak mengobrol, mungkin tidak ada bahan pembicaraan atau bahkan kami sama-sama gugup. Setelah perjalanan yang melelahkan akhirnya kami sampai di suatu tempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya. Tempat ini begitu indah dan sejuk, aku seperti telah dibius oleh keindahan tempat ini sampai-sampai aku tidak memperdulikan orang yang mengajakku kesini.
“Aku tahu kau akan menyukai tempat ini. Kau boleh datang kesini kapanpun dan selama yang kau mau, aku akan memberikan kuncinya untukmu.” Ucap Gerald yang membangunkan lamunanku. “Kenapa kau mengajakku kesini? Dan kenapa juga kau ingin menyerahkan kunci tempat ini untukku, bukankah seharusnya kau melakukan ini kepada orang yang benar-benar kau sayang?” tanyaku bertubi-tubi. “ arena kau orangnya, Syaila. Sejak pertama kali aku melihatmu aku sudah merasakan ada yang salah dengan perasaanku, dan ketika kau menjawab semua pertanyaanku di perpustakaan waktu itu bukan dengan ucapan melainkan dengan perbuatan, aku semakin yakin bahwa aku telah jatuh cinta padamu.” Jawabnya dengan gamblang.
Sejak kejadian weekend kemarin, aku merasa canggung bila bertemu Gerald. Pernyataan tentang perasannya begitu mendadak, aku bahkan tidak sempat menjawabnya. Kumainkan sebuah kunci dengan gantungan boneka dolpin kecil yang cantik, kunci pemberian Gerald yang entah kenapa ada di tanganku. Sudah seminggu ini aku selalu memikirkannya, kemisteriusannya membuatku semakin penasaran tentang bagaimana kehidupan pribadinya. Pikiranku semakin kacau kala mengingat pernyataan perasaan William kepadaku tiga belas tahun yang lalu, dan sampai sekarang pun Willi masih menyimpan perasaan itu.
Aku terjebak di antara dua orang pria yang sangat berbeda perilaku dan sifatnya, sebenarnya mereka mempunyai kesamaan yaitu sama-sama mencintaiku. Tapi aku tidak bisa memilih karena cinta itu bukan soal pilihan, hanya saja terkadang orang melakukan pilihan untuk menjadikan semuanya mudah. Aku bukan tipe orang yang pemilih, karena semua hal tentang hidupku telah ditentukan orangtuaku kecuali cinta tentunya. Mereka pikir untuk masalah yang satu itu harus aku sendiri yang menentukan, entah kenapa.
Ini sudah lima bulan berlalu dan sekarang aku dihadapkan dengan dua orang pria yang hendak meminta pertanggungjawaban perasaan mereka padaku. “Aku tidak bisa memilih di antara kalian, karena memang dari awal pilihan ini tidak seharusnya ada. Aku sudah menganggapmu seperti kakakku sendiri Willi, dan untuk kau Gerald aku tulus berteman denganmu.” Kataku memecah kesunyian. “Lalu siapa nantinya yang akan menjadi kekasihmu kalau bukan salah satu di antara kami?” Timpal Willi. Dari arah pintu masuk seseorang yang sangat aku kenal wangi tubuhnya masuk ke dalam rumahku. “Akulah nantinya yang akan menjadi bintang di hati Syaila.” Jawab orang itu sambil duduk di dekatku.
“Perkenalkan ini Azka Immanuel Shan, calon pendamping hidupku.” Ujarku menjelaskan. “Kau tidak pernah bercerita tentangnya padaku, bahkan aku sama sekali tidak menyadari kehadirannya di hidupmu.” Ungkap Willi. Azka menjelaskan semua awal mula pertemuan kami dan sampai kami mengucap sebuah janji untuk bersama. Gerald hanya terdiam membisu, dan setelah dia tahu semua dia langsung meninggalkan rumahku dengan tersenyum simpul. Sedangkan Willi bisa menerima semua ini dengan lapang dada, baginya yang terpenting untuknya adalah kebahagiaanku. Itulah yang aku sukai dari Willi sebagai seorang teman bahkan sebagai seorang kakak.
Semenjak kelulusan sekolah diumumkan, aku tidak mendengar kabar tentang Gerald. Dia seperti hilang di telan bumi. Pulang dari wisuda sekolah aku langsung mengajak Willi ke tempat dimana Gerald menyatakan perasaannya padaku. Namun tempat ini tak seindah saat pertama kali aku kesini, keindahan tempat ini seperti ikut dibawa pergi olehnya. Tempat ini dulu melukiskan tentang semua perasaan cintanya padaku dan sekarang tempat ini juga masih melukiskan tentang semua perasaannya, meskipun itu adalah kekecewaan dan kesedihannya. Aku berdo’a semoga dia mendapat seseorang yang lebih baik dariku, amien…
NOTE: cinta bukan soal pilihan, karena cinta tak memilih untuk siapa dia akan berlabuh.

Kukira Itu Cinta

Aku memandang ponsel BBku dengan geram. Kini, ponsel bukanlah sarana penyemangat, hiburan ataupun komunikasi bagiku khususnya. BB ini menjadi suram bagiku. Dentingan dan LED BBku pun tak pernah ku hiraukan. Percuma saja! Jika aku memandang BBku, BBM darimu, Telfon darimu, SMS darimu ataupun Skype darimu tidak lagi kan kudapatkan. Aku merasa benar-benar kacau. Lewat BBM, kau memaki, mencaci, membentak dan menyalahkanku. Sementara aku sendiri tidak tau dosa apa yang telah ku perbuat padamu hingga berakibat seperti ini.
Kau mengawali segalanya. Kau memulai perkenalan kita. Perkenalan yang aku lupa kapan itu terjadi. Dan entah bagaimana bisa terjadi. Aku sudah melupakannya. Yang ku tau dan ku ingat, kau begitu menyenangkan saat itu. Kita tertawa, bercanda dan bercerita apapun yang menarik. Penting ataupun tidak penting. Kau selalu memiliki topik untuk dibicarakan lewat pesan BBM. Kita pun saling bertukar foto. Foto masa lalu kita yang konyol dan lucu.
Foto itu adalah foto kita saat berumur 5 tahun. Foto kita yang unyu dan imut itu sukses membuat kita tertawa lepas di tempat masing-masing. Dan tentunya di depan ponsel BB masing-masing. Kemudian kau mengirim gambar macan dan menyamakanku dengan gambar menyeramkan itu. Aku tak mau kalah. Aku membalas dengan mengirimimu gambar pocong. Kau tidak terima dan marah-marah tak jelas padaku.
Semakin lama aku merasakan ada gejolak dalam relung hatiku, ikut menari riang gembira, bergoyang-goyang, serta terbang melayang. Aku bahagia. Perhatian yang kau berikan padaku kurasa tulus. Kau bercerita tentang cinta. Segala pendapatmu tentang cinta kau ceritakan padaku. Dengan caramu. Caramu yang sangat menyentuh hatiku. Caramu yang membuatku semakin terpesona oleh sosokmu.
Pada suatu saat kita saling menceritakan pengalaman cinta kita. Cinta pertamamu begitu indah. Kau menceritakan dengan gaya laksana sang pujangga cinta. Kau juga bercerita tentang mantan-mantan pacarmu. Bercerita tentang kau yang pernah menjadi ‘Kekasih Gelap’. Di dalam hati aku merutuki kebodohanmu yang dengan santai menjadi Selingkuhan. Betapa cerobohnya dirimu. Bagaimana jika pacar asli dari pacarmu itu tau? Entahlah. Itu bukan urusanku. Jika kamu milikku, aku berjanji takkan pernah menduakanmu.
Di setiap malam harinya, kita selalu bersapa ria lewat skype, twitter, facebook, line dan Sosial Media lainnya. Melalui skype, saat itulah wajahmu dan wajahku bertemu secara dekat dengan perantara webcam. Matamu memancarkan elok nirmala kesejukan fajar dalam hatiku. Suara lembutmu yang mengucapkan “Good Night” berhasil menarik bibir ini hingga mengukir sebuah senyuman manis. Walau hanya 2 kata, tapi aku tak bisa untuk tidak mengartikan itu wujud perhatianmu padaku. Aku terlelap dalam tidurku bersama mimpiku. Kulihat bayanganmu tersenyum manis di mimpiku. Ya Tuhan! Kurasa aku mulai menyukainya dan menyayanginya.
Dan lagi terjadi, di lain hari. Kau adalah seorang pemain bola. Aku tahu itu, karena kita memang satu sekolah. Dan aku mencari berbagai informasi tentangmu dari teman-teman dekatmu. Aku juga sangat menyukai sepak bola. Kita membicarakan tentang tim favorit kita. Pemain idola kita. Kau menyukai Arsenal, sedangkan aku menyukai Barcelona. Di hari sabtu dan minggu adalah hari latihanmu. Kau selalu mengabariku. Apa yang sedang kau lakukan, dimana keberadaanmu, bersama siapa dirimu saat itu. Kau mengabariku. Seusai ataupun sebelum latihan kau mengirimiku BBM. Dan yang semakin membuatku kaget adalah, kau memanggilku ‘SAYANG’.
Aku kira aku memang orang bodoh. Karena hubungan kita berangsur-angsur tanpa ikatan yang jelas. Di malam minggu setelah kemenangan tim sepak bolamu yang mendapat juara 1, kau mengajakku jalan, dinner dan ini adalah kali pertamaku ngedate denganmu. Ah apa ini bisa dibilang kencan? Yaaa kurasa memang begitu. Kau menghampiri langsung di rumahku, dengan motor sportmu tentunya. Dan tak ketinggalan kau meminta izin kepada ayahku tersayang untuk mengajakku keluar. Betapa bahagianya diriku. Bagaimana bisa aku hanya menganggap ini semua wajar sebagai teman. Semua kaum perempuan pun akan merasa benar-benar dicintai saat seseorang yang disayangi melakukan hal itu.
Aku membonceng di belakang mu dengan perasaan campur aduk. Kau melajukan motormu itu sangat kencang. Ah laki-laki memang modus. Itu taktik agar perempuan takut jatuh lalu akan merangkul pinggangnya dengan erat. Mau tak mau aku merangkul pinggangmu. Semakin kencang lajumu, semakin erat tanganku melingkari pinggangmu. Denyut jantungku begitu kencang, darah terpompa dari bilik kiri ke seluruh tubuh, arteri di tanganku mengalir deras, aku merasa seperti lari maraton. Aku berharap kau bisa merasakannya.
2 hari setelah malam itu, kau menghilang tak berjejak. Pesan BBM darimu kutunggu-tunggu juga tak kunjung datang. Aku berfikir, mungkinkah kenangan malam itu hanya mimpi? Tidak mungkin! Aku merasakan itu semua benar-benar nyata! Aku mencubit lenganku waktu itu, dan rasanya sakit. Ah atau… mungkinkah malam itu adalah perayaan perpisahan kita? Oh Ya Tuhan… Kumohon jangaaan!
Hingga suatu ketika kabar burung terdengar oleh telingaku. Kau memiliki kekasih baru. Yang tak lain adalah temanku. Aku mencoba meminta penjelasan padamu, dan kau mengakuinya. Aku juga meminta penjelasan padanya, tapi dia tetap mengelak tak mau mengakuinya. Aku mendesaknya dan akhirnya ia mengakui itu. Bahwa dia -yang merupakan temanku- adalah kekasihmu. Aku memintanya menceritakan bagaimana dia bisa jadian denganmu. Aku tak bisa mengontrol emosiku saat itu. Aku luapkan padanya. Sementara kau dengan santai justru membelanya dan terus-terusan menyudutkanku, menyalahkanku, membentakku, bahkan mencaci maki diriku.
Air mataku terus berlinang. Hati ini terasa sakit dan perih. Bagai tertusuk belati. Aku ingin sekali berteriak saat itu, tapi aku menyadari keberadaanku yang kini di dalam kamar. Aku khawatir orang-orang akan menyangka aku ini GILA. Ku urungkan niatku berteriak dan terus menangis tersendu. BB yang kini kupegang terasa menggetarkan. Lewat BBM, Chat, DM dan pesan singkat kalian berterus terang saja meminta maaf kepadaku atas dosa yang kalian perbuat. Dentingan BBku berbunyi tanpa henti, Flipnya pun berkedip-kedip merah, biru, hijau. Aku tak kuasa! Tanpa pikir panjang, kumatikan saja ponsel BBku ini. BB keramat yang menyisakan luka mendalam bagiku.

Cinta Terakhir Sheren

“Sheren, kamu tau gak kalo Arfi udah balikan sama Viona?” Tanya Laynda
“Ah yang bener?” Jawabku balik bertanya
“Iya!!” Jawab Laynda.
Hancur banget hati aku denger kabar itu, kabar bahwa seseorang yang sangat aku cintai balikan sama mantannya yang belum lama putus. Aku lihat Arfi masuk ke kelas dengan wajah yang sangat gembira. Sepertinya dia sangat bahagia. Ya, bahagia di atas tangisanku.

“Sheren, pulang bareng ya” ajak Laynda
“Pasti” jawabku pada sahabatku itu.
Laynda sahabatku yang paling mengerti aku dan yang selalu jadi teman curhatku. Setelah itu aku dan Laynda langsung menuju parkiran sepeda dan mengambil sepeda masing masing. Kita berjalan pulang bersama dengan menaiki sepeda itu, ya karena rumah kita searah. Perjalanan pulang terasa sangat gembira karena lawakan Laynda, ya sahabatku yang satu ini emang hobi banget ngelawak.
Aku berdiri di balkon kamarku. Aku masih kepikiran sama Arfi. Aku langsung update status di bbm ‘gue sayang sama lo, tapi lo gak pernah sadar itu’. Tak lama setelah update status, tiba tiba hp ku berdering. Aku read bbm itu ternyata dari Arfi.
“Pmnya buat siapa tuh?”
“Jangan kepo deh”
“Kasih tau aja, gue janji enggak bakal kasih tau siapa siapa”
“Enggak ah, ini kan rahasia”
Seandainya lo tau Ar, yang gue maksud itu elo, bukan orang lain. Batinku. Sayangnya aku cuma bisa mendem perasaan itu, karena aku sadar Arfi udah jadi milik Viona.
Paginya, setelah memakai sepatu dan menggendong tas pink ku, aku langsung turun dari kamar, menuju ruang makan.
“Selamat pagi Ayah, Bunda” ucapku sambil mencium kedua orangtuaku
“Selamat pagi sayang” jawab mereka
“Sayang, nanti siang Ayah dan Bunda akan berangkat ke Bandung” ucap Ayah
“Loh kok mendadak?” tanyaku sambil memakan roti
“Iya sayang, Ayah dan Bunda cuma 2 hari kok di Bandungnya, kalo semua udah selesai, kita langsung pulang” jawab Bunda
“Ya udah, aku berangkat dulu ya Ayah, Bunda” ucapku sambil mencium tangan mereka.
Aku langsung menuju garasi dan mengambil sepeda pink kesayanganku dan langsung menuju sekolah.
Hari ini aku enggak duduk sama Laynda kaya biasanya, tapi aku duduk sama temanku namanya Isyah. Aku nyaman sama dia, kebetulan 2 jam pelajaran hari ini kosong. Aku curhat curhatan sama Isyah.
“Syah kamu suka sama siapa di kelas ini? Jujur deh sama aku” tanyaku
“Aku suka sama Arfi Sheren” jawabnya
Aku langsung kaget dan gak nyangka kalo Isyah suka sama Arfi juga.
“Kalo kamu Sheren?” tanyanya
“Uum, sama Syah” jawabku seadanya
“Hah? Seriusan kamu suka sama Arfi?”
“Iya Syaah” jawabku
Setelah jujur jujuran, aku dan Isyah saling berjanji, gak akan pernah ribut cuma gara gara Arfi.
Hari hari berlalu, aku denger sekarang Arfi udah putus dari Viona. Berarti dia single dong. Ah hati aku rasanya seneng banget. Aku tetep waiting, waiting dan waiting. Berharap dia peka sama cinta tulus aku. Dan Laynda terus kasih aku support biar aku enggak putus asa. Dia emang sahabat sejati aku. Sedangkan Isyah, kayanya dia makin hari makin deket aja sama Arfi. Ya mungkin Arfi juga punya rasa sama Isyah.
Pagi ini rasanya semangat banget. Setelah markirin sepeda aku langsung bergegas ke kelas. Tapi kok di depan kelas rame rame gitu ya. Aku penasaran, aku langsung lari menuju ke kelas. Betapa hancurnya hati ku, Arfi nembak Isyah di depan mata aku. Aku langsung nangis. Isyah yang melihatku langsung berkata “Sheren maafin aku, aku gak bermaksud buat nyakitin kamu”
Tapi setelah Isyah ngomong begitu, aku malah langsung pingsan. Temen temen yang panik langsung bawa aku ke UKS. Di UKS yang ngejagain aku ternyata Arfi.
“Aduh, pusing banget kepala ku” ucapku yang baru tersadar
“Eh lo udah sadar” jawab Arfi
Aduuuh kok Arfi sih yang ngejagain aku. Batinku kesal.
“Sheren lo suka sama gue?” tanyanya
“Enggak, gue enggak suka sama lo” jawabku
“Tapi kok tadi Isyah ngomongnya begitu?” tanyanya lagi
“Gue enggak suka sama lo, gue cuma sayang sama lo” jawabku sambil menangis
“Maafin gue Sheren, gue udah milih Isyah, gue enggak tau kalo lo itu sayang sama gue” ucap Arfi
“Iya enggak apa apa kok Ar, lo cinta terakhir gua” jawabku
“Cinta terakhir?”
“Iya”
Pulang sekolah
Seperti biasa, aku pulang sekolah bersama Laynda sahabatku. Di tengah perjalanan karena terlalu asik ngobrol, aku terserempet sebuat truk. Aku pun dilarikan ke rumah sakit terdekat. Pihak rumah sakit langsung membawaku ke ruang UGD.
Tak ada yang mendampingiku, kecuali Laynda sahabatku. Tak lama setelah itu, dokter keluar dari ruangan dengan wajah sedih.
“Dok, gimana keadaan sahabat saya? Baik baik aja kan dok?” tanya Laynda
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi takdir berkata lain” jawab dokter itu
“Maksud dokter?” tanya Laynda
Tak lama setelah itu, suster keluar dengan membawa aku yang sudah tak bernyawa lagi.
Dan akhirnya semuanya terbukti, Arfi cinta terakhirku.

Terima Kasih Sahabatku

Sekolah baru, teman baru dan mungkin juga sahabat baru. aku baru saja pindah ke Jakarta. setelah 14 tahun berada di Surabaya. aku yang meminta untuk tinggal di Jakarta, sebab aku tak suka suasana disana, semua sombong dan semua memilih-milih teman. dan aku berharap disini tak seperti yang sudah ku alami disana.
Pastinya ini juga suana baru. pagi hari aku bersemangat untuk ke sekolah baru, semua serba baru pastinya. tapi, pagi itu aku kena sial. sebuah mobil mewah menyemprotku dengan air yang masih tergenang dekat torotoar jalan bekas banjir. orang itu segera turun dan meminta maaf padaku. aku tak boleh ke sekolah dengan pakaian kotor seperti ini. orang itu pun mengajakku ke rumahnya dan memberikan ku sebuah seragam sekolah seperti punyaku. orang itu juga bersekolah sama denganku.
“Maaf sekali lagi”. katanya menyesal.
“Tak apa, lagi pula aku sudah mendapatkan seragam baru darimu!”. kataku sambil tersenyum menghibur.
“Kau kelas berapa?”.
“Satu, dan kau?”.
“Dua. tapi aku tak melihatmu sewaktu MOS”.
“Tentu saja, aku tak ikut MOS saat itu, aku masih berada di Surabaya. ayahku sudah meminta izin ke kepala sekolah”.
“Oh jadi kau perempuan itu. kau sungguh cantik”.
“Benarkah? terimakasih”.
“Mmm.. siapa namamu?”.
“Tiara, panggilannya Ara. kau?”.
“Annisa, panggil saja Nisa”.
Dia sangat baik. ku kira orang Jakarta sombong, ternyata aku salah.
Dua menit kemudian aku sampai ke sekolah. dia mengantarku ke kelas yang akan ku tempati belajar bersama teman baru..
“Terima kasih sekali lagi”.
“Ok”.
Semua memperhatikanku, apa ada yang salah denganku? sepertinya tidak ada. laki-laki menatapku, perempuan membicarakanku. mengapa? tapi tak apa lah, aku akan berusaha untuk cepat akrab dengannya. aku akan duduk di bangku paling belakang.
Di Rumah
“Bagaimana harimu?”. tanya seorang pemuda yang baru saja keluar dari kamar mandi. aku tak mengenalnya, apa dia juga keluarga ku? lantas, mengapa aku tidak tahu itu?
“Baik, kau siapa?”.
“Hahah, kau tak tau aku? aku ini Om mu. saudara dari ibumu. ya pasti kau tak mengenalku. aku baru pulang dari New york. kau sudah besar rupanya”. katanya sambil tertawa kecut.
“Oh, tapi kau tampak muda. apa kau memakai ramuan awet muda?”.
“Kau ini. aku masih berusia 19 tahun”.
“Oh, maaf!”.
Di Sekolah
Siapa dia? pria memkai topi berwarna merah dan memakai kacamata baca, kemudian membuka topinya, wow orang itu sungguh keren. tapi apa dia mau bergaul dengan wanita? menurutku dari gayanya yang keren itu dan banyak perempuan yang mendekatinya, dia seorang pria yang mempunyai sebuah kelompok, atau bisa dibilang geng bermotor atau apalah. dan aku tak punya kesemepatan untuk mendekatinya.
‘HAAPPP’ seseorang membuatku terkejut dari belakang. “Nisa”. kataku sambil tersenyum.
“kau sedang apa?”.
“aku sedang melihat pria yang sedang duduk sambil membaca buku disana”.
“Ryan (Rayen Bacanya)? kau menyukainya?”.
“Ryan? ah tidak. kau mengenalnya? apa dia anggota geng?”.
“Bukan, Ryan itu sahabat dekatku. ayo ku kenalkan kau dengannya”
Nisa mengajakku kesana. jujur, aku suka padanya, tapi aku tak mau bilang dulu pada Nisa.
“Hey!”. kata Nisa menepuk pundak Ryan dari belakang kemudian duduk di sampaing Ryan.
“Hey! tadi aku mencarimu”.
“Aku datang telat. eh ini teman baru ku, siswi kelas satu, namanya Tiara, panggilannya Ara!”.
“Ara!”. kataku sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
“Ryan”. jawabnya sambil tersenyum. akupun duduk disamping Nisa.
lewat tiga bulan, aku sudah akrab dengan Ryan, aku sudah tau semua tentang Ryan dan Nisa. mereka kini menjadi sahabatku. meski beda umur dan kelas, tapi itu tak memisahkan kita untuk menjalin sebuah hubungan ‘SAHABAT’
hingga suatu malam, aku mencurahkan semua pada Nisa, aku mengakui kalau aku menyukai Ryan sejak pandangan pertama.
“Oh, jadi kau suka dengan Ryan?”.
“Iya. hehe. bagaimana menurutmu?”.
“Bagus. apa kau mau minta bantuan kepadaku?”.
“Apakah boleh”. tanya ku bersemangat.
“Tentu saja”.
Aku senang bisa mengenal Nisa. dia sangat mengerti dengan perasaanku. seminggu telah berlalu. Ryan mengatakan cinta padaku. dengan perasaan senang aku menerimanya. tapi aku melihat aada yang berbeda dengan Nisa, Nisa tak pernah bersamaku lagi setelah aku jadian dengan Ryan. aku pun ke kelasnya dan mengajaknya makan sebagai tanda terimakasih.
“Nisa. kau kenapa? mengapa kau tak pernah gabung dengan ku dan Ryan?”.
“Hahah, tak apa. nanti kata orang aku akan mengganggu hubungan kalian, atau ada orang ketiga maksudku”.
“Hahah, tidak apa Nisa. nah itu Ryan. ayo kesana”.
Mereka berdua tak berbicara sama sekali, aku heran. apa mereka punya masalah tanpa aku ketahui?
“Kalian kenapa? apa kalian marahan?”. tanyaku sambil menatap keduanya.
“Tidak, kami tak punya masalah. tenanglah!”. jawab Nisa. Ryan hanya membaca bukunya. tiba-tiba Nisa sesak dan pingsan, Ryan membawa Nisa ke ruang UKS. ryan tampak begitu perhatian dengan Nisa, Ryan menjaga ketat Nisa dan memegang tangan Nisa.
Muncul sebuah kecemburuan, tapi tak apa. mereka sahabat. jadi apa salahnya.
Esok harinya Nisa tidak masuk sekolah, Ryan juga tak menemuiku hari ini. aku melihat ada yang berbeda dengan Ryan. dan aku mendengar kalau Nisa meninggal dunia hari ini, aku segara ke rumahnya. disana ada Ryan yang sedang menangis sambil menyuruhnya bangun dan mengguncangkan tubuhnya. nisa sudah berbaring tak bernyawa disana, aku mendekat dan berusaha untuk menghibur Ryann.
Ibu Nisa memberiku selembar surat, aku membacanya setelah pulang dari pemakaman.
ISI SURAT NISA
“To. Ara
kalau kau sudah membaca surat ini, berarti aku sudah beristirahat untuk selama-lamanya. makasih untuk kamu Ara yang sudah menjadi sahabtku selama beberapa bulan terakhir ini. aku senang bisa mengenalmu.
ada yang ingin aku bicarakan padamu. tapi maafkan aku baru bisa memberitahumu sekarang. aku tak ingin mematahkan harapanmu. sebenarnya dua hari setelah kau bilang kau suka pada Ryan, aku sudah jadian dengannya, sengaja aku tak memberitahumu malam itu, karena aku peduli dengan perasaanmu. aku berpesan jaga Ryan untukku, jangan kau membuatnya menangis, hibur dia jika bersedih, dan alihkan pembicaraannya jika ia memulai membicarakan tentangku. ini demi kau juga. sampaikan salam terakhirku untuk Ryan.
Annisa
Apa? a..aku.. aku sudah membuat mereka memutuskan sebuah hubungan yang spesial, aku.. aku seorang yang jahat, aku tak tahu kalau mereka menjalin hubungan, maafkan aku Nisa, maaf.. aku tak tahu itu, seandainya aku tau, aku tak akan membuatmu berpisah dengan Ryan. mengapa kau melakukan itu?
Baiklah, aku akan melakukan semua demi kau, karena kau sudah banyak berkorban padaku, terutama berkorban Ryan untukku.
Aku harus menemui Ryan besok.
“Apa kau menyukaiku?”. Tanyaku sambil duduk di sampingnya.
“Maksudmu?”.
“Iya, aku bertanya. kau suka padaku?”.
“Mengapa kau bertanya begitu”.
“Jawab yang jujur”.
“Iya!”.
“Jawab yang jujur, aku tau kau berbohong, aku tau ini semua ide Nisa untuk mempersatukan kita dan membuat hubungan mu putus dengannya. maaf, maafkan aku. aku tak akan mengganggumu lagi. tapi aku harus mengabulkan perintah Nisa, meski itu sulit, yaitu membuatmu tersenyum. baiklah, aku pergi”.
“Tunggu”. kata Ryan memegang tanganku. “Aku akan berusaha untuk mencintaimu, aku akan berusaha untuk terbiasa padamu, meski itu sulit. kau tak perlu pergi dariku. kita tetap satu, sebagai sahabat dan sepasang kekasih”.
“Apa itu karena Nisa?”.
“Tidak, ini karena hatiku”. katanya tersenyum dan memelukku. Aku sungguh sayang pada Ryan, ini bukan karena Nisa, tapi karena hatiku juga. aku takkan melupakanmu Nisa, dari semua pengorbananmu untukku.
TERIMAKASIH SAHABATKU

Aku Punya Tapi Tidak Bisa Ku Miliki

huss, arwah setan pergi lah dari samping adikku yang paling cantik ini..” seru nando sambil tersenyum membangunkan lamunan ku, Nando adalah anak dari paman saya, Dia itu anak yang baik, sopan, pintar dan pastinya keren lah banyak cewek-cewek yang suka sama Dia, ya biar pun dia banyak disukai sama perempun dia gak playboy. Jadi gak ada salahnya kalau aku juga menyukai Dia.
“hayoo, kamu ngapain sendirian disini nanti kalau kesambet setan mau kamu?” tambah nando lagi
“Bukan urusan kakak” jawab ku dengan nada kesal (aku biasa manggil kakak kepada Nando)
“wihh jutek amat jawabnya, kenapa sayang kok cemberut gitu mukanya nanti makin jelek loh” kata sayang yang baru saja dilontarkan dari mulut manis nya itu membuat hati aku terasa nyaman bangat ya biar pun aku tau itu hanya kata sayang buat adik “biarin” jawab ku makin kesal.
Gimana aku gak kesal dia gak pernah menganggap aku lebih dari seorang adik, dari SMP aku sudah menyukai Nando tapi dia gak pernah merespon setiap tingkah aku saat bersama Dia, aku gak tau kenapa apa karena dia tak tau atau dia tak mau tau dengan perasaan ini yang jelas Aku pengen Dia tau kalau aku sayang sama dia.
Malam itu tepat malam pergantian tahun menuju 2014, Aku, Nando, beserta kaluarga besar berkumpul di ruang tamu untuk memulai acara pergantian tahun Semua terlihat ceria dan gembira menyambut tahun yang baru.
Setelah acaranya selesai yang lain pada asik maen petasan, Aku duduk di teras rumah menikmati indahnya warna-warni petasan sekaligus memandangi kak Nando yang asik maen petasan bersama yang lainnya.
“Andai kamu tau kak, aku pengen bangat jadi nomor satu di hati kakak. Tapi kenapa kakak gak pernah ngasih aku kesempatan buat memiliki kakak” isi hati ku buat kak Nando.
Di tengah lamunan ku tiba-tiba “trakraktrak…!!!” bunyi petasan di bawah kaki ku akibat ulah adik ku yang paling bungsu, tanpa sadar terlontar dari mulut ku “Nando, nando, nando” (maklum lah aku sedikit lata)
“ciee… ciee… lamunin kak Nando ternyata, kak Nando, kak nando, kak rhany manggil tuh” ledek Edo adikku yang paling bungsu
Malu, malu dan malu Aku langsung masuk kamar saking malunya kepada kak nando. Ku lihat kak nando hanya tersenyum melihat kejadian itu dan tak peduli dengan ku, Aku benar-benar kesal kenapa kak nando tidak mencoba membujukku.
“tuittt” Bunyi deringan handphone
“handphone siapa ya” gumam ku sambil mencari darimana asal bunyi itu. Ternyata HPnya kak Nando, sebuah pesan “sayang, kapan balik ke sini aku kangen sama sayang” isi pesan itu pesan dari ceweknya kak Nando
cetarrrrr…
Air mata ku langsung membanjiri pipi ku, aku kesal, benci, kecewa, sakit hati, kenapa aku tidak bisa memiliki apa yang aku inginkan padahal aku punya itu?.
Aku benar-benar merasakan sakit hati dan galau dengan semua ini, sampai kapan aku menahan perasaan ini, perasaan menyayangi seseorang yang hanya mengangggap aku adik.
Mungkin sampai kapan pun aku dan kak Nando tak akan pernah bersatu, dan aku mulai sadar kalau apa yang aku inginkan tidak selalu menjadi miliki ku meskipun itu sudah ada di depan mata ku sendiri.
Dan aku belajar mengikhlaskan apa yang seharusnya bukan milikku, kak Nando akan tetap jadi orang yang nomor satu meskipun aku tak bisa jadi kekasih nya tapi aku masih bisa merasakan kasih sayang dari Dia biar pun hanya sebatas adik kakak.

Cemburu Tanda (Terlalu) Cinta?

Keadaan ruangan itu gelap dan remang-remang, saat sepasang muda-mudi mencari suatu barang. Ialah Fay, lelaki bertubuh atletis itu, masuk menemani Yuna kekasihnya, gadis penakut yang bawel. Mereka berdua berniat masuk mencari sesuatu. Kaca mata renang, ya, benda itu yang mereka cari. Dengan sinar senter hape yang mereka pakai, mereka bersama-sama mencari kacamata tersebut di antara kelamnya ruangan, dus-dus kosong dan sarang laba-laba serta debu.
“memangnya dimana letak kotaknya, yun?” Tanya fay
“kata bibi, di sudut gudang, berlawanan arah sama kaca ventilasi”
“barangnya ada kan?”
“ada kok, ituk an punya…” ucapannya terputus
“punya siapa?”
Yuna tak menjawab, tapi ia berhasil menemukan kotak yang mereka cari. Fay pun tak memperdulikan pertanya tadi, ia terlihat bahagia saat mendapatkan kacamata renang yang yuna punya. Lantas tak butuh waktu lama, kacamata itu sudah terpasang menutupi sepasang bola mata Fay.
Sedangkan yuna, masih mengorek-ngorek benda di dalam kotak itu. Ia dapatkan sebuah album foto yang dihiasi debu. Album yang sebesar buku catatan. Lebih tebal dan berisikan banyak lembar foto. Fay kebingungan saat ia melihat benda yang yuna pegang. Yuna sekejap membalik-balikan lembar demi lembar kertas foto ukuran 4r itu dengan sinar senter seadanya. Fay penasaran ia mendekatinya, mencoba mengintip sekilas album foto Yuna.
“eits… rahasia cewek tau!” ujarnya pada Fay, album pun ditutup. “Yuk keluar” ucap Yuna mengakhiri. Alhasil niatan Fay melihat foto yang membuat ia penasaran, menjadi sia-sia.
Fay berkemas, hari ini ia akan berpacu di dalam air kolam. Ransel berisi perlengkapan renang, ia gantung di kedua pundaknya. Lalu Fay berjalan masuk menuju ruang tamu, di mana yuna sedang tenggelam dengan kenangan yang terlangkul dalam album kepunyaannya. Fay menjadi semakin penasaran akan album foto Yuna.
“yuna, yuk kita pergi” ucap Fay pada Yuna. Tapi kenangannya dalam foto membuat telinganya non aktif untuk sementara. Fay terlihat jengkel, gusar, tangannya dikepal seakan-akan ingin meninju.
‘kecoaaa…” Teriak Fay, Yuna sontak terperanjat
“aaa… kec… kec… kecoa, mana-mana” pekik suara Yuna, yang kini berdiri di kursi, seolah-olah menyelamatkan diri dari kapal yang hendak karam.
“dah keluar, mau beli bakso kali, hehe” ucap Fay, melantur.
“kamu nih ada-ada aja, kalau aku jantungan gimana?” sanggah Yuna
“lagian serius amat ngelihat fotonya” jawab Fay
“week… biarin” ucap Yuna mencibiri Fay, sambil menjulurkan lidah
“ayo kita pergi” ucap Fay mengajak kembali Yuna pergi
“maaf beibh, mama nyuruh aku di rumah, hari ini kan baru kualifikasi. Besok aku pasti datang”
“yah kok begitu”
Yuna tidak memberi jawaban, ia menghampiri Fay yang sedang tegak di depan pintu. Yuna menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir pacarnya. Sembari mengangkat lengan kanan Fay. Nampak arloji yang sporty, bertuliskan 10:00, sebagai isyarat agar Fay cepat pergi. Fay setengah kaget, tanpa buang waktu lagi, Fay pergi saat bibirnya terbebas dari telunjuk kanan Yuna.

Fay datang nyaris terlamabat. Membuat pelatihnya meradang. Fay yang keras kepala, begitu saja lari menjauh dari ceramah sang pelatih. Fay berlari sangat kencang, karena namanya sudah diperdengarkan oleh panitia. Lantas ia masuk ruang ganti dengan terburu-buru, fay langsung menanggalkan pakaiannya dengan menyisakan sebuah celana pendek ketat yang tertempel di bagian bokongnya. Dilanjutkan dengan memakai penutup kepala yang elastis. Lalu sambil berlari ia memasang kacamata renangnya.
‘bruk’ tubuh fay tersungkur, seseorang tanpa sengaja menghalangi laju kencangnya. Lelaki itu segera membantu fay. Orang itu menjulurkan lengannya dan hendak membantu Fay kembali berdiri. Namun reaksi penolakan bercampur amarah meradang di lubuk hatinya. Fay pun bangkit sendiri dan berlari lagi.
“kacamatanya…” ucap lelaki yang sebentar ini bertabrakan dengan Fay, dari sorot matanya, orang itu merasa mengenali kacamata yang Fay pakai. Mendengar orang itu berteriak Fay lantas berputar membalikan badan. Kembali menghampiri pemuda itu dengan muka ketus, tanpa berbicar sepatah kata pun hingga ia naik ke podium start

Ruang ganti perenang. Kursi besi ringan yang memanjang dan locker yang berjajar saling bersebrangan menjadi tempat pesakitan. Fay lemas dan hanya melamuni saat ia terjun ke air. Berbasah-basahan memperagakan skill renang gaya bebasnya, saat tangan dan kaki berganti-gantian mendorong tubuhnya melaju di permukaan air. Namun di tengah lintasan renang. Kakinya tiba-tiba kram dan pintu kekalahan pun tergambar jelas di ingatannya.
Dengan muka membara, pelatih Fay datang. Buku yang digenggamnya kini menyerupai alat pukul. Wajah Fay terlihat gelisah. Matanya tak tentram memandang ekspresi muka pelatihnya.
“kenapa? Kalah ya?” ucap pelatih. “ya jelas, wong kamu gak pemanasan” sindir sang pelatih
Fay masih tertunduk lesu dengan rasa penyesalan.
“ok! Cuma ada satu kategori lagi. Gaya punggung, dua hari lagi” ujar pelatih sambil mengangkat dua jemarinya
“tapi pak…” ucapan fay terputus
“bapak tau, kamu belum menguasainya kan” ucap pelatih, pemuda yang seakan sedang diintrogasi itu hanya mengangguk tak bersuara.
“Cuma itu yang bisa kau perjuangkan nak, bila ingin lanjut ke tingkat nasional’ tambahnya sembari menepuk pundak muridnya dan berlalu meninggalkan Fay. Fay kembali termenung, sepuluh jarinya kini bertumpuk di wajahnya.

Embun pagi terasa menyapa kulit tangan yuna, yang sedang merobek dedaunan tepat di halaman depan kelas yuna. Dinding bercorak putih abu-abu menjadi background saat tubuh Fay menyandar di bangku santai kepunyaan sekolah. Pemuda itu tambah terpuruk, saat ia melihat bahagia di wajah yuna. Ada apa dengan yuna? Pekik fay dalam hati. Aku disini sedang bersedih. Tapi kenapa dia bisa tersenyum? Bicara batin fay
Yuna mendekati fay, tampak pacarnya sedang merasa susah, jamarinya kini mengelus-elus rambut pangeran cintanya. Fay tak menanggapi tatapan yuna kepadanya, ia lantas berganti memandang langit-langit. Di ujung sadarnya, Fay teringat kekalahanya kemarin. Namun
Yuna tak tau kah kalau kekasihnya kalah.
“beibh, kok mukanya ketus gitu?” Tanya yuna
“kamu kok senyum-senyum aja dari tadi” fay balik bertanya
“Senyum? mana ada? Kamu kenapa sih? Belum jawab pertanyaan aku juga”
Fay tak menjawab pertanyaan Yuna. Kesal dan bingung kini hinggap di benak yuna. Namun Nina, teman sebangkunya datang. Dengan cepat ia menggengam tangan yuna. Ia berdalih minta ditemani ke wc. Gadis cantik itu tak kuasa menolak ajakan nina. Fay bertambah kesal.
Tas tali samping berwarna pink kepunyaan yuna, saat ini tersandar di samping tubuh Fay. Badan lemasnya terangkat, saat tas pacarnya bergetar, pertanda ada hp Yuna di dalamnya. Matanya terbelalak saat ia baca beberapa pesan dari seseorang bernama ‘Marta’. Inboxnya pun Fay jelajahi, dilihatnya kini satu per satu pesan yang masuk sedari kemarin, penuh dengan kata-kata yang mencurigakan. Ternyata orang ini yang mengalihkan dunia yuna, bentak Fay dalam hati.
Fay emosi, matanya memerah seperti kerasukan setan. Namun ia mencoba bersabar, ia letakan kembali hp yuna, kekasihnya. Tapi ternyata mata fay tertuju pada album. Ya, album foto yuna. Terlihat usang, persis seperti yang ada dalam gudang kemarin. Menjadi tanda tanya besar dalam hati Fay, buat apa album itu yuna bawa?
Rasa cemburu Fay kini berapi-api, saat indra penglihatannya, memandang beberapa foto pacarnya dengan orang lain, mereka tampak mesra, begitupun halaman-halaman selanjutnya yang dibuka. Ia berhenti sejenak, ketika melihat seseorang itu mengenakan baju renang. Akan tetapi ia merasa mengenali pria dalam foto itu. Tiba-tiba badai di ingatannya hadir bertubi-tubi, mencoba mengingat kembali, kapan ia mengenal pria misterius di photo Yuna serta menggambari apa saja yang telah ia lewatkan kemarin. Dan ingatan itu jatuh pada saat fay bertubrukan dengan seorang pria sepantarannya.
Fay muak. Sikapnya beringas, dengan kesal ia lempari album usang itu. Yuna yang bebas dari tawanan Nina, tak sengaja melihat bagaimana album usang itu melayang berputar bagai boomerang lalu tercampak begitu saja. ia melihat Fay, sang pujaan hati melakuknnya.
“siapa marta?” ucap Fay berang
“bukan siapa-siapa beibh” ucap yuna menenangkan
“jelas siapa-siapa” nada bicara fay mulai meninggi “karena sms-nya selalu kamu balas” ucap fay berapi-api
“aku kalah!” ucapnya agak merintih “satu titik pun pesan tak datang ke hp ku” suaranya mulai serak. Ia berdiri dari duduknya. Mendekatkan lapisan bibirnya pada telinga kiri Yuna, sambil berkata “maaf!. aku membuang album berisi pria brengsek itu” ucap Fay sambil menunjuk kekesalan ke arah album usang itu, yang telah mendarat di tempat sampah.
‘plak’ satu tamparan mendarat di pipi kanan Fay. Fay menatap kesal Yuna. Urat-urat lehernya terukir jelas seperti akar. “ok! Fine…” ucap fay. Isak tangis pun pecah, satu per satu air di kelopak mata yuna menetes. Saat itulah kaki fay menghatarkan ia menjauh meninggalkan yuna.
Esoknya, tiba saatnya Fay untuk berlomba. Hari ini perhelatan terakhir lomba renang. Fay tak ingin impiannya gagal, ia kini melakukan pemanasan di tepi kolam. Namun masalah sekarang berkumpul menghujat setiap denyut-denyut urat sarafnya. Membebani alam sadar fay. Wajahnya tegang, bagaimana tidak? Ia akan berlomba pada kategori yang tidak ia kuasai.
Tak sengaja ia melirik seseorang yang tersenyum. Lalu meneriaki ‘ayo fay semangat’. Orang itu adalah Yuna. Namun wajah kesal itu masih kental di lingkaran mukanya. Ia masih kesal dengan gadis yang ia pacari, meski sekarang gadis itu sedang duduk di tribun penonton.
Dari balik ruang ganti, marta datang, ketika fay sedang berlari mengitari kolam renang. Fay yang telah mengenali jelas wajah Marta, berjalan mendekati lelaki yang sedang bercengkrama dengan beberapa perenang lainnya. Namun suara langkahnya diketahui marta.
“oh hay bro” ucap marta. Tiba-tiba Fay meradang. ‘bugggk’ satu pukulan tepat di pelipis kiri, saat sapuan tinju Fay mengenainya, tak khayal darah mulai bercucuran di pelipis pria itu. serta membuat pria tak bersalah itu terdorong hingga terjatuh. Tak sampai di situ, kini Fay menggengam kerah baju marta, mengajaknya setengah berdiri. Lalu 2-3 pukulan mentah menghantam ujung bibir beserta hidung mancung pria itu. Sedetik kemudian, situasi panas itu menjadi kondusif. Saat para perenang dan staf lainnya datang melerai.
Yuna berlari menuju ke bawah tribun. Setelah ia menyaksikn secara langsung sang pacar menganiaya mantannya. Kala itu, yuna menjadi serba salah. Gara-gara dia Marta dan Fay berkelahi. Gara-gara kecemburuan Fay malapetaka pun terjadi.

Ruang ganti kini menjadi ruang peskitan mereka bertiga. Mereka saling acuh kecuali Yuna. Yuna memandang mereka prihatin
“Fay, sekarang kamu udah tau semua. Marta ini mantan aku” ucap yuna. Tapi Fay seolah tak mendengarnya. Ia hanya menetap kosong menghadap ubin lantai “aku tau, aku salah tapi bukan kayak gini caranya Fay” ucap yuna agak meninggi
“terus bagaimana caranya?” ucap Fay singkat
“caci aku, maki aku. Aku dapat menerimanya” pinta yuna
“kalau kayak gitu, hati gue gak lega” jawab Fay tanpa melirik yuna
“dasar psikopat lu” sanggah marta, Fay menggidik
“diam lu, perebut pacar orang” ucapnya sambil menunjuk Marta
“eh budek, gue mantannya lu gak denger” ucapnya sambil memegang telinga “yuna kangen sama gue, memamg salah”
“diam… diam..” Berang Yuna sambil menyeka air mata ”disini aku yang salah. Ini semua tak kan terjadi kalau aku terus terang ke kamu fay”
“enggak yun, kamu kamu gak sal…”
“marta tolong ngertiin aku” ucap yuna memotong pembicaraan marta.
“Fay aku minta maaf” yuna berusaha menenamgkan fay hingga air matanya jatuh berlinang. Namun Fay sama sekali tak memberi jawaban, bahkan melihat pacarnya saja tidak “beri aku kesempatan satu kali lagi untuk dapat mempertahankan cinta kita”
Terlihat fay agak melunak. Pria itu pun bangkit dari duduknya. Ia menatap yuna bagaikan menatap bola salju yang membawa ketenangan. Yuna menatap pacarnya. Ia yakini segala perkataan, bujukannya tadi akan merasuki segmen pada fikiran Fay. Ia merasa dapat menenangkan banteng yang tengah mengamuk di depan matanya. Namun pandangan Fay tiba-tiba seakan berapi-api. Dan mengangap kata-kata Yuna hanya sepintas lalu di telinganya.
Fay kini menjinjing tasnya, ia berdiri dan bersiap melangkah menjauhi kekasihnya. Dengan sigap yuna menggengam lengannya.
“kamu mau kemana? Kita belum selesai ngomong” rintih yuna.
Fay tak menjawab. Ia melepaskan rangkulan yuna dan pergi meninggalkan yuna. Marta mencoba mengejar Fay. Ia tak terima mantanya di perlakukan seperti itu. Namu usahanya saia-sia, Fay dengan emosi mendorong pundak Marta sampai ia terjerembab membentur dinding lorong ruang ganti.
Yuna hanya mampu menahan tetes demi tetes air matanya, tapi tangisnya pecah tidak terbendung, hingga ia tersandar di ujung kerangka locker room. Dalam hati kecilnya ia berharap Fay mau memaafkannya. Dan mengukir jalinan cintanya seperti sedia kala.
Fay kini sudah di luar arena kolam renang. Sambil berlalu, ia menyaksikan para perenang lain berlomba. Sang pelatih bahkan membuang muka untuknya. Fay tau tindakannya sangat tidak professional untuk menjadikanya seorang atlit. Melihat pelatihnya bersikap begitu, membuat matanya berkaca-kaca. Tetapi fay tidak bisa merubah keadaan, ia tetap tak bisa berpacu di atas air. Secara sah ia telah di diskualifikasi.

Cinta Sesaat

Pagi itu secara tak sengaja aku bertemu dengan Lina yang sedang berjalan menuju jalan raya. Tanpa berpikir panjang aku langsung menghampirinya. Namun, ketika aku hendak memanggilnya ada sebuah mobil yang berhenti tepat di hadapannya. Dan ia masuk ke dalam mobil tersebut lalu pergi.
Sekarang aku tahu, mengapa ia tak bisa menemaniku untuk berlatih. Ternyata, ia punya janji dengan orang lain. Aku pun memutuskan untuk melanjutkan latihanku. Selesai berlari-lari, aku istirahat sejenak di taman, sembari menikmati pemandangan dan udara pagi yang segar. Tiba-tiba ada seorang anak cowok yang datang menghampiriku. Rasanya aku tak pernah melihat anak ini.
“Sendirian saja nih. Emang temen kamu kemana?” tanya cowok itu.
“Temen? Dia ada janji sama orang lain. Sorry kok kayaknya kamu udah tahu tentang aku ya. Perasaan kita belum pernah ketemu.” ucapku penasaran.
“Iya sih, aku sering lihat kamu di rumahnya Lina. Jadi aku tau kalau kalian berteman.” jelas cowok itu.
“Kamu saudaranya Lina?” tanyaku bingung.
“Bukan. Tapi aku tetangganya.” Jawab cowok itu.
Hari menjelang siang. Bunda mengirim sms kepadaku, dan aku segera pulang dan meninggalkan cowok itu sendirian. Entah kenapa rasanya cowok itu tak asing bagiku. Aku tak ingin memikirkannya terlalu lama. Ku mainkan gitar dan menyanyikan sebuah lagu. Saat ku menyanyikan lagu itu, aku teringat akan seseorang. Yah, aku sadar. Cowok itu mirip dengan masa laluku. Segera ku ambil foto album dan kubuka. Benar, cowok itu memang mirip dengan dia.
Keesokannya, di sekolah aku menceritakan kejadian kemarin pada Lyna. Ia sempat kaget mendengarnya. Lyna takut aku akan kembali mengingat masa laluku dan terpuruk kembali. Makanya ia tak pernah memberitahuku tentang cowok itu. Cowok itu ternyata tetangganya Lyna. Pantas saja ia sering melihatku.
Lyna bercerita sedikit tentang cowok itu. Ternyata ia sudah kuliah dan jarang berada di rumah. Maka dari aku merasa tak pernah bertemu dengannya. Kelihatannya dia anak baik-baik. Selama perjalanan pulang aku terus mengingat wajah cowok itu.
Dua hari kemudian, aku pergi ke sebuah toko buku yang tak jauh dari taman. Aku mencari sebuah buku yang bisa menginspirasiku. Dan setelah menemukannya, aku segera mengambilnya. Namun, ada tangan orang lain yang juga mengarah ke buku itu. aku segera melepaskan tanganku. Dan ku pandang anak itu.
“Maaf, kamu juga mau beli buku itu?” tanya cowok itu.
“Iya, tapi kalau kamu emang benar-benar butuh, ambil saja.” Ucapku.
“Oh, nggak usah. Kamu saja. Itu tidak terlalu penting. Kamu tinggal dekat sini?” ucap cowok itu.
“Aku tinggal di perumahan sebelah. Oh ya kita belum kenal.” Ucapku.
“Namaku Putra. Nama kamu siapa?” ucapnya.
“Aku Chaca. Ya sudah, aku ke kasir dulu.” ucapku.
Setelah keluar dari toko, ternyata Putra masih berada di depan. Aku sempat bingung, apa ia masih menginginkan buku ini. Aku pun menghampirinya. Ternyata dia ingin menanyakan alamat seseorang.
“Kamu tahu alamat ini tidak?”
“Ini kan alamat rumahku.”
“Benar. Kalau begitu sekalian saja. Aku harus menemui Mama kamu.”
Sesampainya di rumah, aku langsung mengajak Putra masuk. Aku mencari Bunda kesana kemari tapi aku tak melihatnya. Akhirnya aku menelpon beliau.
“Tunggu sebentar ya. Bunda masih keluar, tapi sebentar lagi pulang kok.”
“Iya, nggak papa kok.”
“Kalau boleh tau, kok kamu bisa kenal sama Bunda?”
“Lima tahun yang lalu aku pernah bertemu Mama kamu. Kalau tak salah beliau adalah teman lama ayahku. Dan ayah menyuruhku mencari Mama mu, karena ada hal penting yang harus aku sampaikan.”
Tak lama kemudian, Bunda telah tiba dan menemui Putra. Mereka saling berbincang-bincang. Namun, beberapa saat kemudian, suasana berubah menjadi menegangkan. Mereka terlihat sangat serius. Entah apa yang mereka bicarakan sebenarnya. Ini bukanlah urusanku, jadi lebih baik aku pergi.
Malam ini bintang-bintang terlihat sangat terang. Aku kembali teringat pada wajah ccowok itu. sebenarnya siapa dia. Mengapa aku terus terbayang-bayang oleh wajahnya. Rasanya sangat senang setiap kali aku mengingat wajahnya. Mungkinkah aku menyukainya. Bagaimana mungkin. Aku baru bertemu dengannya sekali.
Aku berjalan-jalan di sekitar taman. Merasakan hangatnya sinar matahari. Aku melihat orang yang mirip dengan cowok waktu itu. Itu pasti hanya halusinasiku saja, pikirku. Tak lama kemudian, cowok itu mendekat.
“Hai, kita ketemu lagi. Oh ya, waktu itu kita belum sempat berkenalan. Kamu tiba-tiba pergi gitu aja.” ucap cowok itu.
“Sorry, waktu itu aku buru-buru.” Ujarku.
“Namaku Reno. Nama kamu?” ucapnya.
“Chaca. Kata Lyna kamu kuliah di luar kota, kok masih disini?” tanyaku iseng.
“Iya, mulai semester ini aku pindah ke sini. Makanya nggak perlu bolak-balik ke luar kota.”
“Oh gitu. Memang semester berapa?”
“Semester 3. Jurusan Fisika.”
Setelah berbincang-bincang cukup lama, aku berpamitan pulang. Karena malam akan segera tiba. Reno pun mengantarku pulang. Sampai di depan gerbang, ia berpamitan. Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang sangat senang. Entah mengapa rasanya aku sangat bahagia. Sampai di ruang tamu ternyata ada Putra disana.
“Baru pulang?” tanya Putra.
“Iya. Sudah lama disini?” tanyaku balik.
“Lumayan, sekitar hampir satu jam.”
“Oh, masih belum selesai ya urusannya. Kayaknya penting banget.”
“Udah selesai kok. Oh ya, besok kamu ada acara nggak?”
“Kayaknya sih enggak. Kenapa?”
“Gimana kalau besok kita nonton. Aku sudah lama nggak nonton. Tapi kalau kamu nggak mau juga nggak papa kok.”
“Santai aja, aku mau kok. Kan gratis, tapi tanya Bunda dulu. Kalau diijinin ya berangkat.”
“Aku yang bilang ke Mama kamu. Kan yang ngajak aku.”
Keesokannya selesai nonton aku di ajak Putra ke sebuah restoran. Dia memang sangat baik. Dia juga tidak bersikap macam-macam dan hal-hal yang membuatku marah. Bertingkah sewajarnya. Aku senang bisa mengenal Putra, tapi kenapa bayangan Reno tetap ada di benakku. Semoga Putra tak tau dengan apa yang aku pikirkan sekarang.
Semakin hari aku semakin akrab dengan Putra. Bunda juga sangat senang melihat kedekatanku dengan Putra. Namun, aku juga masih sering bertemu dengan Reno. Kadang Reno juga datang ke rumah. Bunda tau kenapa aku begitu senang bertemu dengan Reno.
“Cha, bunda harap kamu tidak mempermainkan hati mereka. Kamu harus memilih salah satu.” ujar Bunda.
“Aku sendiri tak tau harus memilih siapa. Aku sangat senang kalau Reno berada di sampingku. Berbeda saat aku bersama Putra.” jawabku.
“Ingatlah Reno itu berbeda dengan Digta. Jangan kamu samakan Reno dengannya.”
“Iya. Aku tau. Aku tidur dulu ya.”
Hari ini aku merasa tak bersemangat. Entah mengapa tiba-tiba aku ingin bertemu dengan Reno. Rasanya aku merindukan kehadirannya. Lyna yang melihatku murung, segera menghiburku.
“Kamu kenapa sih? Kok galau begitu?”
“Entahlah, aku kepikiran Reno. Aku pengen ketemu dia.”
“Kayaknya beberapa hari ini aku juga nggak liat dia ada di rumah.”
“Kemana ya dia, sudah dua hari ia tak memberi kabar sama sekali.”
“Sudahlah, paling sebentar lagi juga balik.”
Pelajaran hari ini telah usai. Aku segera keluar kelas. Aku ingin cepat sampai di rumah dan beristirahat. Namun, di depan sekolah ternyata ada Putra. Aku sangat kaget. Aku pikir dia masih di kampus. Tiba-tiba dia mengajakku pergi. Ia ingin menunjukkan sesuatu padaku.
Sebenarnya aku malas pergi, tapi kasihan Putra kalau aku menolaknya. Dia sangat baik padaku. Tapi aku tak bisa memandang ke arahnya. Pikiranku masih dipenuhi dengan Reno. Dia bilang pasti aku akan sangat senang dan tak akan bisa melupakannya. Tapi ia tak mau memberitahuku akan pergi kemana.
Aku sempat tertidur dalam mobil saat perjalanan. Tiba-tiba, aku dibangunkan Putra. Kami berhenti di sebuah villa. Villanya cukup besar dan indah. Putra mengajakku masuk dan mengenalkanku pada kedua orangtuanya. Aku sedikit gugup. Aku tak tau harus bersikap bagaimana. Aku juga bertemu dengan adiknya Putra. Dia sangat cantik dan baik. Putra menyuruhku untuk beristirahat. Aku sangat menyukai tempat ini. Terasa sangat tenang dan damai. Berbeda dengan saat di kota.
Keesokannya, Putra mengajakku ke sebuah tempat yang katanya aku pasti bakalan suka. Aku pun menurut saja. Tapi kali ini, aku harus menutup mata, biar surprise katanya. Setelah sampai di tempat itu, aku membuka mata.
“Waw, ini beneran. Bagus banget danaunya. Baru kali ini aku lihat danau sebagus ini.”
“Ya makanya aku bawa kamu kesini. Aku yakin, kamu belum ke tempat yang seperti ini.”
“Aku suka banget sama tempat ini.”
“Cha, ada yang ingin aku sampaikan sama kamu.”
“Apa?”
“Sebenarnya aku mengajak kamu kesini selain untuk mengenalkan kamu sama keluargaku, aku juga mau mengungkapkan sesuatu. Mungkin kamu kaget kalau mendengarnya. Tapi aku harap kamu tidak marah.”
“Kamu ngomong aja belum, gimana aku mau marah.”
“Sebenarnya aku suka sama kamu. Semakin kita kenal aku semakin yakin sama perasaanku. Aku sudah jatuh cinta padamu, Cha. Maaf kalau aku lancang. Tapi aku nggak maksa kamu buat balas perasaanku. Aku hanya ingin kamu tau saja tentang perasaanku.”
“Maafin aku Putra, aku nggak tau harus bersikap bagaimana. Karena aku belum memikirkan hubungan sejauh itu. Aku belum bisa melupakan masa laluku. Aku tak ingin menyakitimu. Selama ini kamu sudah sangat baik padaku.”
“Tak apa. Aku akan menunggu mu. Sampai kamu bisa melupakan masa lalumu itu.”
Semenjak kejadian itu, aku sadar. Kenapa selama ini aku terus memikirkan Reno. Karena Reno mirip dengan masa laluku. Selama ini aku menyukainya karena aku anggap dia itu masa laluku dan bukan sebagai Reno. Tak lama kemudian, Reno mengajakku untuk bertemu. Kali ini aku akan menjelaskan semuanya.
“Ren, ada yang ingin aku bicarakan. Ini serius.”
“Aku juga mau bicara sama kamu. Sebenarnya aku mengajak kamu kesini, karena aku pengen mastiin soal perasaanku dan perasaan kamu.”
“Aku mengerti apa yang kamu maksud. Pasti Lyna sudah menceritakannya padamu. Tentang masa laluku. Maaf, ternyata selama ini aku salah. Aku memandang kamu bukan sebagai Reno, tetapi aku menganggap kamu seperti cowok di masa laluku yang telah tiada. Aku tak bermaksud mempermainkanmu.”
“Tenang saja. Selama ini perasaanku sama kamu itu tulus. Tapi ada orang yang jauh lebih baik dariku. Dan aku yakin dia bisa membuatmu bahagia tanpa harus melupakan masa lalumu.”
“Ya kamu benar, mungkin sekarang aku harus belajar membuka hatiku dan menerima Putra.”
Semenjak itu, aku mulai membuka hatiku dan menerima Putra. Dia sangat sabar menghadapiku. Dia tidak menuntut untuk selalu dicintai. Namun, lama-lama rasa itu tumbuh sendiri. Aku bersyukur ada orang yang setia menungguku dan menjagaku dengan tulus.

Cinta Dalam Diam

“Kring… kring.. kring..” jam beker ku berbunyi sangat nyaring pada pukul 06.30 yang sengaja ku setel untuk membangunkan ku dari tidur panjangku. Aku sontak terbangun dan dengan langkah sempoyongan aku berjalan ke arah kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah
Hari ini adalah hari pertama ku masuk sekolah sebagai seorang siswi SMA. Aku cukup gugup. Oiya, selama tiga tahun kedepan aku akan menghabiskan masa putih abu ku di SMA Negeri 1 Sukamulia. Sekolah ku merupakan salah satu sekolah ternama di kota ku. Hanya anak-anak pilihan yang bisa bersekolah di sekolah ku. Dan aku salah satu di antara banyaknya anak-anak pilihan tersebut.
“Qoonnniii…” teriak Aini sambil berlari ke arah ku
Aini adalah teman segugus ku saat MOS. Dari sana kami mulai dekat dan menjadi teman akrab hingga saat ini.
“Aini lebay deh, baru sehari aja gak ketemu udah heboh. Kangen ya sama aku” ucapku sambil cengengesan
“Ih pede, sopo to yang kangen karo sampean?” jawabnya ketus.
Oiya, Aini adalah keturunan blasteran Jawa dan Sasak. Makanya kalau ngomong rada medok
“Iya deh iya, kita ke kelas aja yuk! Entar kita enggak kebagian bangku paling depan”
Kami pun berjalan menuju kelas. Kebetulan aku dan Aini satu kelas yaitu di kelas X-IPA 3. Sampai di kelas aku dan Aini memilih bangku paling depan dekat jendela yang berhadapan langsung dengan lapangan sekolah. Hari ini memang hari pertama masuk sekolah, tapi murid-murid di sekolah ku tetap belajar seperti biasa. Itulah yang membedakan sekolah ku dengan sekolah-sekolah lain.
Jam pelajaran pertama dimulai. Pak Budi guru sejarah yang terkenal rajin dan disiplin masuk ke kelas kami. Tanpa ada komando siswa dan siswi yang tadinya sangat ribut langsung diam
“Selamat pagi anak-anak dan selamat datang di sekolah kita tercinta ini” kata beliau mengawali pelajaran
“Selamat pagi pak…” jawab kami serempak
“Kalian tentu sudah tau nama bapak siapa, jadi langsung saja kita mulai pelajarannya. Silahkan buka buku kalian halaman 135” perintah beliau
Detik berganti menjadi menit, menit berganti menjadi jam dan bel berbunyi yang menandakan jam istirahat dan jam pelajaran Pak Budi berakhir. Setelah Pak Budi keluar kelas, datanglah beberapa orang kakak kelas ke kelas kami.
“Selamat siang adik-adik. Maaf mengganggu waktu istirahat kalian. Kami dari senior ekskul seni lukis ingin merekrut anggota baru” ucap salah seorang dari mereka
“Oke, untuk mempersingkat waktu, bagi kalian yang berminat silahkan tulis nama kalian di kertas ini” ucap seorang pria yang berbadan kekar sambil mengangkat kertas dan pulpen
“Wooy ngelamun terus, entar kesambet loh” kata Aini padaku
“Iya gue kesambet dia” jawabku sambil menunjuk pria berbadan kekar itu
“Ya udah pas kalau begitu. Kamu ikut aja ekskul seni lukis. Lagian kamu juga jago ngelukis. Aku daftarin yo?”
“Terserah kamu aja” jawab ku pada Aini sambil terus memandang pria itu.
“Jadi bagi yang sudah menuliskan namanya, nanti sore agar datang ke sekolah” ujar mereka dan pergi begitu saja dari kelas kami.
Sore hari nya aku dan Aini datang ke sekolah. Ternyata sudah banyak siswa kelas X yang datang. Baik dari siswa IPA maupun IPS. Kami dikumpulkan di sebuah ruangan khusus untuk ekskul seni lukis. Di pertemuan pertama kami tidak langsung melukis tapi lebih tepatnya mendengarkan ocehan para senior yang memperkenalkan dirinya padahal kami tidak memintanya. Tapi, dari tadi aku tidak melihat sosok pria yang tadi pagi membuatku terhipnotis karena senyum nya. Tiba-tiba dari balik pintu terdengar suara orang tergopoh-gopoh
“Sorry.. sorry aku telat” ucap pria itu
“Ya udah deh langsung kenalin diri kamu ke junior kita” perintah kak Nadia
“Oke adik-adik, maaf sebelumnya karena saya telat. Nama saya Febryan biasa di panggil Ryan. Saya duduk di kelas XII-IPS 4” ucapnya sembari tersenyum.
Lagi-lagi ia tersenyum dan senyuman itu mampu membuat ku mematung dan tak mampu berkedip. Aliran darah ku seaakan berhenti mengalir sementara jantung ku terus berdetak semakin kencang. Apa aku menyukainya? Batinku dalam hati
Hari berganti hari.
Tak terasa sudah dua bulan aku menjadi siswi SMA. Dan sudah dua bulan juga aku mencari tau semua hal tentang dia. Tentunya secara diam-diam. Dimulai dari tanya-tanya akun sosial media nya, nomor handphone nya, bahakan pin BB nya. Tapi sayang, aku terlalu pengecut untuk sekedar mengirim pesan singkat padanya. Aku hanya berani memperhatikan kelihaian nya saat bermain sepak bola dari kejauhan juga memandang senyum nya yang indah dari kejauhan. Meskipun aku tahu senyum itu bukan untuk ku. Tapi itu sudah cukup membuat ke senang. Karena dengan tersenyum berarti dia sedang dalam keadaan baik-baik saja.
Namun pada akhir nya, ku kumpulkan segenap keberanian ku untuk mengirim sebuah pesan singkat pada nya melalui BBM
Aku: “PING!”
Dia: “Y?”
Jawaban yang sangat singkat dan sanggup membuat rasa kecewa yang teramat dalam dihatiku. Sejak saat itu aku tak pernah berani mencoba untuk berkomunikasi dengan nya. Hingga pada suatu sore aku dan Aini datang untuk mengikuti ujian melukis. Kak Ryan juga datang. Seperti ia terlihat seperti biasanya. Biasa keren dan dengan senyum nya yang menawan membuat nya tampak terlihat sangat manis.
Ujian melukis kali ini kami diminta menggambar seseorang yang membuat kami bahagia. Sebenarnya aku membayangkan Kak Ryan tapi sangat tidak mungkin aku melukis nya jadi kuputuskan untuk melukis wajah Ayah ku saja.
Setelah selesai melukis aku mengumpulkan hasil lukisan ku pada Kak Ryan. Ia tersenyum pada ku tapi aku tetap berusaha bersikap biasa saja di hadapan nya.
“Lukisannya bagus dek, ini siapa?” tanya Kak Ryan
“Ayah aku kak” ucapku dan berlalu meninggalkan nya
Aku keluar ruangan sambil menarik tangan Aini dengan hati yang sangat berbunga-bunga.
“Kamu kenapa to? Keliatan nya seneng banget” tanya Aini kebingungan
“Kak Ryan.. Kak Ryan bilang lukisan aku bagus” jawabku berbunga-bunga
“Dasar lebay.. baru dipuji begitu saja sudah heboh begitu”
“Biarin aja, sewot mulu ih” ejek ku pada Aini
Di kejauhan tampak seorang wanita yang sepertinya aku sudah kenal. Ya, wanita itu adalah Kak Kirana. Wanita terpopuler di sekolah ku. Dia cantik dan baik hati. Ia sering memenangkan lomba-lomba modelling yang diadakan oleh pemerintah di kota ku. Tapi kenapa dia bisa ada di sekolah padahal sore ini tidak ada ekskul modelling
“Saaayaaang…” ucap wanita itu sambil melambaikan tangan ke arah ku.
Dan saat aku berbalik arah ternyata sudah ada Kak Ryan yang membalas lambaian tangan itu sembari tersenyum. Aku shock! Aku yang melihat dan mendengarkan semua itu tak sadar meneteskan air mata. Aku pun berlari sekencang-kencang nya. Hatiku terasa sangat perih. Keadaan ini memaksa ku harus sadar bahwa cerita cinta ini bukanlah sinetron yang awalnya suka dan berakhir dengan pacaran. Ini cinta yang nyata. Biarlah cinta tetap tersimpan dalam diam. Dan mulai sejak saat itu ku putuskan untuk menyimpan rapat-rapat cinta untuk Kak Ryan dan mencoba bersikap seolah kejadian yang kulihat hanyalah sebuah mimpi buruk yang akan hilang saat aku terbangun nanti.

15 Maret

Hai semua, kenalin nama ku amira ratu anandhita, biasa dipanggil amira.
Sekarang aku sudah mempunyai seorang baby dan juga bekerja di salah satu perusahaan ternama di amerika.
Kali ini aku ingin bercerita tentang peristiwa ku tanggal 24 januari beberapa tahun silam, saat aku masih duduk di bangku smp, kisah ini tentang penglaman pahitku dalam bercinta, maklumlah masih cinta monyet, tapi peristiwa ini masih membekas di benakku sampai saat ini.
This story..
Pagi itu, pagi minggu, jam di dinding rumahku masih menunjukkan pukul 10 pagi, saat itu aku sedang beristirahat sejenak setelah melakukan beberapa pekerjaan rumah yang menumpuk. Aku memang bukan tipe cewek pemalas yang suka menumpukkan pekerjaan rumah. Tiba-tiba ponselku bergetar keras, tanda dari pesan masuk. Otakku berpikir keras siapa yang mengirimiku pesan sepagi ini. Aku segera berlalu mengambil ponselku di atas meja.
From: 083180******
Merah muda dan ungu, itu untukkmu.
Aku mengernyit bingung, sederet nomor asing itu memenuhi pikiranku. “merah muda dan ungu?” apa maksudnya?,
Karena aku tak mau ambil pusing, aku membiarkannya, mungkin dengan ku diamkan pesan aneh itu takkan mengangguku lagi. Tapi diluar dugaanku pesan itu terus muncul mengotori layar ponselku, bahkan setiap jam. Akhirnya kuputuskan untuk mematikan ponselku.

Sore itu, masih tanggal 24, aku berjalan-jalan ke taman di dekat komplek aku tinggal. Di taman itu terdapat sebuah danau dengan patung di tengahnya. Aku duduk di bawah pohon sambil menikmati keindahhan danau. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku,
“hai..” sapanya sambil tersenyum
“hai juga” balasku.
“sendiriaan aja”
Aku mengangguk.
“hendrix juga” tanya ku basa-basi
Hendrix..?
Ya, itu hendrix, teman sekelasku, pemain basket, juga ketua kelas dan ketua osis di sekolahku. Kami cukup dekat. Wajahnya yang tampan, senyumnya yang manis dan dia juga sangat baik hati, membuat banyak kaum hawa di sekolahku terpikat dengan dirinnya.
“kok pesanku gak di balas” tanyanya tak menatapku.
“pesan?” ujarku balik bertanya.
Dia mengangguk.
“yang isinya merah muda dan ungu. Itu untukmu”
Aku mendelik kaget,
“jadi itu pesan darimu”
“aku tau kamu pasti kesal karena aku terus mengirimnya padamu, aku minta maaf, tapi asal kamu tau itu tulus untukmu” jelasnya menatapku.
“aku tak mengerti apa yang kau maksud, merah muda dan ungu, apa artinya” tanya ku bingung.
“merah muda itu adalah tanda sayang, kalau ungu tandanya seseorang takut kehilangan orang yang dia sayangi” ujarnya menatap ku dalam.
Deg..
Jantungku berdetak cepat, ku rasakan tanganku mulai basah.
“maksudmu mu kau sayang padaku” ujarku tak karuaan.
Hendrix mengangguk dan tersenyum padaku.
“aku tak memiinta kau menjawabnya sekarang” ujarnya mengenggam tangan ku erat.
Aku mengangguk.
Tak butuh jawaban dariku, kami semakin dekat, hendrix juga tak pernah menannyakan perihal hari itu. Yang ku tau kami saling mencintai.
Beberapa bulan kemudian, tanggal 24 juni setelah hari itu, aku ikut orangtuaku bertugas ke luar negeri, meninggalkan teman-temanku, sekolahku, dan juga hendrix.
Saat itu, hendrix memelukku erat, “aku akan selalu mencintaimu dan menunggumu” bisikknya lembut.
Di sekolah ku baruku, aku berteman dengan danniel, emma dan bonnie. Setiap hari aku selalu berharap dapat kembali ke tanah air dan tentunnya ingin bertemu hendrix.
Soal hendrix, kami masih berkomunikasi, melalui e-mail ataupun jaringan wi-fi,
12 tahun kemudiaan,
Hari h yang ku tunggu, saat dimana liburan semester di kampusku,
Kampus?
Ya kini aku telah menjadi mahasiswa di salah satu universitas terkemuka di amerika.
Hari ini tanggal 24 maret. Dengan hati riang aku berlari menuju taman tempat dimana hendrix mengunggkapkan cintanya padaku dulu. Mataku menangkap sosok yang tengah berdiri di bawah pohon sambil mengendong seorang bayi!
Aku berjalan menghampirinya,
“hai” sapaku
Hendrix tampak terkejut.
“kau punya adik bayi ya” godaku manja.
Hendrix menghela nafas panjang dan menjawab,
“dia anakku”
Saat itu juga bumi ku pijak bergetar, aku tak tau harus berkata apa, aku segera berlari menuju hotel yang ku sewa, air mata terus berjatuhan di pipi ku. Semua suprise yang ku buat untuk ulang tahun hendrix beberapa hari lagi hancur berntakan.
Beberapa hari kemudiaan aku memutuskan kembali ke amerika, aku ingin melupakan semua tentang hendrix, kata-kata manisnya, janjinya, semuannya.
Beberapa bulan kemudian, tanggal 24 september aku dilamar oleh danniel dan beberapa bulan kemudian, tanggal 24 januari, kami pun melangsungkan pernikahan.
Aku hidup bahagia bersama danniel, walaupun bayangan hendrix masih bergerumul di otakku. Sejak saat itu aku tak pernah lagi berkomunikasi dengannya.
Kini aku telah mempunyai seorang bidadari kecil dari danniel, dia lahir tanggal 24 januari 20013. Kami memberinya nama “harmonie ndrixxa racliffe”.

Jangan Duakan Aku

Malam itu, aku habis putus sama pacarku yang namanya andika, karena dia sudah selingkuh di belakangku. Kemudian aku teringat dengan ajakan dari jun, seorang sahabat yang paling bisa ngertiin aku selama ini.
Kemudian aku langsung mengirikan pesan singkat ke dia.
“jun, aku boleh minta tolong kan sama kamu? Aku baru putus sama andika, dia selingkuh di belakang aku tau. Aku coba deh ajakan mu yang minggu lalu itu.” kata ku.
Tak lama kemudian hpku bergetar tanda ada sms masuk, ku lirik hp ku, dan ternyata yang sms aku itu jun. Lalu ku buka sms dari dia
“iya na. Aku tanya temanku dulu ya, siapa tau dia masih jomblo.”
“ya jun, makasi ya udah mau bantuin aku.” balasan dariku kemudian.
Dan beberapa jam kemudian, hpku bergetar lagi, ternyata jun yang sms ku lagi. Tanpa basa basi, langsung ku buka sms darinya
“na, kamu beruntung kali sekarang. Dia lagi jomblo, namanya bayu, dia orangnya kalem, udah kalem pinter lagi”
Kemudian aku balas sms dari jun
“iya jun, aku coba deh, sekalian juga aku belajar banyak dari dia”
“iya na, tunggu ya sms masuk dari dia, dia udah minta no hp kamu di aku”
“ya jun, aku tunggu”
Setelah lama menunggu, tanpa ku sadari, ternyata ada sms masuk dari nomor hp yang tidak ku kenali sebelumnya.
“kamu nana ya?”
Kemudian ku balas smsnya itu,
“iya bener, ini siapa ya?”
“aku bayu, boleh kenalan gak?”
“boleh aja kok. Kamu temannya jun ya?”
“iya na. Katanya jun, kamu lagi sendiri ya?”
“iya nih. Habis diputusin sama pacar, ku gak nyangka dia bakal nyakitin aku, sebelumnya aku kira dia itu orang yang baik. Dan ternyata dugaanku itu salah, dia tidak sebaik yang aku kira”
“sabar ya na, mungkin dia orang yang belum tepat buat kamu” jelas bayu dan berusaha menenangkan ku.
Setelah beberapa lama aku kenal dengannya, aku jadi tau sifatnya dia itu kayak gimana. Ternyata benar katanya jun, dia itu orangnya baik, udah gitu kalem lagi. Aku sering juga diajakin bercanda, sering dihibur kalau aku lagi sedih.
Suatu hari, tiba-tiba bayu menanyakan sesuatu padaku.
“nana.. Aku boleh nanya sesuatu kan?”
“mau nanya apa yu?”
“kamu udah punya pacar belum na?”
“belum yu, kalau kamu gimana? Udah punya pacar belum?”
“sama kayak kamu na.. Belum, aku masih single. Oya na, mumpung kamu masih single, aku boleh gak minta sesuatu sama kamu?”
Iya yu, mau minta apa?”
Setelah ku balas smsnya, kemudian entah kenapa dia tidak membalas smsku, aku gak tau pasti sebab kenapa dia tidak membalas smsku. karena hari itu sudah larut malam, dan aku tidak bisa menahan rasa kantukku, kemudian tanpa ku sadari, aku pun tertidur.
Besok paginya, setelah ku bangun tidur, ku langsung mengambil hpku yang ada di atas meja belajar, ternyata semalam bayu membalas sms ku.
“kamu mau jadi pacarku, na?”
Aku pun terkejut, aku gak tau kenapa dia mengajakku pacaran
Kemudian ku balas smsnya yang semalam itu.
“apa kamu gak salah yu?”
Setelah ku balas smsnya, langsung saja aku meninggalkan hpku di kamar, karena aku akan bergegas pergi ke luar rumah.
Siangnya, aku segera mengambil hpku lagi. Ternyata ada sms masuk dari bayu.
“gak na, aku serius, aku itu suka sama kamu, na… Kamu mau ya jadi pacar aku?”
Pada waktu itu aku terkejut sekali, langsung saja aku menelpon jun.
“hallo na, kenapa?”
“jun, bayu ngajakin aku pacaran, gimana nih?”
“terima aja na, dia orangnya baik kok, kan kamu dah lama tu kenal sama dia, berarti udah tau donk sifatnya dia kayak gimana.”
“ya deh jun, aku bakal nerima dia, tapi kamu yakin gak kalau dia gak bakal selingkuh?”
“yakini aja na, dia orangnya polos, jadi gak mungkin banget kan dia kayak gitu sama kamu”
“iya juga sih, jun”
Kemudian ku tutup telponnya dan langsung membalas sms dari bayu.
“iya deh yu, aku mau. Tapi kamu janji ya gak bakal ninggalin aku, apalagi selingkuh”
“iya na, aku janji gak bakal kayak gitu sama kamu.”
“dan aku mau, selama kita pacaran nanti, kamu bakal nerima aku apa adanya ya.”
“iya na, karena aku suka sama kamu, dan serius mau pacaran sama kamu, aku bakal nerima kamu apa adanya”
“inget. Kamu jangan pernah php-in aku.”
Karena hari saatnya aku tidur siang, aku pun tidur, dan dia pun juga begitu.
Sorenya, setelah bangun dari tidur siang, aku kembali sms bayu.
“kamu udah bangun?”
“udah na”
Tetapi semua itu rasanya cepat sekali berlalu, gak terasa sudah hampir 1 minggu aku pacaran sama dia, dan diawalnya terasa indah banget, pertama pacaran itu, dia sering nelpon aku, sering ngasi kabar, sering nanya kabar ku, tapi semua itu sudah hilang, aku gak tau penyebab pastinya dia berubah kayak gini. karena rumah jun agak dekat dengan bayu, aku mnyuruh jun untuk menyampaikan pada bayu, agar menuliskan sesuatu tentangku. Keesokannya setelah 1 minggu pas aku berpacaran dengannya, aku mendapatkan surat itu. Di dalam surat itu hanya ada kepalsuan. Dia bilang, dia sayang sama aku, tapi kenapa dia berubah 180 derajat?
2 minggu aku bertahan demi dia. Tanpa kabar, tanpa perhatian penuh layaknya pacar. Aku hanya bisa menerimanya dengan pasrah, rasa kesal dan kecewa karena sudah nerima dia sebagai pacarku kalau bakal gini jadinya.
3 hari sesudah ku genap 2 minggu dengan bayu, ada cowok yang sms aku, namanya adi dia kayaknya baik deh. Mungkin tuhan lebih sayang padaku, oleh karena itu, aku sudah dikasi tanda kalau aku bakal mau putus sama bayu.
Tepat jam 12.30 malam, aku belum tidur, karena memikirkan keadaannya bayu di sana yang berhari hari tanpa kabar yang jelas, aku tanya pada jun, dia gak pernah liat bayu. Dia kemana sih sebenernya?
Tiba-tiba jun menelponku, karena pada saat itu dia juga belum tidur, makannya dia nelpon aku. Dia memberikan info tentang bayu, bersama ratna.
“hallo nana, ni aku jun. Aku mau bilang sesuatu sama kamu tentang bayu”
“iya mau bilang apa jun? Bikin aku penasaran aja.”
“duh na. Aku gak kuat lho, ratna aja deh yang ngasi tau ya”
“nana, nie aku ratna. Aku mau bilang sesuatu sama kamu, tapi aku mohon sama kamu kalau kamu gak akan sedih”
“iya mau bilang apaan sih? Udah penasaran nie.”
“nana, sebernya bayu itu selingkuh.”
“masa sih? Kamu bercanda kan ratna?”
“endak na, aku serius, dia yang ngasi tau sendiri ke aku, tapi sebenernya aku udah janji sama dia gak bakal ngasi tau semua ini ke kamu, tapi karena hal ini penting dan kamu harus tau, maka aku rela ngingkar sumpah ku demi kamu na. Nama selingkuhannya devi.”
Seketika air mataku menetes dan lama kelamaan jadi mengalir deras, sampai-sampai aku tak bisa mengontrol nafasku karena harus menahan sakit yang ada di hatiku ini, akan tetapi dalam situasi dan kondisi yang seperti ini, aku hanya bisa sabar dan menerima kenyataan pahit seperti ini.
Di awal pagi, aku jadi cemberut, sampai sampai ibu ku menanyakan padaku penyebab aku cemberut. Sialan! Kenapa aku gak punya pikiran buat selingkuh yah?
Kemudian tiba tiba ratna sms aku, dan memberi saran yang terbaik.
“nana aku punya saran, mending kamu putusin aja bayu. Dari pada kamu disakitin kayak gini.”
“ya deh ratna, aku coba turutin, siapa tau mempan”
“good luck!”
Sorenya aku mencoba menelpon bayu, dan minta putus sama dia karena aku udah gak kuat diginiin terus. Akhirnya pada waktu itu juga aku putus sama dia. Semenjak aku putus sama dia, hidupku menjadi lebih tenang. Sekarang aku tau kalau dia orangnya play boy, cuma omongan aja, tapi kata-katanya gak ada artinya.