Rabu, 18 Maret 2015

Salam Rinduku Untuk Ibu

Malam ini tidak ada yang berbeda. Sunyi sepi. Awan mendung tanpa bulan dan bintang menambah kesepian hati ini. Sejak kecil aku memang hidup dalam kesepian tanpa kedua orangtuaku. Orangtuaku pergi ke perantauan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aku hanya tinggal dengan nenekku di salah satu kampung di Yogyakarta. Entah apa yang membuat mereka tega meninggalkan diriku. Namun seiring berjalannya waktu aku mulai mengerti kenapa mereka meninggalkanku. Mungkin itu semua demi masa depanku kelak.
Di suatu malam aku bermimpi hidup dengan mereka dan penuh dengan kebahagian. Namun sayang sekali itu semua hanya mimpi yang sulit untuk menjadi kenyataan. Sekarang ayahku telah tiada. Beliau telah menghadap Sang Maha Pencipta. Sejak ayah tiada aku menjadi jarang bertemu ibu. Ibuku semakin sibuk. Beliau harus bekerja lebih keras lagi demi mencukupi kebutuhan hidup. Karena semua itu ibu menjadi jarang pulang kampung.
Aku sangat ingin membantunya bekerja tapi itu tidak mungkin karena aku harus tetap sekolah. Aku hanya bisa bersekolah dan mencoba menggapai mimpiku. Untuk saat ini aku adalah harapan ibu satu-satunya. Karena, adikku masih sangan kecil untuk menghadapi cobaan yang berat ini. Ia belum tahu menahu tentang pahitnya kehidupan ini. Adikku tinggal bersama ibuku, sementara itu aku tetap menemani nenekku di kampung.
Aku pernah bertanya kepada ibuku ketika ibuku hendak berangkat ke Tanggerang setelah cuti beberapa hari, “Ibu kenapa aku harus tinggal di kampung bersama nenek?”
“Kamu harus belajar di sini. Dan juga kamu harus menemani nenek. Kasihan nenek hanya sendiri di rumah. Sementara nenek semakin lama semakin tua. Kamu harus mengerti keadaan ini.” Jawab ibuku dengan sedih.
“Bagaimana kalau ibu membawa nenek bersama kita?” tanyaku lagi.
“Itu tidak mungkin kehidupan di kota sangatlah keras. Ibu tidak bisa megajak nenek dan kamu. Nisa dengarlah ibu, ibu sangat sayang dengan kamu. Ibu tidak tega jika harus meninggalkanmu. Tapi keadaan mengharuskan kita berpisah untuk sementara. Ini semua demi kebaikan dan masa depanmu.” Jawab ibu dengan penuh kesedihan.
Aku memeluknya dengan erat. Aku tidak ingin melepaskannya. Aku sangat ingi terus bersamanya. Bus yang akan ditumpangi ibuku sudah akan berangkat. Aku terpaksa melepaskan pelukan ibuku.
Dengan berat hati ibuku menaiki bus. Ketika bus sudah berjalan, ibu memandangku dari jendela sambil menagis. Aku juga tak bisa menahan air mata ini. Aku memandangi bus itu hingga tak terlihat.
Setahun setelah kepergian ibuku itu, ibuku belum pernah pulang ke kampung. Aku sangat merindukannya. Walaupun ibuku sering menelpon itu semua tak bisa mengbati rindu yang telah menyelimuti kalbu. Aku sangat ingin memeluknya dan menciumnya. Aku juga sangat ingin bercerita tentang pengalamanku di sekolah. Namun, semua itu hanya angan belaka. Angan yang sulit tuk menjadi nyata. Harapan terbesarku adalah bisa hidup bersama ibuku.
Aku sangat rindu kepadanya. Aku selalu ingin bersamanya. Rindu dalam hati ini tak bisa untuk disembunyikan lagi. Aku hanya bisa menangis untuk mengungkapkan isi hati ini. Tak mampu berkata apa-apapun. Aku rindu atas kasih sayang seorang ibu. Haus akan perhatian seorang ibu. Setiap malam aku hanya bisa berdoa, “Tuhan izinkanlah aku hidup bersama orangtuaku. Terutama dengan ibuku. Jangan sampai seperti ayahku yang telah pergi meninggalkan aku sebelum aku bisa merasakan tinggal bersamanya. Berilah aku dan ibuku umur panjang, agar aku bisa membahagiakannya dan merawtnya.”
Aku rindu kepadamu ibu. “Tuhan, sampaikanlah salam rinduku ini untuk ibuku. Angin yang bertiup bawalah salam sayangku padanya. Bumi dan langit jadilah saksi bahwa aku sangat mencintai ibuku. Ibu, hatiku hampa tanpa kehadiranmu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar