Jumat, 20 Maret 2015

Membenci Tanpa Alasan

Malam berkabut yang menyelimuti rumah dian, membuat hatinya semakin kelam, yang kemudian tak terasa tetesan air matanya jatuh di buku yang ditulisnya. Ditulisnya sebuah kata yang berasal dari hatinya “tuhan, kumohon tolong aku, jangan biarkan dia menyakitiku lagi.” kata itu pasti dan penuh makna, dan membuatnya tertidur di meja belajar yang diterangi lampu berwarna kuning menyala.
Kringgg… Alarm jam bekernya berbunyi, dan menunjuk ke angka tujuh kurang 15 menit, dian melihat sampai-sampai dia terkaget meliat jam menunjuk ke angka tujuh kurang 15 menit. Akhirnya dia bergegas mandi, lalu dia bergegas berangkat ke sekolahnya.
Sesampainya dia memasuki kelas, semua teman sekelasnya mentertawakannya, karena tanpa dia sadari, di rambut sebahunya yang lurus dan berwarna hitam, sisirnya masih tersangkut di rambutnya. Setelah dia duduk, tiba tiba lulu, teman sebangkunya mengambil sisir yang ada di rambutnya, sambil wajahnya yang cemberut, “kenapa, terburu-buru?”. Dengan wajah gugup dian menjawab, “ya, tadi itu, mogok motor ayahku, eh, enggak maksudya banjir jalannya, jadinya kan macet, hehehe”. “udah deh, nggak usah bantah, mana tadi malem gak hujan, kok banjir?, aku tahu, pasti kamu bangunnya kesiangan to?, gara-gara semalem pasti mikirin si rudi, yang sukanya nyakitin kamu terus, iya to?, ngaku aja”. Jawab lulu. Dengan wajah yang merah, “nggak kok, sok tahu sih kamu” jawab dian gugup. “udah deh, ngapain sih dian, masih mikirin dia, dia aja ngga mikirin kamu, kamu tahu nggak, di dunia ini ya, pasti masih ada yang bisa kok hargain kamu, dan nggak nyakitin kamu”. “udahlah lu, kamu jangan ngomong kayak gitu?, mungkin dia lagi males aja.” jawab dian dengan wajah agak sedih. “dian, kamu tuh udah disakitin sama dia, masih aja ngarepin dia.” jawab lulu. “ya udahlah, nggak usah diomongin lagi, oh iya, kita jadi kan ngedance bareng?” tanya dian santai. “dian, aku kan tanyanya serius” “udahlah, males.” “iya iya, aku bakal lupain dia kok, tenang aja.” jawab dian sambil senyum.
Teng, teng, teng…, bel pulang sekolah berbunyi, dian tergesa gesa untuk pulang, dan tiba tiba, “brakkk…” semua buku yang dibawa seorang cewek yang berkrudung jatuh berserakan di lantai. “maaf, maaf saya nggak sengaja” kata dian sambil menolong mengambili buku yang berserakan itu. “iya, nggak papa kok.” jawab cewek berkrudung itu. “emang, bukunya mau dibawa kemana?, biar saya bantuin bawanya”. “nggak usah kok, saya bisa kok” jawab cewek tersebut. “nggak papa kok”. “ya udah deh kalo kamu maksa”.
Saat di jalan mereka berdua berkenalan, “oh iya, dian.” sambil senyum kepadanya. “intan”. “kamu kelas berapa?”. Tanya dian ingin tahu. “kelas 11, kalo kamu?”, tanya intan. “hah, kelas 11″. Jawabnya gugup, sambil di pikirannya dia berkata “aduh, kok bisa nabrak kakak kelas sih?, bisa gawat nih urusanya” “iya, emang kamu kelas berapa?” aku pun tak menjawabnya, hanya terus memandang ke depan. “hei.” “hah, iya apa kenapa?, maaf kak, maaf banget” “kamu tuh aneh ditanyain malah ngelamun”. Jawab intan. “iya aku masih kelas 10 kok kak, maaf tadi kalo udah nabrak kakak”, wajah dian yang agak takut. “udah, santai aja, kenapa musti takut, kan kita sama sama manusia.” jawab intan sambil tertawa. “iya ya, kok kakak baik banget sih, biasanya kalo kakak kelas yang ditabrak sama adek kelas, padahal nggak sengaja, eh, malah dimarahin sama dia” “mungkin kakak kelasnya yang itu lagi dapet kali.” jawab intan yang membuat mereka berdua tertawa.
Jam 15:00 wib, dian masih di jalan. Dia masih menunggu bus, untuk menuju ke rumahnya. Karena ayahnya hanya bisa menjemputnya saat hari rabu, sedangkan ini masih hari senin. Hampir satu jam menunggu, tiba tiba ada sebuah motor yang melewatinya, di motor itu seorang laki laki dan seorang perempuan yang berkrudung, setelah lama motor yang berwarna putih itu melaju melewatinya tanpa berfikir panjang, di fikirannya terpintas bahwa laki laki dan perempuan yang melewatinya adalah kak intan dengan rudi?. Saat itu hati dian terasa sakit, entah apa yang membuatnya sakit?, apakah mungkin gaga gara dia melihat rudi dengan intan bergoncengan?, sampai sampai pada saat itu bus yang berhenti tepat di hadapanya kembali melaju, sedangkan dian tak menghiraukannya, di fikirannya hanyalah kekosongan?, hingga akhirnya dia terduduk di terotoar tanpa dia hiraukan keadaan sekitar yang banyak melintas kendaran. Hingga senja mulai datang, dia hanya merenung sambil menghadap ke atas, sampai sampai awan yang terlihat keorenan berubah menjadi mendung, dan air dari langit menyerbunya yang sedikit demi sedikit membasahi tubuhnya yang masih memakai seragam sma bangsa, dan juga tas pinggangnya. Setelah beberapa lama dia berjalan tanpa harapan, di fikirannya hanya langkah dan langkah kaki yang penuh keputus asaan.
Sesampainya di rumah, dilihatnya sebuah kertas yang menempel di pintu kulkas, dibacanya bahwa ayah dan ibunya pergi ke luar kota untuk urusan kantor. Setelah membaca surat itu, dia pergi ke kamarnya, yang berada di atas dan merebahkan tubuhnya ke kasur empuknya, memandangi langit setelah hujan dari jendela kaca yang ada di langit langit kamarnya. Setelah itu handphonenya berbunyi, dilihatnya ada tulisan rudi menelphonnya, tapi dia hanya mengabaikannya. Ditelphonya dian berkali kali, tetap saja dian tak mengabaikannya, hal itu membuat rudi menjadi sangat marah. Dikirimnya sebuah pesan singkat yang isinya “ga dijawab telphone ku… Jahat”. “dibukanya pesan itu, lalu dibaca oleh dian. “ya tuhan, yang jahat tuh kamu rudi, kenapa kamu lakuin kayak gini ke aku?, kamu nggak hargain perasaanku rudi.” katanya sambil meneteskan air mata, ketika saat itu juga, hujan turun sangat derasnya.
Paginya seperti biasa, dian pergi ke sekolahnya, tetapi wajahnya agak murung, tak seperti biasanya, yang selalu ceria. Saat pulang sekolah, aku pergi ke belakang sekolah, karena di situ terdapat tempat yang sangat tenang karena menurutku tak seorang pun yang mau berada di tempat ini, karena tempat ini sangat tersembunyi, bayangkan saja, tempat ini tertutup ilalang yang sangat lebat, sehingga seseorang tak tahu tempat ini, dan dibaliknya banyak ilalang yang berwarna kecoklatan, dihiasi dengan danau yang berwarna hijau, yang membuat tempat ini semakin tenang. Sambil berbaring di tempat ini, aku menikmati indahya gumpalan awan putih yang lebat, membuat aku ingin memeluk awan itu, aku juga berteriak teriak disitu, karena aku yakin tak ada orang yang mendengarku. Aku berteriak, “aku ingin bebas… Terbang bersama semua semangatku…”. Saat aku berteriak teriak, tiba tiba ada orang yang menyahut teriakku, “terbang saja… Tapi kau belum punya sayap?.” sahut kak intan yang membuat aku kaget. “kakak, kok kakak tahu tempat ini?.” tanyaku. “iya, terbang sana… Tapi kau belum punya sayap” kata kak intan dengan memberiku satu coklat dari dua coklat yang dibawanya. “nih, coklat buat kamu, kata orang kalo makan coklat ini, bisa ngilangin stess lho?”. “masa kak, emang kakak pernah buktiin?”. “pernah sih, saat aku lagi kesel sama seseorang”. “emm, manis banget coklat kakak, oh iya kak, tadi kata kakak, kakak pernah kesel sama seseorang, emang kalo boleh tau siapa sih kak?” tanyaku agak takut. “oh iya, kemarin aku liat kamu, kamu lagi nunggu bus ya?”. “iya kok kak. Soalnya gak ada yang jemput. Kok kakak bisa tahu sih?.”. “tahu lah, kan kemarin aku lewat situ.” “emang kakak lewatnya sama siapa to?” tanyaku. “hmmmm, sama pacar aku, emang kenapa?”. Tiba tiba saat kak intan berkata seperti itu, hatiku rasanya seperti terpukul, detakan jantungku berdetak sangat kencang, entah itu apa aku juga tak tahu. Aku menjawab dengan suara yang aak bergetar, “enggak papa kok, cuma tanya aja. Oh iya kak, kok kakak tau tempat ini?”. “ya tahu lah, waktu dulu kalo aku juga lagi pengen nenangin diri, aku selalu kesini kok, karena tempatnya tuh tenang banget”. “oh, gitu ya kak”. Sampai akhirnya mereka berdua hanya melihat langit, tanpa berbicara satu sama lain. Hingga senja mulai tiba akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di rumah, aku hanya bisa menangis, dan meratapi kesedihanku. Kemudian tiba tiba rudi mengirimku pesan pendek, “aku tunggu di taman bungga jam 20:00 wib”. Pesan yang sangat membuatku memiliki dua rasa, antar senang, karena dia menghubungiku dan sakit, karena ternyata dia pacaran sama kak intan yang sangat baik kepadaku. Awalnya aku tak mau ke sana, saat jam 20:45 wib, aku mulai khawatir, apakah dia masih di sana, ataukah dia sudah pergi. Akhirnya aku pergi kesana, menembus derasnya hujan, dengan menngunakan sebuah payung.
Sesampainya disana, aku tak melihat seorang pun, tapi tiba tiba, aku melihat seseorang duduk di sebuah kursi, di bawah lebatnya hujan yang membuat semua tubuhnya basah karena air, dan di sebelahnya setangkai mawar berwarna merah tergeletak. Tanpa berfikir panjang. Aku mendekatinya dan memayunginya, dia berdiri dengan wajah yang amat kecewa, “kenapa, kamu, datangnya telat, hampir satu jam aku nunggu kamu di sini”. Katanya. “maafin aku rud, maafin aku” kataku. Dan tanpa berfikir panjang aku memeluknya, memeluknya dengan erat. Dan pada saat itu, aku mersa hidupku lebih hidup. “aku sayang sama kamu, dan selalu sayang sama kamu, dian.” bisiknya, juga sambil memelukku dengan erat. Saat itu aku mulai melepaskan pelukan, sambil berkata, “tapi, kamu udah punya seseorang yang juga sayang sama kamu kan?”. “kok kamu bilangnya kayak gitu?” jawabnya, “iya, namanya kak intan kan?” “kok kamu tahu tentang intan?” “waktu hari senin, aku tahu kamu sama kak intan boncengan berdua, iya kan? Trus kak intan juga bilang, katanya kamu pacaran sama dia, jawab rudi, jawab!”. “iya, tapi aku sayangnya sama kamu dian.” jawabnya. “tapi kamu kenapa jadian sama kak intan? Kenapa rudi?” rudi tak menjawab, akhirnya dian berlari meninggalkannya dalam keadaan hujan lebat, dengan matanya mengalir air mata kepedihan.
Di taman bunga rudi meneteskan air matanya, “maafin aku dian, maafin aku, aku nggak pengen nyakitin kamu?, tapi aku terpaksa, agar kamu membenciku?, tapi aku juga tak ingin kamu membenciku.” rudi pun pulang dengan wajah yang penuh dengan penyesalan.
Sesampainya di rumah, aku bergegas ke kamar untuk mulai menangis, nah kapan aku harus berhenti menangisinya, sebab menurutku aku percuma menangis karena dia tak kan menghentikan air mataku. Tapi dalam hatiku, aku selalu bertanya, kenapa dia selalu memperlakukanku seperti ini? Apa salahku?. Hingga sampai aku tertidur, dan berharap bermimpi untuk berada di dekatnya.
Matahari bersinar dari balik jendela kamarku, tubuh ini rasanya sangat berat, tak bisa digerakan, dan akhirnya aku memutuskan untuk tidak berangkat sekolah, dan hari ini juga ayah dan ibuku sudah pulang dari tugas dinasnya. Ibuku sangat khawatir, mengetahui kalo aku sakit akhirnya dia memutuskan untuk tidak bekerja terlebih dahulu.
Besoknya, tubuhku kembali normal, dan aku sudah bisa beraktivitas seperti biasa, aku bersekolah, sampai di sekolah, lulu teman sebangkuku berkata, “tadi kamu dicariin tuh, sama kak intan”, “emangnya dia nyariin aku kenapa?” tanyaku. “enggak tau. Samperin aja orangnya”. “ya udah deh, bentar ya”. “iya” jawab lulu.
Aku nyamperin kak lulu ke kelasnya, sampai di kelasnya, aku bertemu dengannya, aku melihatnya dengan wajah yang sangat sedih, aku mendekatinya, dan menanyainya, apa yang sedang terjadi?. Ternyata kak intan bercerita bahwa pacarnya sedang sakit saat ini, spontan aku kaget, aku berfikir kalo pacarnya kak intan itu kan rudi, jadi rudi saat ini sakit?. Lalu aku pun bertanya kepadanya, “kenpa pacarmu sakit, lalu sejak kapan pacarmu sakit kak”. “sejak kemarin dia sakit, katanya dia sakit karena pas sebelumnya, malam hari hujan deras, dan dia menunggu seseorang terpenting dalam hidupnya?, aku juga tak tahu itu siapa?, tapi orang itu datangnya telat, dan lebih parahnya orang itu ninggalin dia?”. “oh, gitu ya kak, ya udah sabar aja kak”. Jawabku sambil aku berfikir bahwa orang yang dimaksud kakak adalah aku. “aku juga nggak nyangka banget, kenapa orang itu begitu teganya sama dia?”. Setelah aku mendengar ucapan kakak, aku merasa bersalah. “kamu tahu nggak dek?”. “emangnya kenapa kak?” jawabku. “aku tuh pacaran sama dia, tapi aku merasa dia tuh terpaksa jalaninnya”. Katanya. “kok bisa begitu kak?”. Jawabku. “dia pacaran sama aku, katanya pengen banget ngelupain masa lalunya, yang katanya selalu buat dia sakit, tiap kali dia nginget masa lalu itu”. Spontan tak kusadari air mataku tak dapat aku tahan, dan kemudian, air bening itu keluar amat derasnya di pipiku. “katanya, dulu dia tuh punya seorang cewek, yang bisa buat dia sedih dan senang, tiap kali bersmanya, katanya dia pengen sama sama terus sama cewek itu, tapi dia nggak bisa, karena katanya dia membencinya. Aku juga nggak tahu, kenapa dia benci sama cewek itu”. “lho dek, kok kamu malah nangis sih, emangnya kenapa?”. “kakak nggak sakit ya, kalo dia pacaran sama kakak kan terpaksa?”. “hmm, sakit sih dek, tapi gimana lagi aku juga sayang banget sama dia”. “oh, gitu ya kak.” lalu aku kembali ke kelas, dan saat pulang sekolah aku berencana untuk ke rumah rudi.
Saat di rumah rudi, kulihatnya dia berbaring dengan wajah yang menahan semua sakitnya. “rudi, kenapa kamu bisa seperti ini sih?, kata kak intan kamu sakit gara gara waktu hujan itu.” tanyaku. “kenapa kamu ke sini?, apa pedulimu?”. “rudi?, cukup rudi, aku udah nggak kuat lagi nahan semua ini?.”.Kenapa kamu membenciku rudi?, kenapa?, kenapa kamu ingin lupain aku, padahal kamu nggak ingin lupain aku?.” tanyaku dengan wajah yang penuh dengan air mata. Dia hanya diam, tanpa kata. “rudi, kumohon jawab aku?, apa salahku rudi?”. Akhirnya aku pergi meninggalkanya, dan sebelumnya dia menarik tanganku, “kumohon jangan pergi dariku”. Katanya. “kalo kamu nggak ingin aku pergi, kenapa kamu ingin lupain aku?” tanyaku. “aku nggak mau kamu pergi, dan juga aku ingin lupain kamu”. “tapi kenapa rudi, kenapa?” “aku sayang sama kamu dian, tapi aku benci sama kamu?”. Jawabnya. “tapi kenapa kamu benci sama aku?”. “aku nggak bisa bilang ke kamu?.” jawabnya. Akhirnya dian benar benar pergi meninggalkannya, dan berkata “nggak papa rud, kamu benci sama aku, dan sekarang aku nggak bakal gangguin kamu lagi”. “tapi dian, tapi, tapi…” dian sudah pergi meninggalkannya.
Hari demi sudah ku lalaui tanpa nama rudi dan kak intan. Aku sudah melupakan semua itu, tapi suatu hari, tiba tiba kak intan menghampiriku, dan memberiku sebuah surat dari seseorang, aku menanyai kak intan, surat ini dari siapa, dia hanya diam dan menangis. Kubuka surat ini dengan hati yang agak takut.
“dian terima kasih, kamu hadir dalam hidupku, kamu hadir untuk jadi terindah di detik detik hari terakhirku. Aku tahu dian, kamu selalu sakit karena aku, tapi aku lakukan semua ini demi kamu, agar kamu tidak sakit ketika aku pergi untuk selama lamanya. Biarkan aku pergi karena kamu membenciku, daripada kamu menyayangiku. Kamu tahu saat kamu menunggu bus, aku melihatmu, aku sengaja bersama intan agar kamu membenciku, tapi cara ini salah, karena aku malah menyakitimu, aku biarkan kamu jatuh dalam sebuah keputusasan yang sangat dalam. Tapi sekarang aku lega, karena aku berhasil membuatmu benci kepadaku. Dan aku bisa tenang di atas sini, semoga kita dapat bertemu lagi, dengan waktu selamanya”
Rudi
Aku menangis, menangis sejadi jadinya, menangis bersama kak intan yang ternyata bukan pacar rudi, aku merasa bersalah saat ini, kenapa di hari hari terakhir rudi, kenapa aku mengecewakan rudi. Biarlah semua itu menjadi kenangan di hidupku yang tak akan pernah aku sesali saat aku jalani.
“terima kasih tuhan, engkau telah beri aku jawabannya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar