Jumat, 20 Maret 2015

Mengalah Untuk Teman



Sore itu, aku berjalan di sekitar taman kota bersama temanku. Aku Fergy dan temanku Aji, dia anak yatim, ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu karena mengalami kecelakaan, kami berdua sudah berteman sejak kami masih duduk di bangku SD, kini kami sudah beranjak remaja dan duduk di bangku SMA kelas 3 di salah satu SMA di kotaku Majalengka, dan hubungan kami sebagai teman begitu akrab, kami tidak pernah bertengkar, dan kami tidak pernah berselisih. Aku sengaja mengajaknya ke taman, agar dia tidak merasa terlalu tertekan dengan ulangan Kimia Minggu depan, ya kami mengambil jurusan IPA. Tapi inti cerita bukanlah mengenai pelajaran, tetapi ini semua mengenai cinta dan solidaritas, kisah dimana aku merasa begitu dilema, dan kisah dimana aku merasakan sebuah kebahagiaan.
“Fer, aku begitu takut!”
“Maksudmu, ulangan Minggu depan?”
“Ya kau benar, aku sama sekali belum siap. Aku tidak yakin akan lulus…” keluhnya.
“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan, itu hanya akan membuatmu semakin gila…”
“Huh, bicara memang mudah bung, tetapi melakukannya itu sulit…”
“Ya, aku mengerti bagaimana perasanmu sekarang..” Ujarku.
Tak lama setelah kami berbicara, aku melihat Dewi, wanita yang aku cintai, sayang, aku belum berani mengungkapkan perasaanku padanya, karena aku masih merasa belum siap. Kami berdua berada di satu kelas, di XII Ipa 1. Begitu juga dengan Aji, dia satu kelas dengan kami…
“Hey Aji, itu Dewi ‘kan?”
“Kau benar, ayo kita hampiri…!”
“Baik…”
Beberapa saat kemudian, kami menghampiri Dewi yang sedang duduk sendiri.
“Hey Dewi!”
“Fergy, Aji!? Sedang apa kalian berdua disini?”
“Justru itu yang ingin kami tanyakan. Sedang apa kamu disini sendirian?”
“Oh, aku sedang menikmati suasana sore yang cerah ini. Kalian?”
“Kami hanya berjalan-jalan saja…” Jawabku padanya dengan gugup. Sesaat, aku melihat ekspresi Aji yang tadinya begitu ketakutan dan panik, berubah menjadi senyum gembira, wajahnya pun memerah.
“Eh Dewi, bagaimana kalau kamu ikut kami saja?” Tanyaku.
“Oh enggak ah, kebetulan sekarang aku juga mau pulang..”
“Baik, sampai besok..”
“Sampai besok”
Kami berdua meninggalkan Dewi, dan aku begitu merasa senang bisa bertemu dengannya, walaupun hanya sesaat, tapi itu membuatku nyaman.
“Jadi Fer, mau kemana kita sekarang?”
“Aku sendiri juga tidak tahu Aji…”
“Sudahlah, lebih baik kita pulang saja…!”
“Kau benar, ayo kita pulang..”
Kami memutuskan untuk pulang, karena sore sudah semakin gelap.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah menggunakan motor, dan tak sengaja aku melihat Dewi di simpang tiga.
“Hey Dewi? Sedang apa kamu disini?”
“Hey Fer!? Aku sedang menunggu angkutan umum…”
“Yang benar saja, ayo kita berangkat bersama!”
“Emm, baiklah..”
Saat itu, aku begitu merasa gugup, wanita yang aku cintai duduk tepat di belakangku, setiap detik merupakan sebuah kenangan yang berharga bagiku. 15 menit kemudian, kami tiba di sekolah, dan secara kebetulan Aji pun tiba pada saat yang sama.
“Hey kawan!”
“Apa ?”
“Tunggu aku sobat…!”
“Terserah…!”
“Hey Dewi, aku pergi duluan yah..”
“Oke”
Tak lama kemudian, aku mengejar Aji yang sudah pergi terlebih dahulu.
“Aji, kau ini kenapa?”
“Tidak ada apa-apa…”
Saat itu, aku merasakan ada yang berbeda dengannya. Beberapa saat kemudian, bel sekolah berbunyi, dan ini waktunya kami memulai pelajaran.
Selama pelajaran berlangsung, Aji terlihat begitu murung, sedih, sama sekali bukan seperti Aji yang sebelumnya. Jam 10.00 WIB bel istirahat berbunyi.
“Aji, ayo kita pergi ke perpustakaan!”
“Tidak kali ini Fer, kau pergi saja sendiri.”
“Ayolah kawan, kau ini kenapa?”
“Aku sudah bilang, tidak ada apa-apa…”
“Hey, kalau aku mempunyai satu kesalahan, aku minta maaf…”
“Terserah…”
Beberapa saat kemudian, Aji mengajakku ke taman dekat laboratorium, dimana tempat itu merupakan tempat kami selalu bersama.
“Lebih baik kita pergi ke taman saja Fer…”
“Baiklah kalau begitu..”
5 menit kemudian kami tiba di taman tempat kami berdua selalu bersama.
“Jadi untuk apa kau mengajakku kemari Aji?”
“Ada sesuatu yang ingin aku katakan…”
“Silakan…”
“Apa hubunganmu dengan Dewi?”
“Maksudmu?”
“Apa kau menjalin cinta dengannya?”
“Hey, apa yang sedang kau bicarakan!?”
“Aku tahu, kau telah menjadi kekasihnya ‘kan?”
“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan Aji…”
“KAU! Kau adalah kekasih Dewi! Wanita yang aku cintai!”
Sesaat, aku ‘shock’ dengan kata-katanya, ternyata selama ini, Aji pun menyimpan perasaan yang sama denganku, yaitu mencintai Dewi.
“Aku bukan kekasihnya…”
“Kau bohong, tadi pagi aku melihatmu bersamanya!”
“Oh, kami hanya berangkat bersama, karena saat aku berangkat, aku melihat Dewi di simpang tiga sedang menunggu angkutan umum!”
“Jadi…”
“Ya, kami hanya sebatas teman, dan…”
“Dan apa!?”
“Dan aku sama sekali tidak mencintainya…”
“Benarkah?”
“Ya kawan..”
“Fergy, maafkan aku!” Teriaknya sambil memeluk erat tubuhku.
“Sudahlah, aku mengerti…”
“Terima kasih…”
“Jadi kau mencintainya?”
“Ya, tapi aku mohon, jangan katakan pada siapapun..”
“Kau bisa pegang janjiku kawan. Tapi, kenapa kau tidak pernah bilang?”
“Aku begitu takut, aku terlalu gugup untuk mengakuinya Fer.”
“Bahkan pada temanmu sendiri?”
“Ya, maafkan aku..”
“Jika kau mencintainya, kenapa tidak kau katakan saja?”
“Aku sudah bilang, aku terlalu gugup…”
“Tenang saja, pasti ada jalan…”
“Benarkah?”
“Ya…”
Setelah momen itu, kami pun kembali ke kelas. Pulang sekolah, aku mengajak Dewi pergi ke sebuah kedai. Aku sengaja mengajaknya, agar aku bisa memberitahu perasaan temanku Aji padanya.
“Jadi, ada apa?”
“Kau menikmati makanannya?”
“Ya Fer, terima kasih…”
“Jadi begini, ini mengenai Aji..”
“Oh Aji, memang kenapa?”
“Sebenarnya, dia mencintaimu Dewi..”
“Apa?”
“Ya, hanya saja dia takut membuatmu risih dengan perilakunya, jadi dia sengaja tidak memperlihatkan bahwa dia mencintaimu..”
“Kamu serius ‘kan?”
“Ya, aku serius. Bagaimana perasaanmu sendiri padanya?”
Sesaat dia terdiam, lalu dia mulai berbicara…
“Aku pun mencintainya…”
Aku begitu hancur, hatiku tersayat, dan perasaanku dipenuhi oleh emosional. Apakah aku harus merelakannya? Aku sama sekali tidak tahu. Tetapi, peristiwa itu membuat hatiku sakit. Aku terdiam, memandang matanya yang indah, dan mengingat temanku Aji, mungkin ini yang harus aku lakukan, mempersatukan mereka. Tanpa sadar, aku menjatuhkan air mataku di depan Dewi.
“Fergy, kenapa kamu menangis?”
“Oh tidak, ini sangat sempurna! Aji mencintaimu, dan kau pun mencintainya, ini akan menjadi sangat bagus!”
“Menurutmu begitu?” Tanyanya dengan senyum malu.
“Ya, aku akan membuat rencananya. Tenang saja…”
Setelah itu, kami pulang. Malam harinya, aku memikirkan mereka berdua, hatiku dipenuhi oleh dilema, Aji adalah teman yang begitu baik, selain itu dia adalah seorang yatim, dan Dewi, dia wanita yang begitu sempurna di mataku. Tetapi pada akhirnya, aku tetap ingin mempersatukan mereka. Keesokkan harinya, Minggu 5 Februari 2011 sore hari, aku mempertemukan mereka.
“Hey Fergy, kau mengajakku kemana?”
“Diamlah Aji, kau akan menyukai ini…”
Aku membawa Aji ke taman kota, dimana Dewi sudah menunggu seperti yang sudah direncanakan.
“Cepat Aji!”
“Baik, tunggu kawan…”
“Ini dia…”
“Dewi…?” Aji terdiam dan terpaku.
“Hey Aji…”
“Aji, ini waktumu. Aku sudah bilang padanya, bahwa kau mencintainya. Tetapi, Dewi ingin melihat kau mengungkapkan sendiri perasaanmu itu.”
“Fergy!!, kau…”
“Sudahlah, ayo cepat katakan bung..”
Aku melihat Aji begitu gugup, tetapi Dewi, dia terlihat begitu manis dengan senyumnya.
“Dewi, sebenarnya… Sebenarnya sudah sejak lama aku mencintamu, tetapi mungkin aku terlalu takut untuk mengungkapkannya. Tapi, inilah faktanya, aku mencintaimu Dewi Lestari…”
“Aku pun mencintaimu…” Balas Dewi pada Aji.
“Jadi…”
“Ya, aku menerima cintamu Aji…”
Aji begitu senang dengan respon Dewi kepadanya, wajahnya memerah, begitu pun dengan Dewi.
“Baiklah, mungkin aku harus meninggalkan kalian berdua disini…” Ujarku.
“Fergy, terima kasih!!! Terima kasih teman…” Ungkap Aji padaku dengan mata berkaca-kaca.
“Kembali kasih, kawan..”
Kemudian, aku pergi meninggalkan mereka berdua. Dalam hatiku aku berkata ‘Mungkin ini memang menyakitkan, tetapi justru inilah yang membuat semuanya menjadi lebih baik. Aku merasa begitu senang melihatmu gembira Aji, walaupun aku harus mengalah untukmu teman…’
Sejak saat itu, Aji dan Dewi selalu bersama, dan mereka telah menjadi pasangan yang begitu serasi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar